Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Saturday, May 25, 2013

DAYA KELEMAHAN RAMA YADI

Pagi ini, Minggu 26 Mei 2013, dalam meja makan Rama Yadi dengan bersemangat berceritera tentang pengalaman ziarah ke Gua Maria Nusakambangan kemarin tanggal 25 Mei 2013. Beliau memberikan gambaran perjalanan yang cukup panjang dan tidak mudah. Dari sekolah SMA Yos Sudarso Cilacap rombongan membutuhkan waktu 2 jam untuk mencapai pantai dengan kapal-kapal transportase pergi ke dan pulang dari Nusakambangan. Perjalanan menyeberang lautan yang besar arusnya yang berdeburan datang pergi dengan arah bermacam-macam membuat perahu selalu oleng bergoyang-goyang. Rombongan penumpang berteriak-teriak ketakutan sementara Rama Yadi duduk tenang karena sudah cukup memendam pengalaman ketika dahulu menjadi kelasi sebelum menjadi guru selepas keluar dari Bruder Budi Mulia. Sesampai di Nusakambangan, kata Rama Yadi, banyak tukang ojek dengan motornya berduyun-duyun berdatangan. Tukang-tukang ojek ini saling bertoleransi satu sama lain dan tidak bersaing. Mereka tidak memberikan tarif sehingga menerima uang sesuai kerelaan hati penumpang. Jalan menuju gua sempit, terjal dan amat susah. Rama Yadi kadang-kadang minta turun dan tukang ojek mendahului dengan motornya menaiki jalanan yang menanjak. Kemudian tukang ojek turun menjemput Rama dan membantu berjalan naik menuju motor. Banyak anak setempat ikut berada di gua mengharapkan pemberian uang tetapi tidak mengganggu bahkan ikut mendengarkan misa yang dipimpin oleh Rama Yadi. Kebetulan ada rombongan lain dari Jakarta yang datang kemudian sesudah rombongan dari Lingkungan Jambusari, Paroki Minomartani yang didampingi Rama Yadi. Maka rombongan Minomartani menunda jam misa menunggu kedatangan rombongan Jakarta yang juga amat mengharapkan misa. Tentang gua, kata Rama Yadi, di situ amat penuh dengan stalaktit. Gambaran Bunda Maria muncul dari kelompok stalaktit yang membentuk diri seperti seorang perempuan dengan pakaian panjang. Bahkan ada kelompok stalaktit biasa tetapi kalau difoto menghasilkan gambar seperti wajah Tuhan Yesus yang menangis. Ketika Rama Bambang bertanya bila dibandingan dengan Gua Maria Tritis di Gunung Kidul, Gua Maria Nusakambangan dengan berbagai stalaktitnya jauh lebih indah. Rama Yadi mengungkapkan keindahan Gua Mari Nusakambangan dengan mengacungkan jempolnya. Ternyata gua di Nusakambangan adalah milik kehakiman. Jalan tidak boleh dibuat enak dan mulus untuk menjaga keamanan Nusakambangan dari kemungkinan pelarian dari penjara. Kata Rama Yadi, ketika ada usulan agar Keuskupan Purwokerto memperbaikan bangunan, Uskup menolak karena itu bukan milik Gereja Katolik.

Rama Yadi bilang "Memang capek sekali, tetapi menggembirakan." Tetapi yang membuat gembira dan bahagia Rama Yadi bukan hanya karena pengalamannya bisa sampai Nusakambangan. Ternyata ada seorang ibu dari Lingkungan Jambusari yang sudah berjalan dengan pertolongan tongkat khusus. Ketika mendengar bahwa Rama Yadi ikut, ibu itu langsung mendaftarkan diri jadi peserta. Sebenarnya untuk naik dan turun bus dengan tangga yang tinggi, ibu itu mengalami kesusahan. Tetapi dia mampu karena semangatnya. Naik dan turun kapal yang selalu bergoyang juga amat sangat susah untuk orang cacad. Tetapi ibu itu juga berhasil. Rama Yadi hadir dengan dua krugnya. Kaki Rama Yadi yang tidak kokoh juga harus mendapatkan fasilitas krug. Rama Yadi yang sudah masuk golongan difabel ternyata dalam rombongan menjadi roh yang memberikan energi kekuatan semua anggota rombongan untuk bertahan berjalan di jalan yang amat sangat susah. Bahkan ibu dengan bantuan tongkat khusus pun juga dapat bersemangat mengalami kekuatan ilahi sampai tempat berdevosi pada Bunda Maria dan bersyukur bersama dalam misa di Gua Maria Nusakambangan.

4 comments:

Oktavianus said...

Salut buat Romo Pak Yadi, dengan keterbatasan fisiknya mampu dan senang mendampingi sampai perjalan pulang ke Jogja...

Domus Pacis Puren said...

Makasih komentarnya. Rama Yadi juga amat bahagia sekali.

Unknown said...

Artikel yang menarik.. Terima kasih telah memuat cerita tentang jalan salib di Nusa Kambangan. saya Christiani dari Bandung, sangat tertarik untuk mengunjungi pulau Nusa Kambangan dan menunjungi Goa Maria disana. Kalau boleh tahu apa saja ya persyaratan yang diperlukan? Apa saat ini wisatawan bisa berkunjung kesana? Saya berencana kesana sekitar tgl 15 Agustus. Terima kasih.

Domus Pacis Puren said...

Maaf, coba cari kontak dengan Pastoran Paroki Cilacap. Tanya bagaimana rutenya. Sejauh saya tangkap dari Rama Yadi, tak ada persyaratan. Tentu saja jangan lupa bekal uang dan makanan. Semoga dapat lebih dekat ilahi dengan devosi ke Goa Maria Nusakambangan.

Post a Comment