Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Wednesday, November 6, 2019

Hal yang Harus Dilakukan jika Orangtua Mengalami "Post Power Syndrome"



Ilustrasi(Shutterstock)

Penulis Lily Turangan | EditorBestari Kumala Dewi 

KOMPAS.com - Banyak orang mengalami beberapa masalah mental saat memasuki masa pensiun (antara 55-60 tahun). Stres, depresi, tidak bahagia, merasa kehilangan harga diri dan kehormatan, serta sering mengeluh tentang tak enaknya masa pensiun. Dalam istilah medis, hal ini disebut dengan post power syndrome. 

Post power syndrome adalah sebuah gejala psikologis yang terjadi setelah seseorang berhenti atau keluar dari jabatan atau kekuasaan mereka. 

Menurut Diantini Ida Viatrie, S.Psi, M.Si, dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang, tidak semua orang tua mengalami PPS. 

PPS biasanya terjadi pada seorang pejabat yang telah habis masa tugasnya atau pensiun. Perilaku ini terjadi karena sebelumnya dia dihormati dan disegani, kemudian dengan cepat kehormatan dan kekuasaannya hilang dan dianggap tidak memiliki wewenang lagi. 

Orang dengan PPS tinggal dalam bayang-bayang kebesaran masa lalu (dapat menjadi istilah, karir, kepemimpinan, kecerdasan, atau hal-hal lain), dan belum mampu menerima kenyataan yang ada saat ini sehingga menimbulkan gejala di bawah ini: 

Gangguan fisik: tampak lebih tua, sakit-sakitan. 

Gangguan emosi: iritabilitas, cenderung menarik diri dari lingkungan. 

Gangguan perilaku: Senang berbicara tentang kehebatan dia pada masa lalu, senang menyerang pendapat orang, tidak mau kalah, dan menunjukkan kemarahan baik di rumah dan di tempat-tempat umum. 

Bagaimana cara mencegahnya? 

Ada beberapa saran psikologis untuk menghindari diri dari post-power syndrome: 

1. Pada saat atau sebelum menjabat, harus menyadari bahwa segala sesuatu adalah karunia dari Allah, termasuk kekuasaan dan jabatan.

2. Tidak ada kekuasaan yang permanen, sehingga setiap orang harus mempersiapkan diri dalam saat kekuasaan itu sudah tidak ada lagi. 

3. Selalu menyadari bahwa tujuan kekuasaan yang utama bukan untuk dihormati sebagai atasan oleh orang lain, tapi bagaimana bisa berbuat lebih banyak untuk kesejahteraan orang lain. 

Saran untuk anggota keluarga 

Hal pertama yang perlu dilakukan adalah pemahaman bahwa penderita tidak menyadari gejala yang dia alami. Kedua, Anda harus belajar untuk menerima mereka dan tidak menanggapi kemarahannya dengan kemarahan juga. 

Ketiga, disarankan agar orangtua dengan PPS didorong bahwa memiliki berbagai kegiatan untuk menyalurkan emosi negatif atau ketidakpuasan hidupnya secara lebih konstruktif. 

"Menjadikan lansia kita tetap sehat dan bahagia itu sebetulnya sederhana. Biarkan mereka tetap bekerja sesuai dengan kemampuannya. Jangan dilarang-larang hanya karena mereka sudah tua. Jadi, masalah-masalah mental lansia itu dapat dikurangi atau disembuhkan dengan tetap membuat mereka aktif, sesuai kemampuannya, membuat mereka tetap bersosialisasi bersama sesamanya," kata Diantini. 

Diantini juga menyarankan, agar anggota keluarga membuat orang tua dengan PPS merasa bahagia dengan menjadi dirinya sendiri. 

Berikan penghargaan atas pengalamannya yang tentu lebih banyak, karena memang sudah lebih tua. Sebab, pada dasarnya penghargaan dan penghormatan itu kebutuhan hakiki semua manusia, di usia berapapun, termasuk untuk para lansia seperti orangtua Anda.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hal yang Harus Dilakukan jika Orangtua Mengalami "Post Power Syndrome"", https://sains.kompas.com/read/2016/06/10/204100923/hal.yang.harus.dilakukan.jika.orangtua.mengalami.post.power.syndrome.?page=2.
Penulis : Lily Turangan

0 comments:

Post a Comment