Sebuah Soal
Untuk mempertahankan hidup secara
praktis orang harus mencari uang. Uang amat dibutuhkan untuk mendapatkan
kecukupan kebutuhan dasar berupa makan, pakaian, perumahan dan bahkan
pendidikan sekolah dan kesehatan. Di dalam
Kitab Suci pun hal itu mendapatkan dasar sebagaimana terungkap dalam firman “….
jika
seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan.” (2 Tes 3:10). Dari sini
layaklah kalau orang dapat merasa tenang apabila memiliki kecukupan uang dan
harta. Akan tetapi berhadapan dengan kenyataan, terutama di kalangan kaum tua
dan lanjut usia (lansia), bahwa orang pasti mati, muncul pandangan berhadapan
dengan harta. Pandangan itu biasa dirumuskan dengan kata-kata BANDHA
ORA DIGAWA MATI (harta tidak dibawa di alam kematian). Dengan adanya
kebutuhkan harta untuk hidup dan kenyataan orang pasti mati, muncul masalah
mana yang dipentingkan: kepentingan duniawi atau kepentingan sesudah kematian?
Sebuah
Pertimbangan
Untuk mengurai permasalahan di
atas pada tanggal 6 Maret 2016 Rama Carolus Boromeus Mulyatno, Pr. hadir di
Domus Pacis di hadapan para peserta Novena Ekaristi Seminar. Beliau menyampaikan
pertimbangan. Berdasarkan pertimbangan Rama Mulyatno dan dengan perluasan
sedikit cakrawala, maka ada butir-butir pemahaman sebagaimana tertulis di bawah
ini.
Kematian itu penting
Bagaimanapun juga kematian
adalah hal yang terjadi dan akan terjadi pada semua orang. Kematian menerpa
siapapun apapun keadaannya. Dia melanda baik orang kaya maupun orang miskin,
orang sehat maupun yang sakit-sakitan, yang segar penuh keceriaan maupun yang
selalu susah penuh kefrustrasian. Semua orang pasti menjumpai dan mengalami
kematian. Apapun keadaannya dengan kematian semua akan menjadi jenis debu baik
sesudah lama terkubur maupun sesudah dikremasi. Tetapi bagi orang beriman
kematian bukanlah berhentinya kehidupan. Katekismus Gereja Katolik menyatakan bahwa “Warga Kristen yang menyatukan
kematiannya dengan kematian Yesus, menganggap kematian sebagai pertemuan dengan
Yesus dan sebagai langkah masuk ke dalam kehidupan abadi.” (no 1020). Bagi orang Kristen yang paling pokok adalah menjadi insan
milik Yesus sebagaimana dikatakan oleh Santo Paulus “Sebab yang
sangat kurindukan dan kuharapkan ialah bahwa aku dalam segala hal tidak akan
beroleh malu, melainkan seperti sediakala, demikianpun sekarang, Kristus dengan
nyata dimuliakan di dalam tubuhku, baik oleh hidupku, maupun oleh matiku.
Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.” (Flp 1:20-21)
Dengan demikian kematian termasuk yang penting dalam hidup seseorang karena
selain hidup duniawi ada pula kehidupan kekal.
Harta Menurut Kristus
Berkaitan dengan masalah harta,
Tuhan Yesus berkata “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat
dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi
kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak
merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.” (Mat 6:19-20)
Dengan terang sabda Tuhan ternyata ada harta yang tak dapat dibawa mati dan ada
harta yang dapat dibawa hingga di alam kekal. Ada harta duniawi dan ada harta
surgawi. Bagi pengikut Kristus yang paling pokok adalah KESEJATIAN HIDUP. Untuk
memperoleh kesejatian hidup orang harus hidup untuk menghayati kasih. Karena
penghayatan kasih harta duniawi menjadi sarana untuk memperoleh harta surgawi. Sikap
orang memperlakukan harta duniawi akan menentukan orang dapat mendapatkan harta
surgawi atau tidak. Gambaran pengadilan terakhir dalam Mat 25:31-46 dapat
menjadi pegangan untuk mendapatkan kesejatian hidup, yaitu sungguh hidup untuk
Tuhan Yesus. Hal ini ditentukan oleh sikap orang memiliki kepedulian pada yang
berkebutuhan atau tidak sebagaimana nyata dalam sabda-Nya “Aku berkata
kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang
dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku. …..
Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk
salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku.”
(Mat 25:40.45)
Sikap peduli terhadap yang
berkebutuhan itu terwujud dalam tindakan baik yang bersifat jasmani maupun yang
bersifat rohani. Dari gambaran pengadilan terakhir dapat ditarik pemikiran
adanya tujuh tindakan jasmani dan tujuh tindakan rohani (lih. Majalah Salam Damai edisi 77, Maret 2016, hal. 25):
Tujuh macam
tindakan jasmani
1.
Memberi makan kepada orang yang lapar.
2.
Memberi minum kepada orang yang haus.
3.
Memberi perlindungan kepada orang asing.
4.
Memberi pakaian kepada orang yang telanjang.
5.
Melawat orang sakit.
6.
Mengunjungi orang yang dipenjara.
7.
Menguburkan orang yang meninggal.
Tujuh macam
tindakan rohani
1.
Menasihati orang yang ragu-ragu.
2.
Mengajar orang yang belum tahu.
3.
Menegur pendosa.
4.
Menghibur orang yang menderita.
5.
Mengampuni orang yang menyakiti.
6.
Menerima dengan sabar orang yang menyusahkan.
7.
Berdoa untuk orang yang masih hidup dan yang sudah
meninggal.
Di
Dunia Mencicipi Surga
Dalam salah satu bagian doa yang
diajarkan Tuhan Yesus ada permohonan kepada Allah “jadilah kehendak-Mu di bumi
seperti di sorga.” (Mat 6:10) Dari doa Bapa Kami ternyata dalam hidup di tengah
dunia orang sudah dapat mencicipi surga. Doa ini dapat diringkas dengan
pernyataan Bunda Maria “jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (Luk 1:38)
Dengan hidup menurut kehendak Allah orang dengan harta kekayaannya berjuang
semakin mengimani penyelenggaraan ilahi. Orang mempercayakan diri pada Allah.
Harta duniawi tidak akan menjadi berhala yang membuat orang berpaling dari
Allah. Hal ini dapat terjadi bila orang mengembangkan sikap hidup SEDERHANA.
Sikap ini membuat orang tidak akan menjadi penyembah berhala, yaitu keserakahan
(band Ef 5:5). Dengan hidup sederhana orang akan menjadi ugahari, yaitu sikap
bermatiraga yang memampukan orang mengatur makan dan pemakaian harta menurut
kebutuhan. Dan kebutuhan yang paling penting adalah YANG MENYEJAHTERAKAN HIDUP
JASMANI DAN ROHANI SERTA SOSIAL DAN EKOLOGIS. Sikap sederhana membuat orang
menggunakan harta juga sebagai sarana ber-MURAH HATI. Hidup menjadi sebuah
peziarahan dengan mengolah hidup duniawi secara surgawi. Di sini orang harus
mampu mendengarkan sabda-sabda Allah lewat macam-macam pesan kebaikan.
0 comments:
Post a Comment