Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Thursday, January 9, 2014

BUKAN ACTION CERIA



"Matur nuwun atas rawuhipun ing Domus Pacis. Sumangga langsung kemawon pepanggihan kaliyan para rama ingkang wonten ngajeng punika. Rawuh panjenengan rak kangge para rama sepuh, ta?" (Terima kasih atas kehadiran Anda di Domus Pacis. Silahkan saja langsung dengan para rama yang duduk di depan. Bukankah kehadiran Anda untuk para rama tua, ta?) kata Rama Agoeng dalam sambutan singkatnya sesudah diberi kesempatan untuk memberikan sambutan sebagai pengurus Domus Pacis. Rama Agoeng memberikan kata-kata sesudah ada kata pengantar dari pimpinan rombongan pengunjung dan perkenalan dari Rama Yadi tentang penghuni dan beberapa karyanya di Domus Pacis.

Itulah yang terjadi dalam peristiwa kunjungan umat Lingkungan Gondang Lutung, Paroki Mlati, pada Rabu 8 Januari 2014. Sekitar 40 orang (ibu, bapak, kaum muda, remaja, anak) datang di Domus Pacis pada jam 03.30 sore. Mereka berasal dari sebuah Lingkungan kecil yang warganya 20 Kepala Keluarga (KK). Sesudah menikmati minum dan snak, mereka duduk lesehan (di atas tikar) pada jam 04.00 untuk memulai acara. Rama Agoeng, Rama yadi, Rama Harto, Rama Tri Wahyono, dan Rama Bambang bahkan Rama Harjaya bersama-sama menerima pengunjung. Tentu saja Rama Tri Wahyono dan Rama Harjaya mendapatkan pendampingan secara khusus. Sesudah pembukaan yang diceriterakan di atas, Misa menjadi acara pokok dalam kunjungan ini. Di dalam misa bagian homili diubah menjadi pembicaraan atau sarasehan tentang kehidupan rama-rama tua dengan terang bacaan Kitab Suci. Salah seorang ibu, yang ternyata dari Bintaro, Jakarta, bertanya "Mengapa para rama yang sudah tua dan punya kondisi fisik lemah kok tampak ceria?" Ibu itu juga berceritera membandingkan pengalamannya di Jakarta melihat rama tua bahkan juga yang muda yang katanya tampak banyak kurang ceria. Rama Harto mengatakan bahwa kuncinya adalah hati merasakan kesatuan Allah dan merasakan kasih dari orang lain. Rama Yadi dengan berkelakar menanggapi "Muga-muga le ceria mboten mung thok-thok men merga ana tamu. Ning ketoke kok ben dina akeh gembirane" (Mudah-mudahan ini bukan keceriaan action karena ada tamu. Tapi tampaknya sehari-hari memang banyak gembira kok). Rama Agoeng menambahkan bahwa yang terjadi di Domus Pacis adalah pengembangan hidup menghayati semboyan "Tua tidak renta, sakit tidak sengsara, mati masuk sorga" yang disambut tepuk tangan umat. Dari sini muncul tanya jawab tentang penghayatan ketuaan.

Sesudah misa para peserta pengunjung dan warga Domus Pacis bersama-sama menyantap lontong opor   dengan beberapa lauk dan puding. Beberapa ibu dari Pringwulung, yang baru saja ikut rapat di paroki, juga ikut bergabung melayani para tamu pengunjung dan melayani Rama Tri Wahyono dan Rama Harto. Ketika para tamu pengunjung berpamitan dan menyalami paara rama, ibu yang dari Bintaro berkata kepada Rama Bambang "Suatu ketika saya ingin mengajak umat lingkungan saya berkunjung di tempat ini." Tentu maksudnya di Domus Pacis.

0 comments:

Post a Comment