Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Friday, December 4, 2015

BELAJAR JADI TUA/LANSIA


Pada hari Sabtu malam 28 November 2015 dari jam 07.00-21.45 Pak Praktiknya dan Rm. Bambang bersama-sama mendampingi pertemuan 27 orang alumni mahasiswa-mahasiswi Sanata Dharma angkatan masuk tahun 1970. Mereka mengadakan acara rekreasi, ziarah dan rekoleksi. Untuk rekoleksi mereka memilih Pertapaan Rawaseneng. Mereka mengikuti segala acara ibadat dan misa para rahib OCSO. Pak Pratik dan Rm. Bambang diundang untuk mengisi pembicaraan tentang usia tua karena kesemuanya adalah para pensiunan dan sudah masuk golongan kaum tua. Sebagai seorang profesor dan doktor psikologi Pak Pratik menghadirkan salah satu fenomena yang terjadi di banyak kaum tua. Rm. Bambang, yang kini banyak berada dalam pendampingan iman kaum tua, menunjang dengan berbagai pengalaman kongkret kehidupan banyak orang tua dan lansia.

1. Sebuah Kerangka Irasional Umum Kaum Tua/Lansia

Untuk kerangka pembicaraan Pak Pratiknya menyampaikan tema Pikiran Irasional yang biasa muncul di kalangan kaum tua dan lansia. Tema ini pernah menjadi pembicaraan dalam Novena Seminar di Domus Pacis pada Minggu 6 Juli 2014. Di sini Pak Praktik mengetengahkan pendapat Albert Ellis seorang psikolog yang menciptakan terapi psikis yang disebut Terapi Rasional Emotif.

1.      Intinya, emosi orang menjadi terganggu karena dililit pikiran-pikiran irasional. Gangguan emosi pada akhirnya berdampak menimbulkan gangguan fisik. Untuk menghilangkan gangguan emosi, orang perlu dibantu mengubah cara berpikir dengan cara menghilangkan pikiran-pikiran irasional dan menggantikannya dengan pikiran-pikiran yang lebih rasional-realistik. Jadi, yang dimaksud pikiran yang irasional atau tidak rasional adalah pikiran yang tidak realistik.
 
2.      Pikiran Irasional 1:
MENGHARAPKAN DICINTAI, DISEGANI, DAN DIHORMATI OLEH SEMUA ORANG DI LINGKUNGAN KITA.
Berarti:
  • Merasa diri paling sempurna?
  • Merasa diri paling hebat?
  • Tidak realistik. 
3.      Pikiran Irasional 2:
BERPIKIRAN BAHWA SESEORANG HANYA PANTAS MERASA DIRI BERHARGA JIKA MUMPUNI DAN MENONJOL DALAM SEGALA BIDANG DAN TERCUKUPI SEGALA KEBUTUHANNYA.
Berarti:
  • Serba tidak mau kalah?
  • Tidak pernah merasa puas?
  • Bersikap serakah?
4.      Pikiran Irasional 3:
BERPIKIRAN BAHWA KEGAGALAN KECIL ATAU BESAR DALAM BIDANG APA PUN MERUPAKAN AIB YANG AKAN MELEKAT SEPANJANG HAYAT.
Berarti:
  • Kurang rendah hati?
  • Kurang memiliki pengampunan?
  • Tidak realistik. 
5.      Pikiran Irasional 4:
BERPIKIRAN BAHWA SEMUA BENTUK KETIDAKBAHAGIAAN MERUPAKAN NASIB YANG MUSTAHIL KITA ELAKKAN ATAU KITA ATASI.
Berarti:
  • Kurang beriman?
  • Kurang berpengharapan?

Pikiran Irasional 5:
BERPIKIRAN BAHWA DALAM SETIAP SITUASI KEHIDUPAN  SENANTIASA ADA BAHAYA ATAU ANCAMAN YANG MENGINTIP, MAKA KITA HARUS SELALU WASPADA UNTUK MENGHADAPI ATAU MENGHINDARINYA.
Berarti:
  • Kurang beriman?
  • Kurang bersikap pasrah?
  • Mudah berprasangka buruk pada orang lain?
7.      Pikiran Irasional 6:
BERPIKIRAN BAHWA LEBIH BIJAK MENGHINDARI DARIPADA MENGAMBIL RISIKO MENGHADAPI SITUASI YANG MENYULITKAN.
Berarti:
  • Menghindari persoalan?
  • Membiarkan diri disandera oleh persoalan?
Bukankah:
  • Mampu mengatasi kesulitan memberikan rasa kebahagiaan?
  • Bebas dari persoalan memberikan kesehatan dan kebahagiaan?

8.      Pikiran Irasional 7:
BERPIKIRAN BAHWA LEBIH BAIK MENGALAH DAN MENGIKUTI KEMAUAN ORANG BANYAK.
Berarti:
  • Menghindar dari tanggung jawab pribadi?
  • Menghindar dari keberanian bersikap dan berpendapat?
  • Menghindari dari kesempatan memberikan pengaruh positif bagi orang lain?
9.      Pikiran Irasional 8:
BERPIKIRAN BAHWA SESEORANG TIDAK BISA DILEPASKAN DARI MASA LALUNYA.
Berarti:
  • Tidak percaya pada penebusan?
  • Tidak percaya pada kemampuan orang untuk berubah?
  • Tidak percaya pada kemampuan orang untuk berkembang?

1     Pikiran Irasional 9:
BERPIKIRAN BAHWA KEGAGALAN ANAK-CUCU KITA ADALAH CERMINAN DARI KEGAGALAN KITA SENDIRI.
Berarti:
  • Memiliki kelekatan berlebihan pada anak-cucu?
  • Memandang bahwa pertalian darah secara otomatis menciptakan pertalian kejiwaan-kehidupan
1  .  Pikiran Irasional 10:
BERPIKIRAN BAHWA HARUS ADA SOLUSI YANG TEPAT BAGI SEGALA PROBLEM YANG KITA HADAPI, SEHINGGA MERUPAKAN AIB ATAU KUTUKAN JIKA KITA GAGAL MENEMUKAN SOLUSI JITU ATAS MASALAH KITA.
      Berarti:
  • Kurang tebal iman?
  • Kurang memiliki sikap pasrah?

2. Jadi Tua/Lansia Pun Harus Belajar

Di dalam pertemuan ini Pak Pratiknya tidak menjelaskan secara keseluruhan seperti sebuah ceramah atau kuliah. Pak Pratik menyampaikan satu persatu dan kemudian para peserta menanggapi setiap pernyataan. Dalam proses seperti ini Rm. Bambang ikut menyampaikan pengalaman baik dari yang diperoleh dari pendampingan-pendampingan maupun dari kehidupan para rama di Domus Pacis termasuk kehidupannya sendiri. Dengan proses seperti ini muncul kesadaran bahwa menjadi tua merupakan proses pembelajaran yang harus diseriusi.

Sadar Ada Tantangan untuk Hidup Riil

Setiap satu "pikiran irasional" ditayangkan di LCD, reaksi yang muncul pada umumnya menyatakan "Lha memang begitu kok". Dari sini kemudian ada yang menceriterakan pengalamannya. Ceritera ternyata disambut dengan nada mirip. Sekalipun ada dalam suasana tertawa penuh humor, tetapi dalam setiap ceritera yang berisi sharing selalu terungkap keadaan rasa tidak enak. Segala yang dipikirkan, sebagaimana dirumuskan oleh Pak Pratik sebagai pikiran irasional, tidak cocok dengan kenyataan. Dari sini Rm. Bambang merumuskan bahwa tantangan utama kaum tua/lansia pada umumnya adalah kehidupan riil yang secara nyata dihadapi dalam keseharian.

Belajar Menjadi Tua

Dari pengalaman mengikuti seminar ketuaan, pendampingan kaum tua/lansia dan yang dihayati sendiri, Rm. Bambang mengetengahkan dua pokok yang banyak dialami oleh kaum tua/lansia:
  • Rawan penyakit fisik. Usia yang makin menua ternyata memudahkan penyakit menjangkiti tubuh. Hal ini ditunjang dengan jenis makanan masa kini yang banyak diolah secara kimiawi. Lebih parah lagi kalau sudah punya makanan favorit sejak muda yang untuk kondisi saat ini sudah berbahaya tetapi tetap tidak tahan untuk tidak menyantapnya.
  • Rawan penyakit jiwani. Tak sedikit kaum tua/lansia yang memiliki kebanggaan-kebanggaan masa lalu. Hal ini dapat berkaitan dengan status yang menghadirkan wibawa bahkan kekuasaan tertentu. Orang juga dapat berbangga karena di masa lalu memiliki rejeki yang lebih dari cukup bahkan berkelimpahan. Posisi masa lalu di tengah masyarakat sungguh dapat memberikan kebanggaan dan kebahagiaan. Dalam kaitan dengan keluarga orang juga dapat berbangga akan anak(-anak) dan cucu(-cucu). Apalagi kalau kini anak-cucu banyak yang berhasil dalam hidup. Tetapi bagaimana kenyataan masa kini yang dihidupi? Sesudah tua/lansia orang dapat tanpa status, ekonomi pas-pasan, hidup sendiri atau paling bersama pasangan ditinggalkan oleh anak-cucu yang berada di tempat lain. Orang dapat disebut dengan istilah mantan bahkan bekas: bekas tokoh, bekas penguasa, dan bekas-bekas lainnya.
Ketika dua pokok itu dilontarkan, dari para peserta memang muncul pengakuan sebagai kenyataan. Kata-kata "Nek ngono njur piye?" (Kalau sudah begitu lalu harus bagaimana?). Kemudian terjadi pembicaraan tentang kemungkinan-kemungkinan yang "seharusnya kita lakukan" tetapi dirasa sebagai hal yang mudah. Dari sini muncullah kesadaran bahwa DALAM KONDISI TUA ORANG HARUS BELAJAR UNTUK MENJADI TUA. Kemampuan untuk hidup sesuai dengan perkembangan situasi hidup dan bahkan budaya yang dihadapi sungguh akan menghadirkan hidup yang sungguh segar dan bahagia.

3. Rekomendasi dan Gagasan Alternatif

Dalam pembicaraan ada yang kemudian dirasakan menjadi rekomendasi dan gagasan. Hal ini muncul dari pengalaman yang terjadi dalam diri Rm. Bambang dan dari pemikiran Pak Pratik karena bergaul dengan rama-rama Domus Pacis dimana Rm. Bambang tinggal.

Pembiasaan Agama Batin

Di dalam sharingnya Rm. Bambang mengetengahkan pengalaman beberapa penyakit yang disandang: hipertensi, kolesterol, trigiserit, asam urat dan diabetes. Sejak kena diabetes pada Januari 2012 dia mengubah pola makan terutama dengan sayuran dan buah. Nasi disantap paling banyak dua minggu sekali bahkan biasanya sebulan sekali. Yang harus dicatat dulu Rm. Bambang tidak suka sayuran dan buah. Tetapi sesudah enam hari penuh mengalami keadaan lemas untuk pembiasaan pola makan baru, hingga kini pola makan itu sudah tidak menjadi masalah. Obat memang masih disantap tetapi ada pengurangan. Semua penyakit menjadi terkendali sehingga kondisi tubuh ada dalam kesegaran.

Rm. Bambang juga menyampaikan sharing berkaitan dengan perasaan menghayati hidup berhenti dari karya yang sudah digeluti selama 27 tahun. Dulu biasa berkeliling antar paroki, daerah bahkan antar keuskupan termasuk di luar Jawa. Dia juga menyandang beberapa jabatan. Tetapi sejak Juli 2010 dia tinggal di rumah tua dan lepas dari segalanya yang telah lampau: jenis karya, teman-teman tim kerja, kebiasaan berkantor dsb. Rm. Bambang berusaha menemukan kegiatan pelayanan baru. Selama sekitar 2 tahun mencoba-coba pelayanan dan menemukan kegagalan. Barulah mulai dengan tahun 2012 diketemukan kegiatan yang berkaitan dengan pendampingan kaum tua/lansia. Sejak tahun 2013 pendampingan kaum tua/lansia menjadi karya khusus di samping pelayanan misa karena adanya permintaan. Sejak tahun 2013 pula Rm. Bambang diminta oleh Rm. Agoeng, anggota pengurus Domus Pacis, untuk menangani Blog Domus www.domuspacispuren.blogspot.com sebagai sarana tugas pewartaan. Sebenarnya dalam hal tulis menulis, dulu Rm. Bambang selalu mengalami kesulitan sekalipun hanya untuk menulis 4 halaman sebulan sekali. Akan tetapi dengan tugas ini akhirnya setiap hari dia harus menulis dan mem"publish" 3 macam (2 renungan dan 1 lain).

Dari pengalaman itu Rm.Bambang menyampaikan bahwa segalanya dapat terjadi justru karena ada landasan DAYA SAMBUNG BATIN DENGAN TUHAN. Rm. Bambang yang di Domus Pacis paling tidak 70% ada dalam kesendirian di kamar, membiasakan diri mengomongkan apapun dengan Tuhan dalam batin. Apa yang dipikir, dirasakan, dibayangkan dan diinginkan banyak diomongkan dengan Tuhan dalam hati. Bahkan dari melihat televisi seperti berita dan sinetron pun kerap jadi omongan dengan Tuhan dalam hati. Omongan dengan Tuhan secara khusus terjadi pada dini hari sekitar jam 02.00-03.00, karena makin tua dia mengalami tidak mampu tidur lama hingga fajar. Sesudah itu dalam kesibukan harian (03.30-05.00 di depan laptop, mandi, baca koran, makan dsb) omongan dengan Tuhan terjadi sepotong-sepotong seperti model SMS dengan orang-orang yang melakukan sambung digital. Dari sambung batin dengan Tuhan ini Rm. Bambang menemukan semacam kelengkapan beragama: Agama Raga yang menekankan ritus dan kebiasaan tradisional sebagai orang Katolik umum; dan Agama Batin yang menekankan hubungan personal individual dengan Tuhan. Pengembangan Agama Batin ini sungguh memberikan daya segar menjalani hidup harian termasuk dalam menjalani keagamaan Katolik secara umum. Pengembangan penghayatan keagamaan batin inilah yang direkomendasikan oleh Rm. Bambang untuk dikembangkan terutama di kalangan kaum tua/lansia.

Gagasan Penghayatan Keluarga Tua

Salah satu hal yang menjadi keprihatinan di masa tua/lansia adalah kemungkinan besar hidup sendiri ditinggal anak-cucu. Pada zaman kini kesibukan anak-cucu amat memungkinkan tidak ada kesempatan mengurus orang tua dalam keseharian. Sekalipun hidup serumah dengan anak-cucu untuk bercengkerama dalam hidup harian pun juga bisa sulit terjadi, karena kesibukan harian jaringan hubungan masing-masing anak-cucu akan jadi penghalang. Dalam kondisi seperti ini memang ada tempat dimana kaum tua/lansia dapat memiliki teman sehari. Tempat itu adalah panti wreda. Dalam panti wreda kaum tua dapat hidup bersama dan untuk kebutuhan harian sudah ada yang mengurus seperti lembaga atau yayasan.

Barangkali untuk kaum lansia yang sudah tak berdaya secara fisik peran panti wreda sungguh amat membantu. Akan tetapi bagi kaum tua/lansia yang masih memiliki paling tidak sisa-sisa daya fisik dan pikiran, untuk hanya terkungkung dalam panti walau terurus dengan baik mudah menjadi siksaan batin. Sebenarnya, dari berbagai ceritera pengalaman, mereka yang tanpa daya fisik pun juga banyak yang tidak merasa nyaman tinggal di panti wreda hanya menjadi orang-orang terurus. Tidak sedikit yang menjadi semacam orang tersingkir. Penderitaan batin akan menjadi amat mendalam apabila para pengurus tidak menjalani tugas dengan baik.

Bagaimanapun masa tua/lansia yang membahagiakan harus diperjuangkan. Hati gembira katanya memiliki daya sekitar 80,00% untuk penyembuhan baik penyakit raga apalagi jiwa. Dalam kemungkinan kesendirian dan tak mau tinggal di panti, Pak Pratiknya mengetengahkan gagasan yang sebut saja dengan nama KELUARGA TUA/LANSIA. Pak Pratik, dengan bekal berbagai bacaan, melihat kemungkinan realisasi gagasan itu dalam pergaulannya dengan para rama tua di Domus Pacis Puren. Dari sharing Rm. Bambang, sebenarnya dulu Domus Pacis bukan tempat yang dimaui oleh para rama tua. Kalau ada yang kemudian tinggal di situ, hal ini karena kondisi fisik yang sudah amat memprihatinkan dan tentu karena perintah dari keuskupan. Kehidupan para rama tua sehari-hari diurus oleh karyawan yang berada di bawah wibawa pengurus rumah tangga yang tinggal di luar dan "tak pernah" mengalami kebersamaan dengan para rama. Tetapi keadaan berubah ketika terjadi perjuangan perubahan pola menejemen mandiri yang dilakukan oleh para rama penghuni Domus. Sejak semester dua tahun 2010 komposisi penghuni terdiri dari: 1) golongan yang sudah harus dilayani dalam segalanya; 2) golongan tua yang masih dapat beraktivitas di luar; 3) yang masih memiliki dinas resmi dari keuskupan.

Dengan komposisi 3 macam warga itu, ternyata para penghuni Domus Pacis memiliki daya mandiri untuk mengurus rumah dan kesejahteraannya "sendiri" karena para pengurus lebih banyak memiliki kesibukannya sendiri. Segala pendapatan baik uang maupun barang menjadi hal yang dinikmati bersama. Anggota yang masih dapat beraktivitas mampu menjalin jaringan-jaringan dengan orang-orang dan kelompok-kelompok lain. Dengan berjejaring terjadilah suasana saling pelayanan. Sisa-sisa kemampuan yang ada pada penghuni Domus masih mampu menyumbang pengembangan hal yang dibutuhkan oleh kaum tua/lansia. Sementara itu Domus Pacis juga mengalami banyak kebaikan hati dari warga dan atau kelompok lain. Domus Pacis, yang beranggotakan 8 orang, menjadi semacam keluarga tua/lansia yang memiliki semacam jualan "pembelajaran ketuaan". Para karyawan juga menjadi bagian iklim keluarga "rumah keluarga tua". Dengan pengalaman ini muncul pertanyaan:
  • Apakah yang sudah tua dan tinggal sendiri tidak dapat menjalin hidup bersama serumah?
  • Apakah dengan serumah satu sama lain, apalagi yang pada masa lampau adalah sahabat, tidak dapat menghayati hidup bersaudara saling memperhatikan satu sama lain?
  • Apakah dengan menjadi serumah dengan beberapa orang anggota (bukan massal) justru menjadi simpul jaringan para anak-cucu dan sanak saudara dari masing-masing warga rumah?
Tampaknya pertanyaan-pertanyaan itu membuat beberapa peserta terhenyak dan ada juga yang bilang "Isa lho, ya?" (Bisa jadi, ya?) dengan terkuaknya wajah ceria tertentu.

0 comments:

Post a Comment