Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Monday, November 7, 2016

Rm. Harto Berjumpa Famili


"Liwat mbalik dalan kuwi. Engko terus luuuurus wae" (Lewat jalan yang membalik itu. Nanti terus lurus saja) kata-kata Rm. Bambang memberi informasi kepada Mas Handoko yang pegang stir mobil Granmax. Di dalamnya ada Rm. Harto, Mas Abas, Bu Madi, Bu Mardanu, Mbak Sri Handoko dan ketiga anaknya. Sementara itu di belakangnya Bu Laksono dengan mobilnya membawa Bu Kartini, Bu Tatik, Bu Sri, dan Bu Narti.  Ketika mobil masuk di jalan aspal Rm. Bambang meneruskan "Nengen, prapatan ngiwa. Engko terus lan kowe ngerti dhewe" (Kekanan, sampai perempatan belok kiri. Nanti terus hingga engkau akan tahu sendiri). "Lho, iki kok dalane apik lan cepet tekan dalan gedhe. Ora kaya mau mbingungke" (Lho, sekarang jalannya bagus dan cepat sampai jalan umum. Tidak seperti tadi yang membingungkan) komentar salah satu ibu. Memang, pada waktu berangkat, rute yang ditempuh berbeda jalan yang bagi pendatang baru memang membingungkan. Apalagi ini terjadi ketika hari sudah gelap.

Dua mobil itu memuat para relawati-relawan Domus Pacis yang pergi bersama Rm. Harto dan Rm. Bambang menghadiri peringatan 100 hari wafat Pak Hidayat, ayah Bu Rini, pada Sabtu malam 29 Oktober 2016. Bu Rini juga menjadi salah satu relawati Domus Pacis. Sebenarnya Rm. Tri Hartono juga sudah berencana ikut datang. Tetapi pada hari itu ternyata kondisi beliau tiba-tiba terasa lemah dan harus beristirahat. Bagi Bu Rini ini adalah peristiwa istimewa karena dia adalah satu-satunya yang beragama Katolik dalam keluarganya. Almarhum ayah-ibu dan keempat saudarinya beragama Islam. Akan tetapi sanak keluarga dari garis pihak Pak Hidayat kebanyakan beragama Katolik. Peringatan 100 hari ini diselenggarakan dengan Perayaan Misa mulai jam 19.00 yang dipimpin oleh Rm. Bambang dan didampingi oleh Rm. Harto. Keduanya duduk di kursi roda. Peserta misa terutama adalah umat Lingkungan Banteran, karena misa diadakan di Dusun Banteran, Paroki Mlati, tempat keluarga yang Katolik. Selain keluarga dan beberapa warga Banteran, beberapa pihak luar juga ikut ambil bagian membantu kelancaran peristiwa ini. Kelompok kor ibu-ibu Paroki Medari, karena Bu Rini juga jadi ketua Ibu-ibu Paroki Medari, menjadi pengiring misa. Catering untuk konsumsi diurus oleh Bu Titik dari Ambarrukmo yang juga menjadi salah satu relawati Domus.

Dalam peristiwa peringatan 100 hari wafat Pak Hidayat itu terjadi hal tidak terduga. Salah satu paman Bu Rini ketika berjumpa dengan Rm. Harto sesudah misa baru sadar bahwa Rm. Harto adalah salah satu dari keluarga besarnya. Mereka berasal dari Dusun Dero, Pakem. "Rin, Rama Harto iki ya isih sedulur" (Rin, Rama Harto ini masih termasuk keluarga kita) kata sang paman kepada Bu Rini. Rm. Harto pun tampak gembira sekali. Ketika Rm. Bambang sudah duduk di dalam mobil akan berangkat pulang, sang paman menyalami dengan erat penuh kegembiraan dan berkata "Matur nuwun, rama. Benjang kula kepingin dhateng Domus Pacis ken ngeterke Rini" (Terima kasih, rama. Besok saya akan ke Domus Pacis minta diantar oleh Rini). Di dalam mobil Rm. Harto mampu berbicara dengan suara keras, tidak seperti biasa dalam bersuara sulit terdengar, dan ini adalah pertanda ada kegembiraan. "Wau kure sae, nggih" (Tadi kor benyanyi dengan bagus, ya) salah satu ungkapan Rm. Harto di dalam mobil. Ketika sampai Domus Pacis pada sekitar jam 22.15, Rm. Harto berkata kepada Rm. Bambang "Matur nuwun, nggih" (Terima kasih, ya).

0 comments:

Post a Comment