Sekitar jam 14.30 Selasa 29 Desember 2015 Rm. Hantoro melongok kamar Rm. Bambang dan berkata "Tamune Semarang wis ana sing teka" (Tamu dari Semarang sudah ada yang datang). Tetapi hampir setengah jam menunggu, Rm. Bambang merasakan Domus Pacis belum ramai. "Jare tamune wis ana sing teka" (Katanya tamu sudah ada yang datang) kata Rm. Bambang kepada Mas Abas yang menjawab "Nika ditemoni Rm. Han teng ruang tamu" (Itu di ruang tamu ditemui oleh Rm. Hantoro). Rm. Bambang kemudian menyusul ke ruang tamu depan. Ternyata Rm. Han duduk-duduk dengan satu ibu, yang bernama Bu Melani, di lincak (kursi panjang dari bambu). Bu Melani berkata "Saya tadi memisahkan diri karena ada keperluan. Sekarang rombongan baru kemana saya kurang jelas" Bu Melani menjelaskan kehadirannya mendahului yang lain. Tiba-tiba ada mobil datang dan ada Bu dan Pak Biantoro dari Temanggung datang mau ketemu Rm. Bambang. Maka Rm. Bambang pun menemuinya di ruang tamu dengan tempat duduk lincak. Kemudian rombongan tamu dari Semarang datang.Tamu dari Madiun pun berpamitan.
Para tamu dari Semarang diterima di ruang pertemuan dalam. Mereka berjumlah 31 orang. Katanya, pada pagi hari mereka menuju Kotabaru menjemput Rm. Krispurwana, SJ yang kemudian memimpin misa di makam almarhum Mgr. Pujasumarta di Kentungan. Ternyata para tamu ini datang sebagai paguyuban yang bernama Kelompok Kerja Ibu Theresa (KKIT). Rm. Kris, yang banyak menterjemahkan buku dan artikel Bunda Theresa, menjadi pendamping KKIT. Dalam kunjungan di Domus Pacis, para rama Domus yang menyambut adalah Rm.Yadi, Rm. Hantoro, Rm. Tri Hartono, Rm. Harto, Rm. Tri Wahyono, Rm. Agoeng dan Rm. Bambang. Sesudah koordinator KKIT menyampaikan kata-kata sambutan, para tamu meminta kata-kata dari para rama Domus. Rm. Bambang kemudian memperkenalkan para rama Domus satu persatu yang disampaikan dengan nada canda dan ejekan. Suasana menjadi makin akrab ketika kemudian terjadi tanya jawab. Rm. Yadi menyampaikan sekilas perkembangan Domus dari kondisi tak enak hingga menemukan kesejahteraan. Rm. Hantoro berceritera ketika ikut pendidikan di tempat Ibu Theresa secara langsung. Suasana jadi amat lucu ketika Rm.Harto dan Rm. Tri Hartono kena giliran berbicara. Karena kelemahan suara, Rm.Bambang tampil jadi pengeras suara dengan mengulang kata-kata yang keluar. Tetapi dalam mengulang kata-kata kedua rama ini Rm.Bambang kerap menyelewengkan.
Dalam pertemuan itu Rm.Bambang memang menampilkan keakraban antar para rama Domus yang biasa makan bersama. Dengan semboyan menjalin kasih dengan "Negative thinking, negative feeling, dan negative speaking", Rm. Bambang berceritera tentang keadaan nyata dari yang biasa makan bersama baik kelemahan maupun kelebihan masing-masing. Dalam hal ini kelemahan bahkan kondisi yang bagi teman lain tak mengenakkan amat ditonjolkan sehingga masing-masing anggota rumah yang biasa makan bersama dapat mengalami "keburukan" teman sebagai bagian hidup masing-masing. Dari sini tampaknya segi baik masing-masing juga mudah berkembang. Dalam sharing ini Rm. Bambang mengambil contoh Rm. Yadi yang kemudian menjadi ahli dalam membuat rosario. Ternyata kisah Rm. Yadi membuat rosario mendapat sambutan besar dari para tamu. Rm. Bambang bilang "Rm. Yadi kerap membagikan rosarionya untuk hadiah pada momen-momen tertentu" yang disambut Rm. Yadi dengan senyum bangga. Tetapi ketika Rm. Bambang berkata "Ning sok-sok ya didol. Siji diregani rong puluh ewu" (Tetapi kadang-kadang juga dijual. Satu diberi harga Rp. 20.000), Rm. Yadi menyahut "Ora! Limalas ewu" (Tidak benar! Rp. 15.000) dan Rm.Bambang langsung bercuap "Wah, ra sida entuk bathi mangewunan" (Wah, gak jadi dapat untung 5.000an). Para tamu pun tertawa terbahak-bahak. Tetapi kemudian mereka meminta karya Rm. Yadi itu. Semua rosario Rm. Yadi akhirnya ludes dibeli para tamu.
0 comments:
Post a Comment