Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Monday, April 24, 2017

Kunjungan


Acara ini sudah direncanakan cukup lama oleh para relawan Novena Domus. Kalau kemudian hari Selasa tanggal 18 April 2017 dipilih, hal ini terjadi sesudah Rm. Bambang minta ketentuan dari Rm. Agoeng. Dan pada hari ini sebelum jam 04.00 sore Bu Madi, Bu Mardanu, Bu Rini, Mbak Sri Handoko, dan Mas Handoko sudah berdatangan di Domus Pacis. Rm. Agoeng dan Rm. Bambang juga sudah bersiap-siap. Pada jam 04.00 sore, kecuali Mas Handoko dan Rm. Bambang, mereka mulai meninggalkan Domus dengan mobil Rm. Agoeng yang dikendarai sendiri oleh Rm. Agoeng. Rm. Bambang berada di mobil granmax yang disopiri oleh Mas Handoko menuju Ambarrukmo. Di kios Penjahit Remaja Bu Tatik, Bu Wardi, Bu Sri, dan Bu Narti sudah menunggu. Dengan demikian ada dua mobil menuju Klaten. Sebenarnya Bu Titik Untung juga berencana ikut acara ini. Tetapi karena harus mengurus surat rujukan dokter untuk BPJS Pak Untung yang akan kontrol dokter, Bu Titik memberi informasi tidak dapat ikut lewat SMS yang dikirim dalam HP Rm. Bambang.

Sore itu para relawan Novena Domus mengadakan kunjungan ke orangtua Rm. Agoeng. Ayah dan ibu Rm. Agoeng, yang sudah berusia lanjut, hanya tinggal berdua di kampung Blateran, Klaten. Tetapi ketika rombongan yang memakai dua mobil sampai di Blateran, dua kakak perempuan dan adik lelaki Rm. Agoeng juga ikut menyambut. Mereka datang di rumah Bapak dan Ibu Tukiman, ayah dan ibu Rm. Agoeng, bersama anak-anak. Bahkan cicit Bapak-Ibu Tukiman juga ada. Beberapa tetangga juga ikut berdiri menyalami rombongan dari Domus Pacis. Suasana kunjungan itu sungguh amat menyenangkan. Bapak Tukiman tampak amat bergembira walaupun hanya terungkap lewat mimik yang selalu tersenyum karena beliau memang orang yang sedikit berbicara. Lain halnya dengan Bu Tukiman. Beliau banyak berceritera tentang masa lampau ketika Rm. Bambang masih berada di Paroki Klaten bersama Rm. Gito dan Rm. Priyanto. Tentu saja yang diceriterakan berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang membuat semua tertawa terbahak-bahak. Itu terjadi pada tahun 1981-1982. Ketika itu Rm. Agoeng masih kelas 2 SD. Rm. Bambang memang sudah akrab dengan keluarga Pak Tukiman sejak berada di Klaten.

"E, iki mung ngombe karo mangan nyamikan, pa?" (Apakah ini hanya minum dan makan snak?) tanya Rm. Bambang ketika jam dinding hampir menunjuk angka 06.00 sore. Pertanyaan itu ditanggapi oleh satu ibu "Ngeten mawon pun gayeng kok" (Gini saja sudah meriah kok). Terhadap tanggapan itu Rm. Bambang berkata "Oooo nek ngono sega saklawuhe arep digawa mulih" (Oooo kalau begitu nasi dan lauk akan dibawa pulang). Kata-kata ini membuat beberapa ibu kaget dan langsung menyajikan sayur dan lauk pauk di meja. Termos nasi juga dibukak. Bu Mumun membuka acara makan dengan doa. Dan semua, baik keluarga besar Pak Tukiman dan rombongan Relawan Novena Domus antri mengambil nasi, sayur dan lauk secara prasmanan. Kecuali piring gelas serta teh, semua makanan baik makanan kecil maupun besar dibawa oleh para relawan. Mereka saling berbagi kesediaan untuk menyiapkan bagian konsumsi. Hal inilah yang membuat Bu Tukiman ketika rombongan datang dan menyajikan snak berkata "Nyuwun pangapunten. Kula mboten napa-napa mergi Rm. Bambang pun ngendika 'Suk mung nyediani teh karo bala pecah wae lho'" (Maaf. Kami tidak menyediani apa-apa karena Rm. Bambang sudah memesan 'Besok hanya menyiapkan piring gelas dan teh saja, lho"). Sesudah doa penutup makan oleh Mbak Tatik, rombongan minta pamit pulang.

0 comments:

Post a Comment