Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Monday, January 13, 2014

BERSAHABAT DENGAN KEMATIAN (Sajian 12)


Kolom "Pastoral Ketuaan" akayang tak bisan menyajikan tulisan tentang bagaimana menata hidup batin. Tulisan ini ditulis oleh Henri J.M. Nouwen dalam buku Tarian Kehidupan yang diterjemahkan secara anonim dan tidak dinyatakan dari penerbit dan percetakan apa. 

Keheningan Kematian

Seorang perempuan muda di Salvador berdiri di depan peti jenazah suaminya yang dieksekusi secara kejam. Ia berdiri sendirian dekat lubang makam ke dalam mana peti itu akan diturunkan. Matanya terpejam, lengannya terlibat di badannya. Ia berdiri tanpa alas kaki, miskin, kosong ... tetapi sangat diam. Suatu kesunyian mengelilinginya. Tak ada teriakan duka, tak ada raungan protes, tak ada suara-suara kemarahan. Sepertinya janda muda ini diselimuti oleh awan kedamaian. Semua sudah berakhir, semuanya sunyi, semuanya baik. Segala sesuatu telah direnggut dari padanya, namun kekuatan keserakahan dan kekerasan yang merampok kekasihnya tak dapat mencapai keheningan hatinya. Di latar belakang berdiri sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya. Mereka membentuk suatu lingkaran perlindungan di sekelilingnya. Beberapa di antara mereka diam; beberapa membisikkan kata-kata penghiburan; beberapa mencoba saling menjelaskan apa yang telah terjadi; beberapa berpelukan dan menangis. Tetapi perempuan itu berdiri di sana sendirian. Ia memahami sesuatu di mana kuasa kematian tak dapat memahaminya. Ada kepercayaan dan percaya diri padanya yang sangat lebih berkuasa daripada senjata yang membunuh suaminya. Keheningan orang yang hidup dan keheningan orang yang mati saling menyapa.

.... Kita perlu banyak belajar tentang istirahat yang dilakukan Allah dalam diam dan hening (pada hari Sabtu Suci). Perempuan Salvador yang berdiri di samping makam suaaminya memahaminya. Ia berpartisipasi di dalamnya dan percaya bahwa hal itu akan menghasilkan buah di dalam dirinya. Meskipun kita dikelilingi oleh kehiruk-pikukan pikiran-pikiran keduniawian kita, kita seperti juga perempuan ini, dapat beristirahat dalam kesunyian dan keheningan Allah serta membiarkannya menghasilkan buah di dalam diri kita. Itulah istirahat yang tak ada hubungannya dengan tidak sedang sibuk, meskipun itu bisa menjadi suatu tanda. Istirahat Allah adalah istirahat dari hati yang mendalam yang dapat bertahan, bahkan ketika dikelilingi oleh kekuatan-kekuatan kematian. Itulah istirahat yang menawarkan kepada kita harapan bahwa keberadaan kita yang tersembunyi, sering tidak tampak, akan berbuah meskipun kita tidak dapat mengatakan kapan dan bagaimana. Itulah istirahat imani yang membiarkan kita melanjutkan hidup dengan hati yang damai dan sukacita, bahkan ketika hal-hal tidak menjadi lebih baik, bahkan jikalau situasi-situasi  yang menyakitkan tidak terpecahkan, bahkan jikalau revolusi dan perang berlanjut menggoyahkan ritme hidup kita sehari-hari. Istirahat ilahi ini dipahami oleh mereka yang menjalani hidup mereka dalam Roh Yesus. Hidup mereka tidak mempunyai karakter kesunyian, kepasifan, atau pemogokan. Sebaliknya, hidup mereka ditandai dengan tindakan kreatif untuk keadilan dan perdamaian. Namun tindakan itu timbul dari istirahat Allah di dalam hati mereka dan karenanya bebas dari obsesi dan paksaan, serta kaya dalam keyakinan dan kepercayaan.
dari Walk with Jesus

0 comments:

Post a Comment