Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Friday, July 20, 2018

Bacaan Injil dan Renungan: Matius 12:14-21

diambil dari http://chellsotimor.blogspot.com/2015/07

Mat 12:14Lalu keluarlah orang-orang Farisi itu dan bersekongkol untuk membunuh Dia.

Mat 12:15Tetapi Yesus mengetahui maksud mereka lalu menyingkir dari sana. (12-15b) Banyak orang mengikuti Yesus dan Ia menyembuhkan mereka semuanya.

Mat 12:16Ia dengan keras melarang mereka memberitahukan siapa Dia,

Mat 12:17supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yesaya:

Mat 12:18"Lihatlah, itu Hamba-Ku yang Kupilih, yang Kukasihi, yang kepada-Nya jiwa-Ku berkenan; Aku akan menaruh roh-Ku ke atas-Nya, dan Ia akan memaklumkan hukum kepada bangsa-bangsa.

Mat 12:19Ia tidak akan berbantah dan tidak akan berteriak dan orang tidak akan mendengar suara-Nya di jalan-jalan.

Mat 12:20Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya, sampai Ia menjadikan hukum itu menang.

Mat 12:21Dan pada-Nyalah bangsa-bangsa akan berharap."


BELAJAR RENDAH HATI

Banyak kali alam mengajarkan kepada kita banyak hal. Kita bisa belajar dari ilmu padi semakin berisi semakin merunduk dan bukan dari alang-alang semakin tidak berisi semakin menonjolkan diri. Sekalipun berada dalam keadaan yang paling hina, Kristus tetap memperlihatkan martabat kemuliaan-Nya. Sebaliknyalah pula, ketika diliputi dengan segala kehormatan, Ia masih menunjukkan kerendahan hati-Nya. Ketika perbuatan-perbuatan besar yang Ia lakukan memberi-Nya kesempatan untuk menonjolkan diri, Ia justru mengosongkan diri-Nya atau membuat diri-Nya tidak berarti apa-apa. 

Kristus memilih menyendiri untuk menghindar, bukan dari pekerjaan-Nya, melainkan dari bahaya, sebab saat-Nya belum tiba, Ia menyingkir dari sana. Ia bisa saja mengamankan diri-Nya dengan mujizat, namun Ia memilih melakukannya dengan cara biasa, yaitu dengan menyingkir dan menyendiri, karena dalam hal ini, seperti dalam hal-hal lain, Ia mau tunduk kepada kelemahan-kelemahan yang tidak mengandung dosa dalam sifat manusia kita. Dalam hal ini Ia merendahkan diri-Nya sendiri dengan terdorong untuk berbuat apa yang biasa diperbuat oleh orang yang sungguh tidak berdaya dalam keadaan seperti ini. Dengan demikian Ia juga ingin memberikan contoh untuk suatu perintah yang disampaikan-Nya sendiri: "Apabila mereka menganiaya kamu dalam kota yang satu, larilah ke kota yang lain." Kristus sudah cukup berkata-kata dan melakukan segalanya untuk meyakinkan orang-orang Farisi itu, jika mereka memang bisa diyakinkan dengan akal budi dan mujizat. Namun bukannya menjadi diyakinkan, mereka malah semakin mengeraskan hati dan menjadi buas, sehingga karena itu Ia meninggalkan mereka tanpa dapat disembuhkan.

Kristus tidak menyendiri demi kenyamanan-Nya sendiri, atau mencari-cari alasan untuk meninggalkan pekerjaan-Nya. Ia masih disibukkan dengan pekerjaan-Nya. Ia malah masih berbuat kebaikan ketika terpaksa menyingkir supaya bisa menyendiri. Pada titik ini kita belajar bagaimana harusnya bersikap rendah hati dan meluangkan waktu untuk menjalin keakraban dengan Tuhan dalam situasi hening. Hanya dengan keheningan hati, kebeningan jiwa maka orang bisa masuk ke dalam diri sendiri dan semakin bertumbuh dalam kerendahan hati.

0 comments:

Post a Comment