Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Friday, May 30, 2014

SURAT ENSIKLIK TERANG IMAN (9)

Berikut ini adalah terjemahan yang tidak resmi (unofficial translation) dari ensiklik Paus Fransiskus yang berjudul Lumen Fidei (Terang Iman). Jika anda ingin mengutip terjemahan ensiklik ini, mohon mencantumkan www.katolisitas.org sebagai sumbernya, sehingga kalau ada masukan dapat diberitahukan kepada kami.
AN  UNOFFICIAL INDONESIAN TRANSLATION OF THE ENCYCLICAL LUMEN FIDEI (The Light of Faith)
@COPYRIGHT 2014 – KATOLISITAS


Surat Ensiklik
TERANG IMAN

dari Sri Paus
FRANSISKUS
Kepada Para Uskup Imam dan Diakon
Kaum Religius dan Umat Awam
Tentang IMAN



Pengetahuan kebenaran dan kasih

26. Ini menjadi masalahnya, dapatkah iman Kristiani memberikan sebuah pelayanan untuk kepentingan bersama berkaitan dengan cara yang benar untuk memahami kebenaran? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu merenungkan jenis pengetahuan yang terlibat dalam iman. Berikut sebuah perkataan Santo Paulus yang dapat membantu kita: “Seseorang percaya dengan hatinya” (Rom 10:10). Dalam Alkitab, hati adalah inti dari pribadi manusia itu, di mana semua dimensinya yang berbeda bersinggungan: tubuh dan jiwa, interioritas dan keterbukaan terhadap dunia dan orang lain, kecerdasan, kemauan dan ungkapan kasih. Jika hati mampu memegang semua dimensi ini bersama-sama, itu adalah karena kita menjadi terbuka kepada kebenaran dan kasih, di mana kita membiarkan keduanya menyentuh kita dan dengan mendalam mengubah kita. Iman mengubah keseluruhan pribadi seseorang tepatnya dalam artian bahwa ia menjadi terbuka terhadap kasih. Melalui perpaduan iman dan kasih ini kita dapat melihat jenis pengetahuan yang dibawa oleh iman, kekuatannya untuk meyakinkan dan kemampuannya untuk menerangi langkah-langkah kita. Iman mengetahui, karena iman terikat kepada kasih, sebab kasih itu sendiri membawa pencerahan. Pengertian iman lahir ketika kita menerima cinta kasih Allah yang begitu besar yang mengubah kita dari dalam dan memungkinkan kita untuk melihat realitas dengan mata yang baru.

27. Penjelasan tentang hubungan antara iman dan kepastian yang diajukan oleh filsuf Ludwig Wittgenstein cukup dikenal dengan baik. Bagi Wittgenstein, percaya dapat dibandingkan dengan pengalaman jatuh cinta: itu adalah sesuatu yang subjektif yang tidak dapat diusulkan sebagai sebuah kebenaran yang valid bagi semua orang.[19] Memang, kebanyakan orang dewasa ini tidak akan menganggap cinta kasih berhubungan dengan kebenaran dalam cara apapun. Cinta kasih dipandang sebagai pengalaman yang diasosiasikan dengan dunia emosi sesaat, tidak lagi dengan kebenaran.

Tapi apakah ini adalah sebuah penjabaran yang memadai tentang kasih? Kasih tidak dapat direduksi menjadi sebuah emosi yang singkat. Benar, kasih terkait dengan pengaruh emosi kita, tetapi untuk membukanya kepada orang yang dikasihi dan dengan demikian menjadi pemicu jalur yang menjauh dari keterpusatan kepada diri sendiri dan mengarah kepada orang lain, dalam upaya untuk membangun sebuah hubungan yang abadi; kasih bertujuan kepada persatuan dengan sang kekasih. Di sini kita mulai melihat bagaimana kasih mensyaratkan kebenaran. Hanya dalam artian bahwa kasih didasarkan pada kebenaran, kasih dapat bertahan dari waktu ke waktu, dan dapat melampaui saat yang bergulir dan menjadi cukup kuat untuk menopang sebuah perjalanan bersama. Jika kasih tidak terikat pada kebenaran, ia menjadi korban emosi-emosi yang berubah-ubah dan tidak dapat bertahan dalam ujian waktu. Kasih sejati, di sisi lain, menyatukan semua elemen pribadi kita dan menjadi sebuah terang baru yang menunjukkan jalan kepada sebuah kehidupan yang besar dan lengkap. Tanpa kebenaran, kasih tidak mampu membentuk sebuah ikatan kuat; ia tidak dapat membebaskan ego kita yang terisolasi atau membebaskannya dari momen yang cepat berlalu, agar menciptakan kehidupan dan menghasilkan buah.

Jika kasih membutuhkan kebenaran, kebenaran juga membutuhkan kasih. Kasih dan kebenaran tidak dapat dipisahkan. Tanpa kasih, kebenaran menjadi dingin, impersonal (bukan bersifat pribadi) dan menindas kehidupan manusia sehari- hari. Kebenaran yang kita cari, kebenaran yang memberikan makna pada perjalanan kita sepanjang kehidupan, menerangi kita setiap kali kita disentuh oleh kasih. Seseorang yang mengasihi menyadari bahwa kasih adalah sebuah pengalaman akan kebenaran, bahwa kasih membuka mata kita untuk melihat realitas dengan cara yang baru, dalam persatuan dengan sang kekasih. Dalam pengertian ini, Santo Gregorius Agung dapat menulis bahwa “amor ipse notitia est“, kasih itu sendiri adalah sejenis pengetahuan yang dimiliki logikanya sendiri.[20] Ini merupakan sebuah cara relasional yang memandang dunia, yang kemudian menjadi sebuah bentuk pengetahuan bersama, visi melalui mata orang lain dan sebuah visi bersama dari semua yang ada. Santo William dari Thierry, pada abad pertengahan, mengikuti tradisi ini ketika dia memberikan komentar pada ayat Kidung Agung di mana sang kekasih berkata kepada kekasihnya, “Matamu bagaikan merpati” (Kid 1:15).[21] Dua mata itu, kata William, adalah akal budi dan kasih yang dipenuhi oleh iman, yang kemudian menjadi satu dalam pendekatan kepada kontemplasi Allah, ketika pemahaman kita menjadi “sebuah pemahaman tentang kasih yang dicerahkan [oleh pandangan pengetahuan dan spiritual]“.[22]

28. Penemuan kasih ini sebagai sumber ilmu pengetahuan, yang merupakan bagian dari pengalaman primordial [terdapat sejak awal mula dahulu]dari setiap pria dan wanita, menemukan ekspresi otoritatif dalam pemahaman tentang iman secara alkitabiah. Dalam menikmati kasih yang dengannya Allah telah memilih mereka dan membuat mereka menjadi sebuah bangsa, Israel sampai pada pemahaman tentang keseluruhan kesatuan rencana ilahi itu. Pengetahuan iman, karena lahir dari kasih perjanjian Allah, adalah pengetahuan yang menerangi sebuah jalan dalam sejarah. Itulah sebabnya, dalam Alkitab, kebenaran dan kesetiaan berjalan bersama-sama: Allah yang benar adalah Allah kesetiaan yang menepati janji-janji-Nya dan membuatnya mungkin, tepat pada waktunya, sebuah pemahaman yang lebih dalam akan rencana-Nya. Melalui pengalaman para nabi, dalam kepedihan hati dari pengasingan dan dengan pengharapan akan kembalinya ke kota suci secara pasti, Israel sampai pada penglihatan bahwa “kebenaran” ilahi ini telah melampaui batas-batas sejarah bangsa itu sendiri, untuk merangkul keseluruhan sejarah dunia, yang dimulai dengan penciptaan. Pengetahuan- iman tidak hanya memperjelas nasib dari satu bangsa tertentu, tetapi seluruh sejarah dari dunia yang diciptakan, dari asal-usulnya sampai kepada penyempurnaannya.

0 comments:

Post a Comment