Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Wednesday, November 7, 2018

Sejarah Dupa dan Mengapa Digunakan Saat Misa

diambil dari https://terangiman.com/2018/10/19 via FB Stanley Prabowo dan T Purnomo
Oleh Larry Peterson


Elemen wawangian dari warisan Katolik kita ini sudah ada berabad-abad sebelum kelahiran Kristus. Bagi saya ada “sesuatu” dari wawangian yang berasal dari dupa yang baru dibakar itu yang mengisi ruangan gereja dan mengangkat semangat rohani kita. Nah dari mana dupa itu berasal dan mengapa kita menggunakannya?
Penggunaan dupa dalam peribadatan keagamaan dimulai lebih dari 2.000 tahun sebelum Kekristenan lahir. Penggunaan dupa di Tiongkok dicatat sebelum tahun 2.000 Sebelum Masehi. Perdagangan dupa dan rempah-rempah adalah faktor ekonomi utama antara Barat dan Timur, ketika karavan (kendaraan berbentuk gerobak yang ditarik oleh binatang –red.) berkelana di Rute Dupa Timur Tengah dari Yaman melalui Arab Saudi. Rute ini berakhir di Israel dan di sinilah dupa diperkenalkan kepada Kerajaan Romawi.
Agama-agama di dunia barat sudah lama menggunakan dupa dalam upacara-upacara mereka. Dupa tercatat dalam Talmud dan disebutkan dalam Alkitab sebanyak 170 kali (seringkali dengan istilah ukupan –red.). Contohnya dalam Keluaran 30:1 yang berbunyi:
“Haruslah kaubuat mezbah, tempat pembakaran ukupan; haruslah kaubuat itu dari kayu penaga … “
Penggunaan dupa dalam ibadat umat Yahudi berlangsung lama bahkan setelah awal mula Kekristenan dan yang menjadi pengaruh yang pasti dalam penggunaan dupa dalam perayaan liturgis Gereja Katolik. Gereja melihat bahwa pembakaran dupa sebagai gambaran doa-doa umat beriman yang naik ke Surga. Simbolisme ini disebutkan dalam Mazmur 141:2 yang berbunyi:
“Biarlah doaku adalah bagi-Mu seperti persembahan ukupan, dan tanganku yang terangkat seperti persembahan korban pada waktu petang.”
Tidak ada rentang waktu yang pasti yang tercatat untuk mengetahui kapan dupa diperkenalkan dalam ibadat keagamaan Gereja. Tidak juga ada bukti untuk membuktikan bahwa penggunaan dupa selama empat abad pertama Gereja. Namun ada referensi bahwa dupa digunakan dalam Perjanjian Baru. Lukas, di awal Injilnya, berbicara tentang kelahiran Yohanes Pembaptis, dia menuliskan demikian:
Sementara itu seluruh umat berkumpul di luar dan sembahyang. Waktu itu adalah waktu pembakaran ukupan. Maka tampaklah kepada Zakharia seorang malaikat Tuhan berdiri di sebelah kanan mezbah pembakaran ukupan. Melihat hal itu ia terkejut dan menjadi takut. (Luk 1:10-12)
Dupa bersifat sakramental, digunakan untuk menguduskan, memberkati, dan memuliakan. Asap dupa adalah simbol dari misteri Allah sendiri. Ketika asap dupa naik, gambaran dan wewangian menunjukkan manisnya kehadiran Tuhan kita dan memperkuat makna Misa yang menghubungkan Surga dan Bumi, yang berakhir di hadirat Allah.
Asap juga melambangkan iman yang kuat yang seharusnya memenuhi kita semua dan wawangian mewakili kebajikan Kristen.
Dalam PUMR (Pedoman Umum Misale Romawi) memperbolehkan penggunaan dupa pada beberapa waktu dalam Misa. Ketika sesuatu didupai, wiruk (pedupaan) diayunkan tiga kali, yang mewakili Tiga Pribadi dalam Tritunggal Mahakudus.
Ada beberapa waktu penggunaan dupa dalam Misa
  • Ketika prosesi masuk.
  • Permulaan Misa untuk mendupai altar dan salib.
  • Permulaan bacaan Injil.
  • Setelah roti dan piala ditempatkan di altar untuk mendupai persembahan, salib, altar, imam, dan akhirnya umat.
  • Setelah Tubuh Kristus dikonsekrasi dan Tubuh Kristus diangkat dan setelah Darah Kristus dikonsekrasi dan Darah Kristus diangkat. (tambahan dari TerangIman.com)
Selain itu, dupa digunakan pada upacara pemakaman baik dalam gereja, di peti mati dan di tempat pemakaman. Dupa juga digunakan pada Kamis Putih saat Sakramen Mahakudus ditahtakan dalam masa hening. Dan pada Malam Paskah, lima butir dupa ditusukkan dalam Lilin Paskah.
Akhirnya mari kita lihat Kitab Wahyu 8:3-4:
Maka datanglah seorang malaikat lain, dan ia pergi berdiri dekat mezbah dengan sebuah pedupaan emas. Dan kepadanya diberikan banyak kemenyan untuk dipersembahkannya bersama-sama dengan doa semua orang kudus di atas mezbah emas di hadapan takhta itu. Maka naiklah asap kemenyan bersama-sama dengan doa orang-orang kudus itu dari tangan malaikat itu ke hadapan Allah.
Betul sekali, penggunaan dupa itu sangat berakar dalam warisan Katolik kita.

0 comments:

Post a Comment