Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Sunday, March 13, 2016

BANDHA ORA DIGAWA MATI



Sebuah Soal

Untuk mempertahankan hidup secara praktis orang harus mencari uang. Uang amat dibutuhkan untuk mendapatkan kecukupan kebutuhan dasar berupa makan, pakaian, perumahan dan bahkan pendidikan sekolah dan kesehatan. Di dalam Kitab Suci pun hal itu mendapatkan dasar sebagaimana terungkap dalam firman “…. jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan.” (2 Tes 3:10). Dari sini layaklah kalau orang dapat merasa tenang apabila memiliki kecukupan uang dan harta. Akan tetapi berhadapan dengan kenyataan, terutama di kalangan kaum tua dan lanjut usia (lansia), bahwa orang pasti mati, muncul pandangan berhadapan dengan harta. Pandangan itu biasa dirumuskan dengan kata-kata BANDHA ORA DIGAWA MATI (harta tidak dibawa di alam kematian). Dengan adanya kebutuhkan harta untuk hidup dan kenyataan orang pasti mati, muncul masalah mana yang dipentingkan: kepentingan duniawi atau kepentingan sesudah kematian?

Sebuah Pertimbangan

Untuk mengurai permasalahan di atas pada tanggal 6 Maret 2016 Rama Carolus Boromeus Mulyatno, Pr. hadir di Domus Pacis di hadapan para peserta Novena Ekaristi Seminar. Beliau menyampaikan pertimbangan. Berdasarkan pertimbangan Rama Mulyatno dan dengan perluasan sedikit cakrawala, maka ada butir-butir pemahaman sebagaimana tertulis di bawah ini.

Kematian itu penting

Bagaimanapun juga kematian adalah hal yang terjadi dan akan terjadi pada semua orang. Kematian menerpa siapapun apapun keadaannya. Dia melanda baik orang kaya maupun orang miskin, orang sehat maupun yang sakit-sakitan, yang segar penuh keceriaan maupun yang selalu susah penuh kefrustrasian. Semua orang pasti menjumpai dan mengalami kematian. Apapun keadaannya dengan kematian semua akan menjadi jenis debu baik sesudah lama terkubur maupun sesudah dikremasi. Tetapi bagi orang beriman kematian bukanlah berhentinya kehidupan.  Katekismus Gereja Katolik menyatakan bahwa “Warga Kristen yang menyatukan kematiannya dengan kematian Yesus, menganggap kematian sebagai pertemuan dengan Yesus dan sebagai langkah masuk ke dalam kehidupan abadi.” (no 1020). Bagi orang Kristen yang paling pokok adalah menjadi insan milik Yesus sebagaimana dikatakan oleh Santo Paulus “Sebab yang sangat kurindukan dan kuharapkan ialah bahwa aku dalam segala hal tidak akan beroleh malu, melainkan seperti sediakala, demikianpun sekarang, Kristus dengan nyata dimuliakan di dalam tubuhku, baik oleh hidupku, maupun oleh matiku. Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.” (Flp 1:20-21) Dengan demikian kematian termasuk yang penting dalam hidup seseorang karena selain hidup duniawi ada pula kehidupan kekal.

Harta Menurut Kristus

Berkaitan dengan masalah harta, Tuhan Yesus berkata “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.” (Mat 6:19-20) Dengan terang sabda Tuhan ternyata ada harta yang tak dapat dibawa mati dan ada harta yang dapat dibawa hingga di alam kekal. Ada harta duniawi dan ada harta surgawi. Bagi pengikut Kristus yang paling pokok adalah KESEJATIAN HIDUP. Untuk memperoleh kesejatian hidup orang harus hidup untuk menghayati kasih. Karena penghayatan kasih harta duniawi menjadi sarana untuk memperoleh harta surgawi. Sikap orang memperlakukan harta duniawi akan menentukan orang dapat mendapatkan harta surgawi atau tidak. Gambaran pengadilan terakhir dalam Mat 25:31-46 dapat menjadi pegangan untuk mendapatkan kesejatian hidup, yaitu sungguh hidup untuk Tuhan Yesus. Hal ini ditentukan oleh sikap orang memiliki kepedulian pada yang berkebutuhan atau tidak sebagaimana nyata dalam sabda-Nya “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku. ….. Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku.” (Mat 25:40.45)

Sikap peduli terhadap yang berkebutuhan itu terwujud dalam tindakan baik yang bersifat jasmani maupun yang bersifat rohani. Dari gambaran pengadilan terakhir dapat ditarik pemikiran adanya tujuh tindakan jasmani dan tujuh tindakan rohani (lih. Majalah Salam Damai  edisi 77, Maret 2016, hal. 25):
Tujuh macam tindakan jasmani
1.      Memberi makan kepada orang yang lapar.
2.      Memberi minum kepada orang yang haus.
3.      Memberi perlindungan kepada orang asing.
4.      Memberi pakaian kepada orang yang telanjang.
5.      Melawat orang sakit.
6.      Mengunjungi orang yang dipenjara.
7.      Menguburkan orang yang meninggal.
Tujuh macam tindakan rohani
1.      Menasihati orang yang ragu-ragu.
2.      Mengajar orang yang belum tahu.
3.      Menegur pendosa.
4.      Menghibur orang yang menderita.
5.      Mengampuni orang yang menyakiti.
6.      Menerima dengan sabar orang yang menyusahkan.
7.      Berdoa untuk orang yang masih hidup dan yang sudah meninggal.

Di Dunia Mencicipi Surga

Dalam salah satu bagian doa yang diajarkan Tuhan Yesus ada permohonan kepada Allah “jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.” (Mat 6:10) Dari doa Bapa Kami ternyata dalam hidup di tengah dunia orang sudah dapat mencicipi surga. Doa ini dapat diringkas dengan pernyataan Bunda Maria “jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (Luk 1:38) Dengan hidup menurut kehendak Allah orang dengan harta kekayaannya berjuang semakin mengimani penyelenggaraan ilahi. Orang mempercayakan diri pada Allah. Harta duniawi tidak akan menjadi berhala yang membuat orang berpaling dari Allah. Hal ini dapat terjadi bila orang mengembangkan sikap hidup SEDERHANA. Sikap ini membuat orang tidak akan menjadi penyembah berhala, yaitu keserakahan (band Ef 5:5). Dengan hidup sederhana orang akan menjadi ugahari, yaitu sikap bermatiraga yang memampukan orang mengatur makan dan pemakaian harta menurut kebutuhan. Dan kebutuhan yang paling penting adalah YANG MENYEJAHTERAKAN HIDUP JASMANI DAN ROHANI SERTA SOSIAL DAN EKOLOGIS. Sikap sederhana membuat orang menggunakan harta juga sebagai sarana ber-MURAH HATI. Hidup menjadi sebuah peziarahan dengan mengolah hidup duniawi secara surgawi. Di sini orang harus mampu mendengarkan sabda-sabda Allah lewat macam-macam pesan kebaikan.

0 comments:

Post a Comment