Kamis, 17 Maret 2016
Patrisius
warna liturgi
Ungu
Bacaan
Kej. 17:3-9; Mzm.
105:4-5,6-7,8-9; Yoh. 8:51-59. BcO Bil. 20:1-13; 21:4-9
Yohanes
8:51-59:
51 Aku berkata
kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa menuruti firman-Ku, ia tidak akan mengalami
maut sampai selama-lamanya." 52 Kata orang-orang Yahudi kepada-Nya:
"Sekarang kami tahu, bahwa Engkau kerasukan setan. Sebab Abraham telah
mati dan demikian juga nabi-nabi, namun Engkau berkata: Barangsiapa menuruti
firman-Ku, ia tidak akan mengalami maut sampai selama-lamanya. 53 Adakah Engkau
lebih besar dari pada bapa kita Abraham, yang telah mati! Nabi-nabipun telah
mati; dengan siapakah Engkau samakan diri-Mu?" 54 Jawab Yesus:
"Jikalau Aku memuliakan diri-Ku sendiri, maka kemuliaan-Ku itu sedikitpun
tidak ada artinya. Bapa-Kulah yang memuliakan Aku, tentang siapa kamu berkata:
Dia adalah Allah kami, 55 padahal kamu tidak mengenal Dia, tetapi Aku mengenal
Dia. Dan jika Aku berkata: Aku tidak mengenal Dia, maka Aku adalah pendusta, sama
seperti kamu, tetapi Aku mengenal Dia dan Aku menuruti firman-Nya. 56 Abraham
bapamu bersukacita bahwa ia akan melihat hari-Ku dan ia telah melihatnya dan ia
bersukacita." 57 Maka kata orang-orang Yahudi itu kepada-Nya:
"Umur-Mu belum sampai lima puluh tahun dan Engkau telah melihat
Abraham?" 58 Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu,
sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada." 59 Lalu mereka
mengambil batu untuk melempari Dia; tetapi Yesus menghilang dan meninggalkan
Bait Allah.
Renungan:
Orang-orang
Yahudi jengkel dan marah dengan kata-kata Yesus. Maka, "mereka mengambil
batu untuk melempari Dia" namun karena masanya belum tiba, "Yesus
menghilang dan meninggalkan Bait Allah" (Yoh 8:59). Kalah berdebat membuat
orang-orang itu marah. Emosi mereka tak terkendali. Namun bukan mereka sang
penentu waktu. Waktu itu ada dalam ketentuan Tuhan Yesus. Yesus pun lepas dari
amukan mereka.
Perdebatan memang
sangat mungkin memancing emosi orang. Setiap orang yang terlibat akan masuk
dalam suasana hati yang panas membara. Semakin terdesak orang sering sulit
mengontrol emosinya. Akibatnya kata bahkan mungkin tindakannya menjadi brutal.
Mungkin kita akan
menjumpai pengalaman perdebatan. Tanpa kita sadari kita bisa terjebak dalam
suasana tersebut. Andai kita berada dalam situasi seperti itu layak kita
mengambil masa untuk hening sejenak dan menata hati serta pikiran kita agar apa
yang kita sampaikan sungguh jernih dan terkontrol.
Kontemplasi:
Pejamkan dirimu
berada dalam suasana perdebatan. Banyak orang menyerang gagasanmu.
Refleksi:
Apa yang perlu
kaulakukan kala banyak orang mendebat gagasanmu?
Doa:
Tuhan aku memohon
ketenanganMu. Semoga aku tidak gampang terpancing emosi walau banyak orang
menyerangku. Amin.
Perutusan:
Aku akan bertahan
dalam ketenangan hati menanggapi aneka perdebatan. -nasp-
0 comments:
Post a Comment