Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Tuesday, January 8, 2019

Santo Laurensius Giustiniani

diambil dari katakombe.org/para-kudus Hits4405 Diterbitkan16 Agustus 2013 Diperbaharui29 Oktober 2017

  • Perayaan
    8 Januari
    05 September (General Roman Calendar 1690-1969)
  • Lahir
    1 September 1381
  • Kota asal
    Venice - Italy
  • Wafat
    08 January 1455 | Sebab alamiah
  • Beatifikasi
    -
  • Kanonisasi
    16 Oktober 1690 oleh Paus Alexander VIII Sumber : Katakombe.Org

Laurensius dilahirkan di Venice, Italia, pada tahun 1381 dalam sebuah keluarga bangsawan. Sejak kecil Laurensius selalu mengatakan kepada ibunya bahwa ia ingin menjadi seorang kudus seperti leluhurnya Nicolo Giustiniani.
Ketika usianya sembilanbelas tahun, Laurensius merasa bahwa ia harus melayani Tuhan dengan suatu cara yang istimewa. Ia meminta nasehat kepada pamannya, seorang imam yang kudus “Apakah kamu memiliki keberanian untuk meninggalkan kesenangan duniawi dan menghabiskan hidupmu dalam biara dengan melakukan silih?” tanya pamannya. Cukup lama Laurensius tidak menjawab. Kemudian ia menatap salib dan berkata, “Engkau, oh Tuhan, adalah harapanku. Dalam Salib ada ketenteraman serta kekuatan.”

Ibunya menginginkannya untuk menikah, tetapi Laurensius lebih memilih hidup religius dan bergabung Komunitas St. Agustinus. Tugas pertamanya sebagai seorang biarawan Agustin sangat berat. Ia diminta untuk pergi ke kotanya dan meminta-minta sumbangan bagi biaranya. Ini mungkin juga sebuah ujian yang sengaja diberikan oleh para pemimpin biara bagi putra bangsawan ini.  Laurensius tanpa ragu-ragu pergi ke kota untuk mengemis. Ia tahu bahwa derma uang ataupun barang akan berguna bagi karya Tuhan. Ia bahkan mengetuk pintu rumahnya sendiri dan meminta derma.
Ibunya dengan berlinang airmata membujuknya untuk meninggalkan biara. Tapi karena Laurensius dengan tegas menolak maka sang ibu kemudian berusaha mengisi kantongnya dengan banyak uang dan makanan agar anaknya dapat segera pulang ke biaranya dan tidak perlu mengemis lagi. Laurensius hanya menerima uang secukupnya dan dua potong roti, lalu pergi ke rumah sebelah untuk meminta derma lagi. Dengan demikian, ia belajar bagaimana mengikis egonya dan mempraktekkan penyangkalan diri. Imannya semakin tumbuh dalam kasihnya kepada Tuhan.

Suatu hari seorang sahabatnya datang membujuk Lorenzo untuk meninggalkan kehidupan di biara. Laurensius dengan indahnya menjelaskan kepada temannya itu tentang betapa singkatnya hidup ini dan betapa bijaksananya untuk melewatkan hidup demi kerajaan surga. Temannya amat terkesan dan malah terdorong untuk menjadi seorang biarawan juga.
Di kemudian hari Laurensius diangkat menjadi Uskup, meskipun ia sendiri kurang senang akan hal itu. Umatnya menyambut dengan gembira  karena mengetahui bahwa uskup baru mereka adalah biarawan pengemis yang sehari - hari meminta derma pada mereka.  Hati uskup Laurensius yang lembut dan kudus membuat orang berbondong-bondong datang kepadanya setiap hari untuk memohon pertolongannya.
Menjelang ajalnya, St. Laurensius menolak berbaring di tempat tidur yang nyaman. “Tidak boleh demikian!” serunya dengan rendah hati. “Tuhanku terentang di kayu yang keras serta menyakitkan.”
San Lorenzo Giustiniani wafat pada tahun 1455.
 Sumber : Katakombe.Org

0 comments:

Post a Comment