Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Thursday, September 29, 2016

Kekurangan Jadi Modal Pelayanan


Di antara para rama penghuni Domus Pacis sering muncul kelakar di depan para pengunjung atau di depan umat lain. Salah satu ungkapan yang biasa membuat suasana penuh tawa adalah "Domus Pacis adalah tempat khusus bagi para rama yang sudah kedaluwarsa atau expired." Ungkapan expired selalu didasarkan pada kenyataan bahwa para rama itu sudah tidak mendapatkan tugas karya resmi dari Keuskupan. Terhadap ungkapan itu tak jarang muncul komentar "Ya tidak gitu, rama. Rama kan masih dapat melayani." Hal ini memang tidak salah. Dari 6 orang yang sudah tua dan atau difabel ada 4 orang yang masih dapat diminta melayani secara terbatas terutama dalam pelayanan misa. Mereka adalah Rm. Joko, Rm. Yadi, Rm. Harto dan Rm. Bambang. Rm. Harto melanjalani pelayanan konsultasi dan doa, tetapi dalam hal misa beliau hanya menjadi peserta. Rm. Bambang, selain dalam pelayanan misa, juga melayani pendampingan bagi kaum tua/lansia. Memang, yang kadang-kadang masih pergi luar Yogya untuk pelayanan adalah Rm. Bambang. Yang terakhir terjadi pada hari Minggu 25 September 2016 di Paroki Banyumanik.

Pada hari itu Rm. Bambang sudah bangun pada jam 02.00 untuk mengirimkan renungan di Blog Domus. Sesudah mandi dan berpakaian dia menyiapkan diri di kanopi depan pada jam 03.15. Mas Handoko, salah satu relawan Domus, datang pada jam 03.20. Pada jam 03.30 dengan mobil Ayla yang dikendarai oleh Mas Handoko, Rm. Bambang meninggalkan Domus Pacis. Sesudah mampir Sleman, karena Bu Rini juga ikut, mobil langsung menuju Banyumanik, Semarang. Karena berhenti untuk makan bubur ayam, rombongan kecil ini sampai di kompleks gedung Gereja Banyumanik pada jam 06.30. Rm. Bambang diminta untuk memimpin misa umat Paroki Banyumanik yang secara khusus menghadirkan banyak kaum difabel dari Semarang bahkan sampai Girisonta yang terdiri dari orang-orang tuna netra (buta), tuna daksa (cacad tubuh), tuna rungu (tuli bisu) dan autis. Dari para petugas misa, yang dimulai pada jam 07.00, lektor dijalani oleh 2 orang dari tuna rungu. Bahwa Rm. Bambang sudah jauh hari sebelumnya diminta untuk memimpin misa tersebut, hal ini barangkali didasarkan pada realita Rm. Bambang yang juga termasuk golongan kaum difabel karena kepincangan kaki kirinya dan kini sudah banyak menggunakan kursi roda. Dalam misa ini, Rm. Bambang didampingi oleh Rm. Supriyanto (Pastor Kepala) dan Rm. Pranowo (Pastor Pembantu).

Barangkali karena terkesan dari susana misa yang tampaknya amat segar dan menggembirakan, sesudah misa banyak dari peserta difabel terutama yang tuna rungu dan autis minta foto bersama Rm.Bambang. Sebenarnya Rm. Bambang diminta untuk ikut temu gembira dengan kaum difabel yang disiapkan dalam acara khusus sesudah misa. Tetapi karena pada sore hari sudah ada janjian acara di Yogya, Rm. Bambang harus langsung meninggalkan Banyumanik. Ternyata acara ini diselenggarakan secara khusus oleh Serikat Santo Vinsensius (SSV) Banyumanik. Kegiatan SSV ini dilakukan bekerjasama dengan KSD (Komunitas Sahabat Difabel) Banyumanik. Dalam peristiwa ini banyak karya kaum difabel yang dipasarkan di samping gedung Gereja.

0 comments:

Post a Comment