Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Tuesday, November 6, 2018

Menjaga Kesadaran Hati Agar Waspada Berhati-hati


Pembicaraan yang terjadi dalam Novena Domus Pacis pada tahun 2018 mengajak kita untuk memiliki sikap HATI-HATI. Sekalipun untuk semua generasi sikap hati-hati merupakan keutamaan yang seharusnya dimiliki, bagi kaum lanjut usia (lansia) hal ini amat penting. Karena usianya kaum lansia pada umumnya mengalami keadaan rentan baik secara ragawi maupun jiwani. Bahkan dalam hidup keagamaan kaum lansia juga dapat mengalami permasalahan karena kelemahan untuk mengalami pengembangan ungkapan dan wujud hidup beragama. Dalam Novena Domus 2018 kita diajak untuk berhati-hati dalam hal: 1) agama dan penghayatan iman bersama Rm. Kendar dan Rm. Dwi Harsanto (Maret dan Oktober); 2) kesehatan bersama dokter Suharnadi dan dokter Kris Dinarti (April dan Juni); 3) pengalaman berhadapan dengan kaum lansia di panti bersama Br. Kontrad (Mei); 4) gencarnya iklan-iklan produksi bersama bapak Purwanto (Juli); 5) menghadapi berbagai berita hoaks dalam media sosial bersama Rm. Agoeng (Agustus); dan 6) keinginan-keinginan jiwani bersama bapak Supratiknya (September). Sikap hati-hati itu akan terjadi kalau kita mengalami kesadaran hati sehingga selalu éling lan waspada (berada dalam kesadaran hati).

1.     Berpegang pada Gereja

Rm. Dwi Harsanto mengingatkan kita bahwa untuk menghayati hidup dengan benar orang Kristiani harus melandaskan diri pada hidup Gereja. Dari berbagai penjelasan yang disampaikan oleh beliau, kita menghayati Gereja dalam kaitannya dengan Allah Tri Tunggal di tengah-tengah kehidupan kongkret. Untuk hal ini definisi Gereja yang terdapat dalam dokumen Konsili Vatikan II, yaitu Gaudium et Spes no. 1, bisa menjadi pegangan. Nyanyian berikut berisi kata-kata dari rumusan definisi tersebut:

GEREJA (GS 1)
         ___      ____    ____    ____    ____    ___    ____   ____    ____
? :    3   4 |   5    5    5    5    6    6    i    6 |  5   5   5    6   5  (5)   3     2 |
       Ge- re- ja    i  -  a - lah per-se-ku- tu- an orang-orang yang di
       Dibimbing o-leh Roh Ku-dus dalam zi- a- rah mereka me-nu-
       I ____  ___            ___                II  ___   ___        ___
        1    1  1   1    2    1   2 |  3 . 0 :?    1   1  1  1   2   3   2 |  1 . 0
         persatukan dalam Kristus.    2. ju  Kera-ja-an Ba  -  pa,
                             ____                                  ____
       6  |  5    5    4    4    2 |  3 . . 3 |  4    4    4    5    6 |  5 . 0
       dan te- lah me-ne- ri-ma      warta  ke- se - la-ma-tan
                                                       ___           ____
       6  |  5    5    4    2  |  3 . .  2   3 |  4    4    4    3    2 |  1 . 0 \
       un- tuk di-sampai-kan      ke-pa-da   se-mu- a   o-rang.

Dari satu sisi Gereja merupakan persekutuan orang-orang yang melandaskan hidup dalam Persekutuan Ilahi (Bapa, Putra, dan Roh Kudus). Kristus menjadi pemersatu. Dalam penghayatan perjalanan hidup di tengah dunia dalam perkembangan situasi hidup dan budaya setempat, Gereja dibimbing oleh Roh Kudus. Roh Kudus membimbing persekutuan orang-orang beriman dalam perjalanan menuju haribaan Bapa. Dari sisi lain kehidupan dalam Persekutuan Ilahi menyadarkan Gereja akan hidupnya sebagai buah warta keselamatan yang disampaikan oleh Tuhan Yesus Kristus. Dan sebagai murid Kristus Gereja harus mewartakan warta keselamatan atau damai sejahtera ilahi itu kepada siapapun yang dijumpai. Dengan demikian penghayatan akan Persekutuan Allah Tri Tunggal itu menjadikan Gereja sebagai persekutuan murid-murid Kristus yang misioner.  

2.     Menyadari Bimbingan Roh Kudus

Karya Roh Kudus ada dalam setiap orang sehingga setiap orang menjadi bait Roh. Kediaman Roh dalam masing-masing orang menjadi kurnia bawaan. Setiap orang mendapatkan karunia Roh untuk beriman kepada Kristus. Karena ada banyak orang maka ada aneka macam kurnia Roh. Dan semua itu bukan untuk kepentingan sendiri tetapi untuk kepentingan bersama. Dengan demikian karena setiap daya kemampuan disadari sebagai pencurahan Roh, para murid Kristus mengembangkan kebersamaan bagaikan wujud tubuh dimana Kristus menjadi kepala dan kita masing adalah anggota-anggota.

Bertapa untuk kesadaran hati

Orang-orang bijak dan yang mencari kekudusan, yaitu hidup dalam tuntunan kebaikan, akan mencari saat khusus untuk melakukan kegiatan yang disebut bertapa atau bersamadi. “Bertapa atau semedi adalah aktivitas mengheningkan diri supaya masuk ke dalam alam suwung yang hampa persepsi dan penuh dengan kedamaian.  Salah satu jenis bertapa yang terkenal adalah Tapa Brata. Tujuan dari tapa ini tak lain adalah mencapai kemurnian jiwa sehingga seperti seseorang lahir kembali menjadi bayi. Sedangkan jenis bertapa atau tentang bagaimana prosesnya ada banyak.” (https://www.lihat.co.id/misteri) Ada yang mengutarakan macam-macam tapa yang berjumlah 20:  tapa ngalong, tapa ngluwat, tapa bisu, tapa bolot, tapa ngidang, tapa ngramban, tapa ngambang, tapa ngeli, tapa tilem, tapa mutih, tapa mangan, tapa pati geni, tapa karsa, tanpa nafsu hewan, tapa dunya, tapa nyepi, tapa paningalan, tapa pamirengan, tapa gugur gunung, tapa nyambet gawe.

Bagi orang-orang yang memiliki kesibukan sehari-hari dan terserap dalam kesibukannya barang kali tapa gugur gunung dan tapa nyambet gawe dapat menjadi rujukan. “Tentu sering dengar istilah Gugur Gunung dalam bahasa Jawa. Ini jika dalam bahasa Indonesia diartikan turun gunung alias turun dari ketinggian. Artinya, seseorang mesti meletakkan jabatan atau takhtanya, untuk kembali membaur dengan masyarakat kecil. Belajar menjadi di bawah. .....  Jenis Bertapa Nyambet Gawe merupakan lanjutan dari Gugur Gunung. Istilahnya adalah Gugur Gunung Nyambet Gawe. Artinya, ketika seseorang sudah membaur di bawah. Maka ia diwajibkan untuk bekerja sebagaimana orang lain. Berbuat kebaikan dan jangan mengeluh. Tujuan dari Gugur Gunung Nyambet Gawe adalah supaya menjadi pribadi yang lebih welas asih dan bersyukur atas karunia yang Tuhan berikan. Serta untuk membuka pancaran karisma, supaya lebih sukses dalam hidup.” (idem)

Tapa ngramé

Barangkali tapa gugur gunung nyambet gawe sama dengan jenis kegiatan rohani yang disebut tapa ngramé. Salah satu sharing tentang tapa ngramé disampaikan oleh Mahatma Chryshna pada 3 Maret 2010Enam tahun yang lalu, aku mulai kuliah di Jakarta. Di awal kuliah, aku sowan ke rumah simbah cilik dan beliau berkata “le, luwih becik menawa kowe neng jakarta uga nggladi tapa ngrame. Kui luwih abot tinimbang tapa liyane. Katone urip bebrayat kaya adate, nanging iso ngrekasa lan wigati marang awakmu ing antarane wong rame.” Terjemahan bebas dari nasehat simbah cilik itu kurang lebih “lebih baik bertapa di tengah keramaian dunia ini, lebih menantang dan lebih dapat menemukan diri”. (http://mahatmaberkata-kata.blogspot.com) Dia juga berkata “Waktu untuk diri sendiri, tetap penting, di tengah ramai dunia. Tetapi, tapa ngrame bukan mengasingkan diri, tetapi menghadapi dan tinggal di dalamnya. Ini adalah kearifan lokal, khas Jawa yang melihat bahwa situasi dunia memang tak bisa dihindari. Langkah nyata dan konkret adalah tapa ngrame, mau menolong orang lain tanpa pamrih, menawarkan bantuan bagi mereka yang membutuhkan bantuan, semata untuk membersihkan diri. Bentuk lain adalah mendengarkan suara hati dan kemanusiaan.” 

3.     Tapa Ngramé Katolik: Sebuah Sharing

Dari sharing Mahatma Chryshna saya terkesan pada kata-kata “mendengarkan suara hati dan kemanusiaan.” Ada dua hal penting yang harus diperhatikan, yaitu suara hati dan kemanusiaan. Bagi saya ini adalah suara Roh Kudus yang ada di dalam relung hati dan situasi nyata dari yang kita hadapi.

Kesadaran hati

Di dalam bertapa orang akan berusaha membuka hati pada terang Roh untuk sungguh menghayati hidup beriman. Di dalam hidup Kristiani beriman adalah semakin mengikuti Tuhan dalam perkembangan situasi hidup dan budaya setempat. Beriman justru menjadi sikap terbuka pada situasi kongkret dan di situ berjuang semakin hidup sesuai dengan kehendak-Nya. Dalam hal ini kiranya tapa ngramé menjadi cara tepat untuk olah rohani bagi orang biasa yang bukan ahli hidup rohani.

Dalam tapa ngramé yang pertama-tama terjadi adalah keheningan hati. Dalam pengalaman saya hening hati terjadi ketika apapun yang masuk dalam indera jadi “bayangan”, entah sesaat entah beberapa saat, dan kemudian masuk dalam hati. Barangkali ini sejalan dengan model kerohanian spontan Bunda Maria kalau mengadapi kejadian kongkret. “Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya.” (Luk 2:19) Ada penyimpanan di hati dan ada renungan. Yang jadi pertama adalah penyimpanan dalam hati. Yang disimpan itu adalah yang masuk dalam benak, yang sadar atau tidak sadar telah menjadi “bayangan”. Kemampuan membayangkan ini, entah sesaat entah beberapa saat atau dengan lama tertentu, membuat orang mendapatkan yang dinamakan pengalaman. Dan memang hanya yang mampu punya “bayangan” yang masuk dalam hatilah yang akan menjadi sosok berpengalaman.

Buat lamunan iman

Secara praktis kegiatan batin membayang-bayangkan itu menjadi seperti lamunan. Tetapi ini adalah lamunan beriman. Dalam kesendirian benak dan  hati terisi bayangan-bayangan peristiwa baik yang terjadi di tengah kehidupan maupun dalam khasanah Gereja. Khasanah Gereja itu dapat berupa rumusan-rumusan Kitab Suci dan dapat pula rumusan-rumusan ajaran-ajaran serta tulisan-tulisan lain. Dari perjumpaan antara kehidupan kongkret dan yang ada dalam Gereja (mis. ayat-ayat Kitab Suci, isi khotbah, bacaan rohani), dari kedalaman batin saya seperti mendengar kata-kata luhur yang dapat menjadi kesadaran dan pegangan hidup baik. Dari sini saya juga disadarkan suara lain yang bisa menjadi penghambat.

Buah-buah spiritual

Dengan membiasakan diri menjalani lamunan iman sebagai bentuk tapa ngramé saya merasa ada dua macam buah kerohanian:
  • Dalam hubungan dengan yang dihadapi. Ada tiga keutamaan yang di dalam pandangan hidup Jawa menjadi amat penting. Pertama rila, yaitu dapat membiarkan yang dihadapi berada sesuai adanya. Kedua nrima, makin mampu menerima keadaan yang dihadapi. Dan yang ketiga adalah sabar. Ini adalah sikap toleran yang membuat orang mampu ada bersama dengan yang berbeda dan bahkan berlawanan.
  • Dalam hubungan dengan Tuhan. Orang mengikuti Tuhan selalu dalam kehidupan kongkret. Di tengah-tengah situasi dan kondisi kongkret orang beriman Kristiani akan semakin mengikuti Tuhan Yesus Kristus. Di sini kita akan semakin bisa terlibat dalam tritugas Kristus. Tugas pertama adalah menyucikan. Kita akan makin mempersembahkan segalanya kepada Tuhan sehingga segalanya dihayati sebagai karya Roh Kudus. Tugas kedua adalah mengajar. Kita makin berani berpegang teguh pada kebenaran dan keadilan. Terhadap yang sudah baik kita ikut meneguhkan. Terhadap yang salah kita berani menegur. Yang ketiga adalah tugas mengelola. Ini terkait dengan tatanan hidup demi kebaikan. Semakin beriman kita akan makin mampu mengatur diri dan makin ikut menjaga keteraturan bersama baik dalam rumah, dalam pergaulan dan mungkin juga dalam tugas kewajiban masing-masing.


Puren, 27 Oktober 2018

D BAMBANG SUTRISNO, PR.

0 comments:

Post a Comment