Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Thursday, August 16, 2018

Ngati-ati Ngadhepi Pepinginan



Judul tulisan ini memang memakai bahasa Jawa, yaitu Ngati-ati Ngadhepi Pepinginan yang berarti “Hati-hati dalam Menghadapi Keinginan”. Judul ini menjadi topik dalam Seminar Dua Jam yang menjadi bagian program Novena Ekaristi Seminar yang terjadi di Domus Pacis Puren pada Minggu 5 Agustus 2018. Program ini menjadi alternatif pendampingan iman kaum lansia Katolik. Pembicara dalam seminar hari itu adalah Prof. Dr. Agustinus Supratiknya, seorang dosen dari Universitas Sanata Dharma.

A.    Macam-Macam Pepinginan

Bapak Pratiknya mengetengahkan ada berbagai macam pepinginan (keinginan) yang muncul dalam pengalaman hidup seseorang. Dalam hal ini orang harus mampu memilah atau mengkatogerisasi adanya jenis-jenis pepinginan. Untuk hal ini beliau merujuk ke Maslow, seorang ahli ilmu jiwa. Maslow membuat kategori kebutuhan dalam gambaran piramidal sebagaimana terpapar di bawah.


Gambaran piramidal yang teriris menjadi tiga menunjukkan adanya tiga kategori besar kebutuhan hidup. Irisan terbawah merupakan kebutuhan-kebutuhan dasar yang kalau terpenuhi akan meningkatkan kebutuhan di atasnya sampai ke kebutuhan puncak. Bapak Pratiknya dalam paparannya mengatakan bahwa kebutuhan paling bawah berkaitan dengan sikap cari untuk diri sendiri. Makin meningkat pemenuhan kebutuhan makin membuat orang keluar dari dirinya sendiri.

Lebih untuk pemuasan diri

Yang paling pertama untuk kebutuhan dasar berkaitan dengan kepentingan fisik. Katanya yang terpenting untuk menjaga fisik adalah ketersediaan air yang merupakan unsur terbesar dalam tubuh seseorang. Kemudian untuk rasa aman orang menginginkan adanya pangan, sandang, dan papan (makan, pakaian, dan rumah). Rasa keberadaan dicintai akan menjadi isi tingkat kerinduan berikutnya. Akhirnya rasa dihargai dalam hidup bersama menjadi yang tertinggi dalam kebutuhan dasar.

Keluar dari diri

Pada tahap ini orang makin keluar dari dirinya sendiri. Di sini orang akan mencari dan berusaha memiliki pengetahuan untuk memahami apapun yang dihadapi. Kalau ini terpenuhi, orang akan menginginkan adanya keindahan. Dengan terpenuhinya keindahan orang akan menikmati segala yang baik dan teratur yang berbuahkan pengembangan karakter dan watak.

Semakin keluar dari diri

Pada tahap ini orang berjuang mewujudkan sikap cintanya pada orang lain. Segala kewajiban dalam kebersamaan tidak dihayati sebagai beban tetapi sebagai aktualisasi diri. Hal ini akan membawa sikap seseorang memandang segalanya sebagai sarana mempersatukan diri dengan Yang Maha Tinggi. Semuanya untuk memuliakan Tuhan.

B.     Cara Mensikapi Pepinginan

Satu hal yang ditekankan adalah bahwa pepinginan itu netral. Yang harus diwaspadai adalah bagaimana cara orang menyikapinya. Untuk bagian ini Pak Pratiknya menggunakan pokok-pokok yang ditulis oleh almarhum Rm. Y.B. Mangunwijaya, Pr. Dalam buku Ragawidya. Ini adalah buku tentang kebijaksanaan orang berhadapan dengan keinginan-keinginan ragawi (keinginan manusiawi?). Ada tiga cara yang disajikan.

·         Nguja-raga: Ini adalah pemenuhan segala macam pepinginan secara berlebihan atau tanpa batas. Orang berjuang untuk memuaskan diri dengan menikmati apapun yang diinginkan. Keinginan ini, dengan merujuk ke bagan Maslow, dapat yang ada dilapisan dasar atau menengah atau yang bagian atas.
·         Mati-raga: Mematikan segala macam pepinginan secara tidak wajar. Di sini orang menegatifkan keinginan sebagai hal yang membahayakan keluhuran hidup.
·         Widi-raga: Orang memenuhi pepinginan secara terukur. Sikap ini mencerminkan sifat pribadi yang matang atau berintegritas.

C.    Sikap Hati-hati bagi Kaum Usia Lanjut

Pada bagian terakhir Pak Pratiknya mengetengahkan penghayatan pepinginan untuk orang-orang di mana tua. Untuk ini ditampilkan pandangan Ericson baik bagan perkembangan kepribadian orang dan sikap penghayatan tidak ideal dan yang ideal.


Penghayatan yang tidak ideal

  1. Mencerminkan sifat-sifat buruk yang diperoleh dalam tahap-tahap perkembangan sebelumnya: sikap tidak percaya pada orang lain, rasa malu, rasa bersalah, rasa rendah diri, dan menunjukkan kekaburan bahkan kekacauan jati diri.
  2. Mencerminkan keyakinan bahwa semua yang mereka capai hingga kini merupakan nasib atau kebetulan belaka.
  3. Mencerminkan ketidak-mampuan untuk menerima kenyataan bahwa inilah satu-satunya kehidupan yang mereka miliki dan bahwa semua yang terjadi dalam kehidupan tersebut merupakan buah dari usaha mereka sendiri.
  4. Mencerminkan sikap takut menghadapi kematian dan tidak mampu menerima kenyataan bahwa kematian merupakan bagian siklus kehidupan yang tak terelakkan.
  5. Mencerminkan kecenderungan menyalahkan pihak lain atas berbagai kesulitan dan/atau kegagalan yang pernah mereka alami. 
  6. Mencerminkan ketidak-mampuan menghadapi berbagai kesulitan dan/atau ancaman fisik maupun ekonomi.
  7. Mencerminkan kecenderungan melihat kembali kehidupan di masa lalu dengan perasaan serba kurang puas dan penuh penyesalan.
  8. Mencerminkan sifat-sifat orang yang tidak bahagia, pesimis, dan kurang puas dengan kehidupan mereka.
  9. Mencerminkan sifat orang yang menyongsong tahap akhir kehidupan sebagai pribadi yang gagal mencapai kepenuhan diri.
  10. Mencerminkan sikap orang yang terjebak pada perasaan kecewa dan serba menyalahkan pihak lain, sehingga tidak mampu belajar menjadi lebih arif dari berbagai kesalahan yang pernah diperbuat. 
  11. Mencerminkan sikap dasar penuh kekecewaan-penyesalan, merasa tidak berdaya, dan tidak mampu menerima diri apa adanya. 
Penghayatan yang ideal

  1. Mencerminkan sifat-sifat baik yang diperoleh dalam tahap-tahap perkembangan sebelumnya: sikap percaya pada orang lain, sifat mandiri, sifat penuh inisiatif, sifat rajin, dan menunjukkan jati-diri yang jelas.
  2. Mencerminkan keyakinan bahwa semua yang mereka capai hingga kini merupakan buah dari pilihan dan usaha mereka sendiri.
  3. Mencerminkan keyakinan bahwa inilah satu-satunya kehidupan yang mereka miliki dan bahwa semua yang terjadi dalam kehidupan itu merupakan buah dari usaha mereka sendiri.
  4. Mencerminkan sikap mampu menerima kematian sebagai bagian siklus kehidupan yang tak terelakkan.
  5. Mencerminkan kemampuan untuk mengakui di hadapan diri mereka sendiri maupun di hadapan semua orang lain bahwa mereka sendirilah yang bertanggung jawab atas semua kesulitan dan kegagalan yang pernah mereka alami.
  6. Mencerminkan kemampuan untuk tetap mempertahankan martabat dalam menghadapi aneka kesulitan yang bersifat fisik maupun ekonomi.
  7. Mencerminkan kemampuan melihat kembali kehidupan di masa lalu dengan penuh rasa puas, syukur, dan penghargaan.
  8. Mencerminkan sifat-sifat orang yang bahagia, optimis, dan puas dengan kehidupan mereka.
  9. Mencerminkan sifat orang yang mampu menyongsong tahap akhir kehidupan sebagai pribadi yang mencapai kepenuhan diri.
  10. Mencerminkan kemampuan mengintegrasikan aneka pengalaman di masa lalu dengan realitas yang ada sekarang, sehingga memiliki “kearifan” tentang cara menjalani kehidupan secara penuh dan mengatasi aneka persoalan secara efektif.
  11. Mencerminkan sikap dasar penuh rasa syukur, memiliki kendali atas kehidupannya sendiri, serta menerima diri maupun orang lain apa adanya.

D.    Yang Pokok Terukur

Dari tanya-jawab yang muncul, akhirnya disimpulkan bahwa pepinginan itu netral. Orang bebas memiliki keinginan apapun. Yang paling penting adalah cara memenuhinya. Di dalam Ragawidya almarhum Rm. Mangun menyatakan bahwa pegangan yang baik adalah widi-raga, yaitu pemenuhan keinginan secara terukur. Di dalam pembicaraan disadari bersama bahwa ukurannya adalah sejauh tidak menimbulkan masalah baik bagi diri sendiri maupun banyak orang. Dalam hal ini Rm. Bambang merujuk pada salah satu ayat kutipan Kitab Suci yang menjadi bacaan Liturgi hari itu “Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu; sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa, Allah, dengan meterai-Nya.” (Yoh 6:27) Bagi orang beriman pemenuhan keinginan harus menjadi pewujudan iman, yaitu untuk mengikuti Tuhan Yesus Kristus sesuai dengan perkembangan situasi hidup dan budaya setempat. Sebagai contoh adalah kondisi orang sudah kena penyakit diabetes. Orang harus menyadari keadaan dirinya dan menata yang disantap agar penyakit tidak menimbulkan masalah dalam menjaga kesegaran tubuh dan tidak merepotkan orang lain karena menderita keparahan. Contoh lain, sebagai kaum usia lanjut orang harus sadar mudah mengalami kerentanan penyakit dan kejiwaan. Orang harus menata menu yang disantap dan tak perlu membangga-banggakan kesuksesan masa lalu yang menimbulkan kemuakan generasi masa kini.

0 comments:

Post a Comment