diambil dari http://surveymeter.org
Hasil
Sensus penduduk 2010 menempatkan Indonesia di peringkat lima
negara-negara dengan populasi lansia tertinggi. Atau peringkat empat di
Asia setelah India, China, dan Jepang. Bagi negara berkembang seperti
Indonesia, penuaan penduduk ini memunculkan tantangan yang sangat
kompleks dibanding negara maju. Uniknya, hasil penelitian menunjukkan
indek penuaan aktif domain ketenagakerjaan Indonesia tinggi di dunia.
Pertanyaannya, dari sisi jaminan sosial apakah lansia Indonesia
benar-benar aktif atau dikondisikan untuk aktif.
Pemerintah Indonesia dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, menyatakan dalam
bidang kesejahteraan sosial, sasaran yang ingin dicapai dalam periode
2015-2019 adalah meningkatnya akses dan kualitas hidup lansia. Di mana
khusus untuk lansia arah kebijakan nasional difokuskan pada penguatan
skema perlindungan sosial bagi lansia. Apakah Indonesia akan mampu
mengelola sumber daya untuk menangani penduduk lansia yang berkembang
pesat dengan inovatif dan integratif. Tentu hal tersebut merupakan tugas
bersama semua komponen bangsa.
Dengan maksud untuk mewujudkan ikhtiar bersama tersebut, Lembaga Penelitian SurveyMETER, sebagai lembaga yang concern
pada isu kelanjutusiaan dan penuaan penduduk menyelenggarakan Lokakarya
Satu Hari “LANSIA DAN PENUAAN PENDUDUK INDONESIA”. Kegiatan ini
didukung oleh Knowledge Sector Initiative (KSI), Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Australia.
Lokakarya ini digelar pada Selasa 7
April 2015 kemarin di Jogjakarta Plaza Hotel Jalan H Afandi Yogyakarta.
Tujuan dari Lokakarya ini adalah untuk berbagi informasi dan
mendiskusikan permasalahan terkait hak dan perlindungan sosial lansia
serta merumuskan terobosan dalam penanganan lansia yang inovatif dan
terkoordinasi. Lokakarya dikemas sebagai suatu forum diskusi dalam 5
sesi pemaparan dan diskusi dari hasil penelitian empiris berkaitan
dengan lanjut usia aktif di Indonesia, dari perspektif pemerintah, serta
dari praktisi kelanjutusiaan dan pemangku kepentingan tentang lanjut
usia lain.
Sesi 1 diskusi Pemaparan Hasil Studi
Empiris tentang Lansia Aktif dan Perlindungan Sosial dengan pemateri
Firman Witoelar PhD (judul: Kondisi Ekonomi dan Kesehatan Lansia: Kajian
Empiris) dan Edy Purwanto SP, MSc (judul: Menuju Indeks Penuaan Aktif:
Sebuah Eksplorasi). Keduanya merupakan peneliti dari SurveyMETER. Dua
kajian pemateri merupakan hasil analisa data dari Indonesia Family Life
Survey (IFLS) 1993-2007. Pemimpin diskusi sesi ini adalah Dr Aris Ananta
PhD, peneliti dari Institute of South East Asian Studies Singapore
((ISEAS).
Di antara yang cukup seru pada sesi ini
adalah diskusi panjang mengenai indeks penuaan aktif. Diakui bahwa
indeks penuaan aktif ini merupakan yang pertama di Indonesia. Namun 7
dimensi lansia yang menjadi alat ukur active ageing masih harus
dieksplorasi lagi mengingat perbedaan karakter antara lansia Indonesia
dan di negara-negara maju dalam Global Agewatch Index 2013 yang
dijadikan perbandingan. Sehingga perlu didiskusikan kembali pemberian
bobot setiap domain agar lebih sesuai untuk kondisi Indonesia.
Di antara hasil eksplorasi ini menunjukan domain participation in society
memiliki nilai yang jauh lebih rendah sehingga perlu diberikan
kesempatan yang lebih mudah kepada lansia untuk berpartisipasi dalam
kegiatan sosial. Sementara domain employment memiliki
persentase kontribusi yang paling tinggi. Karena dilihat dari jaminan
sosial, lansia harus bekerja karena tidak mampu sehingga harus bekerja.
Tantangannya adalah upaya peningkatan kesejahteraan untuk lansia agar
berkurang aktivitas bekerjanya, atau sebaliknya, perlu diciptakan
lapangan kerja yang dapat menampung lansia kembali. Sehingga kondisi
yang paling ideal dan diharapkan adalah memiliki jaminan masa tua bagi
lansia dan di sisi lain menyediakan lapangan kerja bagi lansia yang
masih ingin bekerja.
Sesi 2 diskusi Pemaparan Program
Keluarga dan Lansia Tangguh dan Skema Perlindungan Sosial bagi Lansia,
Tantangan dan Hambatannya. Pemateri Dra Elisabeth Kuji sebagai Direktur
Bina Ketahanan Keluarga Lansia dan Rentan BKKBN (judul: Pendampingan
Bina Keluarga Lansia (BKL) dalam Menjadikan Lansia Tangguh) dan Bapak
Nuim Mubarok sebagai Kepala Departemen Aktuaria dan Manajemen Resiko
BPJS Kesehatan (judul: Skema Perlindungan Sosial bagi Lansia dalam JKN,
Tantangan dan Hambatannya). Diskusi panel sesi ini dipimpin oleh Prof
Tri Budi W Rahardjo dari Centre for Ageing Studies University of
Indonesia (CAS UI).
Sesi 3 diskusi tentang Penanganan Lansia
Berbasis Keluarga dengan pemateri Dra Eva AJ Sabdono MBA dari Yayasan
Emong Lansia UI (judul: Penanganan Lansia dalam Keluarga) dan pemimpin
diskusi Prof Mayling Oey Gardiner PhD. Pemateri kedua Dra Tuti Haryati
MM sebagai Direktur Pelayanan Lanjut Usia Dirjen Rehabilitasi Sosial
Kemensos RI secara mendadak urung hadir.
Sesi 4 diskusi tentang Penanganan Lansia
Berbasis Masyarakat menampilkan 3 pemapar. Yaitu Dr Didik Suprayitno MM
yang merupakan Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Sumber Daya
Manusia dan Kependudukan (judul: Penanganan Lansia dan Sistem
Pemerintahan NKRI), Dr Vivi Yuliaswati MSc sebagai Direktur Perlindungan
dan Kesejahteraan Masyarakat Kementerian PPN/BAPPENAS (judul:
Perlindungan Sosial Lanjut Usia), dan H Sudiman SAg, MPd.I ketua Yayasan
Melati Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta (judul: Bangun Masyarakat
Peduli Lansia). Diskusi sesi ini dipimpin oleh moderator Prof Dr Clara
Meliyanti Kusharto dari Silver College Indonesia.
Sesi 5 diskusi pemaparan bagaimana
Mencari Solusi Penanganan Lanjut Usia yang Inovatif dan Terkoordinasi
dengan pemateri Dr Ir Adhi Santika MS, SH sebagai Ketua Pokja III Komnas
Lansia 2010-2014 (judul: Mencari Solusi Penanganan Lanjut Usia yang
Inovatif dan Terkoordinasi) dan Prof dr Fasli Jalal PhD, SpGK sebagai
kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (judul:
Tantangan dan Peluang Dalam Mewujudkan Lansia Tangguh). Diskusi dipimpin
moderator Dr Nugroho Abikusno dari InResAge Universitas Trisakti dan NB
CMS UI Jakarta.
Sesi terakhir ini cukup seru juga kerana
menyangkut eksistensi Komnas Lansia yang kebetulan masih vakum. Adhi
Santika menawarkan 3 metode dalam penanganan lansia di Indonesia yang
seperti 7 mozaik berserakan. Pertama, metode evaluasi terhadap produk
hukum, peran stakeholder, lembaga tinggi negara dll, serta evaluasi
program, kebijakan dan kegiatan pemerintah dalam kelanjutusiaan. Kedua,
metode pendekatan: indikator. Ketiga, metode pendekatan: yuridis. Adhi
Santika juga menawarkan 4 alternatif solusi. Yaitu pengarusutamaan
lintas sektoral dan lintas generasi dan berbagi masalah kelanjutusiaan
dengan sektor swasta serta pengarusutamaan peran lansia, pendekatan hak
(right based approach), perkuat Komnas Lansia dalam rekrutmen anggota
(revisi Kepres No. 52), dan perkuat data kelanjutusiaan.
Sementara Prof Fasli Jalal menyampaikan
penanganan lansia lebih efektif kalau dimulai di level daerah. Bagaimana
para stakeholder meyakinkan calon-calon kepala daerah yang diusung
untuk memerangi isu kependudukan dan KB.
Kesimpulan lokakarya disampaikan oleh Dr
Evi Nurvidya Arifin dari Institute of South East Asian Studies
Singapore ((ISEAS). Pertama, yaitu keeksistensian Komnas Lansia sebagai
aparat pemerintahan yang memayungi semua. Kedua, ageing population
adalah the mega demographic trend kerena lajunya yang sangat cepat dan jumlahnya sangat besar. Ketiga, Indonesia mengalami ageing population
di saat negara sedang merangkak menjadi sebuah negara yang
berpendapatan tinggi, kita tua sebelum kaya. Di Eropa, ageing population
terjadi saat ekonominya kaya, mereka kaya sebelum tua. Pertanyaannya,
bagaimana cara membiayai semua kebutuhan kelanjutusiaan manakala kita
nggak punya uang. Ikhtiarnya adalah seperti bahasan lokakarya ini;
bagaimana menjadi active ageing (menua dengan aktif) bukan
lansia aktif. Isu ini harus menjadi isu semua kelompok umur; bagaimana
menjadi orang tua yang tangguh. Jadi kesimpulan dari semua presentasi
adalah “untuk menjadikan lansia menua secara aktif, sehat, tangguh, dan
terlindungi”.
Petisi Masyarakat Peduli Lansia
Salah satu hasil spontan dari skenario lokakarya ini adalah lahirnya “Petisi Masyarakat Peduli Lansia” yang
disampaikan dan ditandatangani peserta lokakarya di sela sesi 5. Petisi
ini menyoroti peran Komisi Nasional Lanjut Usia yang dibentuk
berdasarkan Keputusan Presiden No. 52 tahun 2004 tentang Komisi Nasional
Lansia. Komnas Lansia terbukti memberikan sumbangsih yang besar dalam
fungsinya membantu presiden dalam mengkoordinasikan pelaksanaan upaya
peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia serta memberikan saran
presiden dalam menyusun kebijakan-kebijakan upaya peningkatan sosial
lanjut usia. Namun Komnas Lansia periode 2015-2019 masih belum juga
dilantik oleh presiden. (JF)
0 comments:
Post a Comment