Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Saturday, November 12, 2016

“Plong” Ngarepke Ajal

A.    Supratiknya

Maut?

Akhir perjalanan hidup. Akhir peziarahan hidup. Akhir panggilan hidup. Akhir derita hidup.
Perisitiwa yang pasti. Tak terelakkan. Tak bisa kita kendalikan. Umumnya tak kita ketahui kapan datang.

Tanda-tanda Fisik?

1.      Berhenti bernafas.
2.      Jantung berhenti berdetak.
3.      Kematian otak: otak secara keseluruhan berhenti berfungsi dan tidak bisa berfungsi lagi, khususnya sesudah mengalami koma.
4.      Mendekati ajal, khususnya pada mereka yang menderita sakit kronik: fisik secara keseluruhan semakin lemah dan tidur dalam waktu makin panjang.
5.      Menjelang ajal (makin dekat pada ajal): nafas semakin lambat, jarak antar tarik napas semakin panjang, sampai akhirnya mangkat: dada tidak lagi naik-turun, tidak ada lagi nafas, mata berkaca-kaca, tidak ada lagi denyut nadi/detak jantung.

Tanda-tanda Psikologis?

1.      Fase Pra-aktif (bisa berlangsung dalam hitungan mingguan atau bulanan):
a.       Menarik diri dari kegiatan sosial dan lebih banyak menyendiri.
b.      Mulai melepaskan diri pada aneka kelekatan: harta benda, kesenangan-keinginan, dsb.
c.       Secara tidak lazim menemui dan mengajak bicara dengan sanak-saudara dan handai-taulan seolah untuk meminta maaf atau memperbaiki hubungan.
d.      Merasakan peningkatan rasa cemas, rasa tidak nyaman, bingung, mudah tersinggung, dsb.
e.       Menunjukkan peningkatan inaktivitas, kehilangan vitalitas, peningkatan waktu tidur.
f.       Kehilangan minat-perhatian pada aktivitas sehari-hari.
g.      Peningkatan ketidakmampuan sembuh dari aneka luka, memar, infeksi.
h.      Kehilangan nafsu makan-minum.
i.        Bicara tentang kematian, mengaku bahwa dirinya mendekati maut, atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang kematian.
j.        Minta bertemu dan bicara dengan pendeta, atau mengalami peningkatan minat-perhatian untuk berdoa atau bertobat.

2.      Fase Aktif (bisa berlangsung dalam hitungan hari atau paling lama dua mingguan):
a.       Mengatakan bahwa dirinya akan segera mangkat.
b.      Mengalami kesulitan menelan cairan, atau bahkan menolak asupan makanan-minuman.
c.       Mengalami perubahan kepribadian.
d.      Makin kurang tanggap (responsive) terhadap kehadiran orang lain atau kehilangan kemampuan berbicara.
e.       Tidak menggerakkan badan/anggota badan sama sekali dalam waktu yang panjang.
f.       Anggota badan seperti tangan, kaki, lengan tangan, lengan kaki terasa sangat dingin jika disentuh.

Catatan:
Tidak setiap orang menunjukkan semua tanda-tanda di atas.

Tahap-tahap Menghadapi Maut?

Khususnya berdasarkan wawancara mendalam dengan sekitar 200 orang penderita sakit terminal, Elisabeth Kubler-Ross menemukan lima tahap yang biasa dialami oleh seseorang dalam bergulat dan akhirnya berdamai dengan maut:

1.      Menyangkal (denial): Menolak mengakui bahwa dirinya sudah dekat dengan ajal. “Dokter salah diagnosis!”, pindah konsultasi ke dokter lain, atau pura-pura tidak tahu.

2.      Marah (anger): Menyadari bahwa dirinya mendekati ajal, iri dan benci pada orang lain yang masih sehat, khususnya jika masih memiliki banyak rencana dan keinginan, menuduh Tuhan tidak adil, dsb.

3.      Mencoba menawar (bargain): Berusaha menawar langsung dengan Tuhan atau melalui pendeta dengan berjanji bertobat, memperbaiki cara hidup, dsb. Jika ternyata, ajal tetap menjelang:

4.      Sedih (depression) dan putus harapan (hopelessness): meratapi kesehatannya yang memburuk, meratapi bakal berpisah dengan orang-orang yang dikasihi-mengasihi, meratapi rencana-keinginan yang tidak kesampaian, dsb.

5.      Menerima kematian (acceptance): Akhirnya bisa menerima maut yang tak terelakkan itu, dan mulai mempersiapkan diri maupun anggota keluarga untuk menerima perpisahan.

Catatan:
1.      Anggota keluarga yang mendampingi dan menyaksikan orang yang menghadapi maut akan mengalami kelima fase yang kurang lebih sama.
2.      Orang yang beruntung masih memiliki cukup waktu sebelum meninggal bisa didampingi melakukan life review atau semacam “persiapan diri menjelang ajal” meliputi: merenungkan kebermaknaan hidup yang sudah dijalani, melakukan aneka perubahan (termasuk pertobatan, dsb.) dan penyelesaian tugas-kewajiban yang masih tersisa (melunasi hutang, memohon maaf, menulis wasiat, dsb.).

Mendampingi Orang agar “Plong” Menjelang Ajal

1.      Membantu merasa tenang-nyaman: mengelus punggung, memegang tangan, membacakan kitab suci, mendoakan, memperdengarkan musik, intinya meyakinkan bahwa yang bersangkutan tidak sendirian menghadapi maut.

2.      Membantu mengatasi gangguan/ketidaknyamanan fisik, seperti bibir kering dsb.

3.      Menemani sanak-saudara dan handai-taulan yang datang menjenguk, termasuk bertanya kepada yang bersangkutan tentang siapa yang ingin ditemui untuk terakhir kali dan mengontak mereka.

4.      Menyiapkan daftar sanak-saudara dan handai-taulan yang perlu dihubungi saat ajal tiba.

5.      Sebagai pendamping, jangan segan mengungkapkan perasaan kita sendiri pada orang yang kita percaya, khususnya jika yang menjelang ajal adalah pasangan kita dsb.

6.      Jangan segan mengucapkan selamat jalan kepada yang sedang menghadapi maut.

7.      Yakinkan kepada yang bersangkutan (jika atau pada saat masih memungkinkan):
a.       Agar merasa bersyukur atas semua anugerah yang sudah diterima dalam hidup, memohon maaf atas semua kesalahan-kekurangan, dan memberikan maaf kepada semua orang atas kesalahan yang sudah mereka perbuat, khususnya melalui penerimaan sakramen-sakramen untuk terakhir kali.
b.      Tidak segan meminta jika memang ingin menghabiskan waktu sendiri.
c.       Agar menjadi penghibur bagi dirinya sendiri. Tidak ada orang lain yang lebih tahu tentang dirinya daripada dirinya sendiri.
d.      Agar tetap sabar. Orang lain bisa berubah sikap saat mengetahui diri kita menjelang ajal, termasuk merasa kehilangan.
e.       Agar tetap tenang: berpikir, membuat rencana-keputusan-persiapan dengan tenang, termasuk semua anggota keluarga yang terlibat.
f.       Pilih seseorang untuk menjadi orang kepercayaan terakhir.
g.      Minta penjelasan tentang keadaan dirinya serta apa saja dan untuk apa semua yang dilakukan terhadap dirinya oleh petugas medis.
h.      Jangan membebani sanak-saudara dan handai-taulan dengan kebingungan atau rasa bersalah: dengan cara tidak mengungkapkan apa yang diinginkan atau sebaliknya, terlalu banyak meminta melebihi kemampuan yang ditinggalkan untuk memenuhinya.

----------
Disajikan dalam Novena Ekaristi Seminar 2016 di Domus Pacis, tanggal 6 November 2016.

0 comments:

Post a Comment