Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Tuesday, May 23, 2017

ULASAN INJIL HARI RAYA KENAIKAN TUHAN Tahun A 29 Mei 2014 (Mat 28:16-20)

diambil dari Fans of Iman Katolik 29 Mei 2014 dalam https://www.facebook.com/Katolisisme
ilustrasi dari album Blog Domus


Pada Hari Raya Kenaikan Tuhan tahun A ini dibacakan Mat 28:16-20. Diceritakan, pada waktu itu para murid sudah berada di Galilea mengikuti petunjuk Yesus yang disampaikan lewat Maria Magdalena dan Maria yang lain bahwa di Galilea-lah murid-murid akan melihat Dia (28:10). Disampaikan dua hal kepada mereka. Pertama yaitu bahwa kepada-Nya telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi, dan kedua, kini Ia memberi pengutusan baru kepada para murid. Seiring dengan ini akan didalami warta Kis 1:1-11 mengenai apa itu “berkesaksian”.

MENYEMBAH DIA YANG BERKUASA DI SURGA DAN DI BUMI

Ketika melihat Yesus di bukit di Galilea tadi, ada di antara para murid yang segera mengenali-Nya, tapi ada pula yang ragu-ragu apakah Dia itu sama dengan Dia yang mereka kenal sejak lama. Yesus kemudian berkata bahwa kepada-Nya telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi (Mat 28:18). Perkataan ini mengingatkan Dan 7:13 yang menyebutkan datangnya sosok yang berujud manusia (“mirip Anak Manusia”) menghadap Allah yang Abadi (“Yang Lanjut Usia”) untuk menerima kuasa dan kemuliaan. Kini murid-murid mengalami kenyataan ayat itu dan mengerti bahwa mereka dapat ikut hidup dalam dua kawasan. Mereka tetap berada di muka bumi, walaupun mereka juga murid dari dia yang kini telah memasuki keabadian dan tetap berhubungan dengan dia. Kenyataan ini akan terus berlangsung bila mereka mau berbagi keberuntungan tadi dengan banyak orang lain yang belum sempat menjadi murid Yesus semasa hidup-Nya.

Di situlah letak penugasan yang diberikan Yesus ketika mengutus murid-murid-Nya kepada siapa saja. Dengan merayakan Kenaikan Tuhan, kaum beriman ikut “menyembah” Yesus bersama para murid yang ada di bukit di Galilea itu (Mat 28:17) dan bersama para perempuan yang sudah mendapati Dia yang telah bangkit (Mat 28:9). Yang dimaksud Matius dengan “menyembah” ialah mengakui kebesaran yang sungguh meski tidak langsung tampak. Kebesaran ini bisa dialami dan diselami. Kemampuan manusia menyadari kehadiran yang sakral, yang keramat, yang bukan hanya dari dunia ini menjadi jalan mengenali Dia yang sudah bangkit dan kini akan sepenuhnya memasuki kebesaran-Nya. Bagi Matius, kemampuan serta kepekaan “menyembah” ini membawakan hidup baru dalam diri para murid. Kristus yang telah bangkit ini akan naik ke surga dan memasuki kemuliaan-Nya. Berarti juga Ia akan kurang tampak di bumi. Tetapi mereka yang bisa “menyembah”-Nya akan tetap dapat melihat-Nya. Mereka bahkan akan membuat-Nya kelihatan bagi orang lain. Bagi mereka, kata-kata bahwa Ia mendapat kuasa di surga dan di bumi makin nyata. Murid-murid, siapa saja, diperbolehkan menjadi tempat Dia yang bangkit itu bisa menampakkan kuasa-Nya di bumi – dengan cara yang tak terbayangkan sebelumnya. Ini Kabar Gembira yang disampaikan Matius pada akhir Injilnya!

PENGUTUSAN: MENGAJAR DAN MEMBAPTIS

Tafsiran penugasan Yesus kepada para murid dalam Mat 28:18 itu tetap mengusik saya. Maka saya tanyakan beberapa hal kepada Matt sendiri.

GUS: Matt, nih mau tanya mengenai yang kausampaikan dalam bacaan hari ini. Gini lho, pada pertengahan bukumu, kautuliskan kata-kata Yesus ketika menugasi murid-murid-Nya, “Jangan engkau menyimpang ke jalan bangsa lain atau masuk ke dalam kota orang Samaria, melainkan pergilah ke domba-domba yang hilang dari umat Israel” (Mat 10:5-6). Jadi para murid diutus hanya kepada orang Yahudi saja. Lha kok sekarang pada bagian akhir kauceritakan Yesus mengutus murid-murid-Nya yang sebelas itu, “...jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka!” (Mat 28:19). Mana yang benar?
MATT: Jangan dicampur aduk. Dalam Mat 10:5-6 itu murid-murid ditugasi Sang Guru yang waktu itu berjalan dari kota ke kota. Tapi pada akhir Injil para murid berada bersama dengan Yesus yang telah bangkit. Ia sudah masuk dalam kawasan yang lebih luas, bahkan melingkupi surga juga. Sebelum menugasi murid-murid pergi ke semua bangsa, Ia sendiri mengatakan, “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi” (Mat 28:18).
Keberadaan-Nya kini mengatasi ruang dan waktu. Murid-murid diminta agar membuat kebangkitan dimengerti kepada siapa saja. Diterima atau tidak soal lain. Tidak juga digariskan caranya begini atau begitu. Mesti dicari dan dikembangkan. Dikomunikasikan.
GUS: Lho! Kan kautulis sendiri “dan baptislah”? Ya kan?
MATT: Kabar Gembira sebaiknya juga dibaca dengan kegembiraan, dengan batin leluasa, jangan dengan waswas.
GUS: Kok makin aneh omongannya nih. Tapi kalau benar tangkapanku, maksudnya kan agar pembaca dapat menyelami kemerdekaan batin para murid tadi. Mereka kini diutus untuk berbagi keleluasaan tadi dengan siapa saja. Bukan hanya dengan yang dulu jadi umat terpilih tapi kemudian malah menolak. Kini semua “bangsa” – maksudnya mereka yang tak masuk hitungan tadi kini diajak ikut serta. Inikah arti menjadikan mereka murid?
MATT: Begitulah!

SUMBER PEWARTAAN: YESUS KRISTUS

Karena belum puas dengan pembicaraan seputar pengutusan untuk mengajar dan membaptis itu, saya kembali menemui Matt dan membicarakan beberapa perkara yang berhubungan dengan zaman ini.

GUS: Kalau demikian, apa bisa perintah terakhir Yesus dalam ayat 19 itu dimengerti sebagai perintah untuk memperlakukan siapa saja sebagai sesama murid? Kalau benar lalu bagaimana penjelasan tentang membaptis yang juga disebut di situ?
MATT: Para murid sudah lama membaptis orang. Tapi kini mereka membaptis untuk membuat orang makin dapat berbagi kehidupan dengan Dia yang sudah bangkit itu. Itulah maksudnya dipakai tiga sebutan: Bapa, yakni Yang Mahakuasa yang diperkenalkan oleh Yesus Putra-Nya, Guru yang telah bangkit itu, dan Roh-Nya tetap menyertai kami setelah ia naik ke surga.
GUS: Apa waktu itu kalian sendiri juga berpikiran demikian?
MATT: Kawan kita Luc kan bilang, tuh dalam bacaan pertama, bahwa para murid akan jadi saksi-saksi Yesus di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi (Kis 1:8). Bisa digarisbawahi gagasan “jadi saksi”. Ini sama dengan yang kumaksud dengan “Perlakukan semua bangsa sebagai murid” (Mat 28:19).
GUS: Jadi tindakan “membaptis” itu mulai dengan menerima siapa saja sebagai sesama murid sang guru?
MATT: Nah, baru mulai ngerti nih!
GUS: Kalau gitu bisa digambarkan murid-murid dulu dan murid baru yang dari semua bangsa itu sama-sama memandangi Yesus. Jadi bukan semua bangsa itu dibayangkan menerima limpahan dari murid-murid awal tadi.
MATT: Persis. Begitu barulah eklesiologi kalian bisa dibilang berpusat pada Kristus, eh, kristosentrik, gitu kan?
GUS: Okay deh, itu teologinya. Tapi kenyataannya di masyarakat waktu itu apa? Tidak ada gesekan dan kesulitan dengan kelompok-kelompok lain? Tidak ada masalah dengan agama lain?
MATT: Ini lebih masalah zaman generasi-generasi berikutnya. Kami dulu di masyarakat hidup berdampingan dengan banyak orang Yahudi yang menghayati tradisi mereka dengan sungguh. Kami juga hidup di tengah-tengah masyarakat dengan budaya kosmopolit, orang-orang warga Roma yang beralam pikiran Yunani. Banyak dari kedua kalangan itu mau bergabung dengan kami. Pada saat-saat tertentu kami adakan upacara inisiasi baptisan bagi mereka. Inilah asal komunitas yang disebut Gereja. Dan kalimat yang berisi perintah mengajar dan membaptis semua bangsa dalam Mat 28:19 itu dirumuskan kembali atas dasar kenyataan hidup Gereja yang sudah mulai ada itu.
GUS: Wah, wah, mbok jadi dosen sejarah Gereja di seminari daripada cuma diingat jadi penulis Injil!

MENJADI “SAKSI-SAKSI-KU” (Kis 1:8)

Dalam bacaan pertama (Kis 1:1-11) dikisahkan peristiwa kenaikan Yesus ke surga. Ketika para murid sedang menatap langit melihat Yesus terangkat ke surga, tiba-tiba berdirilah dua orang yang berpakaian putih yang mengatakan kepada murid-murid bahwa Yesus akan datang kembali dengan cara seperti yang mereka lihat ketika Ia naik ke surga. Maksudnya, Dia yang kini telah memasuki dunia ilahi itu satu ketika nanti akan datang kembali dengan cara yang sama. Dan tenggang waktu antara kenaikan dan kedatangan-Nya kembali ialah zaman bagi siapa saja untuk belajar mengenali kehadiran-Nya dan mengakui-Nya, atau menurut Injil Matius, ikut “menyembah-Nya” serta menjadi “saksi-saksi-Nya” di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi (Kis 1:8). Dengan demikian semakin banyak orang mengerti apa itu dan bagaimana keilahian bisa menyertai manusia di dunia. Upaya ini dapat akan lambat laun mengujudkan apa itu “Ia datang kembali”. Bisa dikatakan bahwa kedatangan-Nya kembali itu sejalan dengan pengertian manusia akan kehadiran-Nya. Tugas para murid ialah menunjukkan kehadiran ini dan membuat banyak orang memahami serta menghormati kehadiran ini. Dalam banyak hal boleh dikatakan bahwa kita yang percaya akan Dia ikut membuat-Nya datang kembali dengan cara sama seperti para murid dulu melihat Ia terangkat ke surga dan menerima pengutusan dari-Nya.

Salam hangat,
Romo Agustinus Gianto, SJ
~Dv

0 comments:

Post a Comment