Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Sunday, January 24, 2016

Negative Thinking?


"Badhe nyuwun pirsa tentang 'berpikir negatif' kok dadosipun sae" (Saya mau tanya tentang 'berpikir negatif' yang berbuah baik) tanya Pak Seger kepada Rm. Yadi. Ini terjadi pada hari Minggu 17 Januari 2016 ketika rombongan salah satu Lingkungan dari Wilayah Prambanan, Paroki Kalasan, berkunjung di Domus pada sekitar jam 14.00. Katanya, rombongan ini berangkat dari Prambanan jam 10.00 menuju Jatiningsih, tempat ziarah di Paroki Klepu. Dari Jatiningsih mereka langsung menuju Domus Pacis. Ketika mendengar pertanyaan Pak Seger, Rm. Yadi tampak agak kebingungan. Tetapi Rm. Bambang langsung menghubungkan pertanyaan itu dengan peristiwa talkshow Natalan dan Tahun Baru di Dinas Pendidikan dan Olah Raga (Dispora) DIY pada Sabtu 9 Januari 2019. Rm. Bambang dengan seorang pendeta GKJ menjadi pembicara. Pak Seger menjadi salah satu peserta di antara para karyawan kantor Dispora DIY dan guru-guru SLB serta SBI se DIY. Pada waktu itu topik pembicaraan berkisar di suasana membangun keluarga dan lingkungan kerja yang membahagiakan. Di sini Rm. Bambang meyampaikan kunci "Berpikir, berasa negatif dan berbicara negatif" (negatif thingking, negatif feeling, negatif speaking). Hal ini dilengkapi dengan sedikit sharing tentang kehidupan antar para rama di Domus Pacis. Rm. Bambang menyampaikan bahwa pola berpikir positif kerap jatuh ke sikap menuntut orang lain jadi baik sehingga tak menerima bahkan jengkel hingga menolak kelemahan teman.

Sesudah mengetahui latar belakang pertanyaan itu, Rm.Yadi kemudian berceritera tentang beberapa pengalaman di Domus Pacis. Salah satu rama sudah mengalami kondisi tak sambung dengan realita dan dapat kebingungan. Suatu ketika pada saat makan dia berdiri dan berjalan tertatih-tatih menuju jendela. Kemudian dia menutupkan gorden jendela di kepalanya. Sejenak kemudian terdengar gemericik air mengalir dan tertawalah para rama lain sementara salah satu rama berteriak memanggil karyawan dengan menyebut "Nggawa pel!" (Bawa kain pel!). Sekalipun sedang makan para rama tidak merasa terganggu dan jijik ada kencing di ruang makan karena terbiasa memikir corak masing-masing rama dengan kelemahan bahkan keburukannya: Rama ini dapat berak saat makan, Rama ini omongannya jelek, Rama ini makan apapun sering lupa teman, Rama ini air liurnya dapat meleleh saat makan dsb. Hal-hal buruk tak hanya jadi keyakinan pikiran tetapi juga jadi bahan omongan yang entah bagaimana malah menjadikan suasana segar menghadirkan tertawa gembira termasuk yang dibicarakan.

Ketika kisah ini ditulis, peristiwa kekurangan jadi kegembiraan pun muncul pada makan malam 20 Januari 2016. Yang menjadi subyek (bukan obyek) pembicaraan adalah Rm. Harto. "Wah, foto-fotoku neng FB nek pas rama-rama jejer mesthi elek" (Wah, gambar-gambar fotoku kalau pas para rama duduk jajar berdampingan pasthi buruk) kata Rm. Bambang yang disahut oleh Rm. Hantoro "Piye ta?" (Mengapa?). Rm. Bambang menjelaskan "Rama-rama dha lenggah jejeg. Nanging Rm. Harto mesthi miring ngiwa kaya wong ngendhani cedhak kanca" (Para rama duduk tegak. Tetapi Rm. Harto selalu miring kekiri seakan-akan menolak dekat dengan teman) yang membuat tertawa semua rama (Rm. Yadi, Rm. Agoeng, Rm. Tri Hartono, Rm. Hantoro) termasuk Rm. Harto kecuali Rm.Tri Wahyono. Sebenarnya kata-kata itu menyinggung Rm. Harto yang kepalanya hingga leher selalu mengleng (miring) ke kiri. Pada malam ituAmpun purun!" (Jangan mau!). Dari sini terjadi debatan antara Rm. Hantoro dan Rm. Bambang. Untuk menutup debat Rm. Bambang berkata "Rm. Harto ki kangelan nek dipeksa tegak. Rama-rama liya sing kudu menyesuaikan diri nek pas foto. Liyane kan mudah adaptasi" (Rm. Harto akan kesulitan bila dipaksa tegak. Rama-rama lain yang harus menyesuaikan diri bila difoto, karena yang lain mudah beradaptasi). "Adaptasine piye" (Bagaimana cara adaptasinya?) tanya Rm. Tri Hartono dengan suara lirihnya. Rm. Bambang berkata "Nek pas foto bareng takabani 'MIRING KIRIIIII, GRAK!'"(Bila ada foto bersama aku akan memberi aba-aba 'MIRING KEKIRI, GRAK!'). Doa penutup makan jadi tertunda karena menunggu selesainya tertawa. Barangkali suasana ini yang membuat "Tua tak renta, sakit tak sengsara, mati masuk surga".
Rm. Hantoro terus menasehati agar Rm. Harto berlatih tegak. Tetapi Rm. Bambang berkata pada Rm. Harto "

0 comments:

Post a Comment