Bus yang membawa 48 warga Katolik Paroki Medari menuju Semarang pada jam 07.30 Jumat tanggal 6 Mei 2016. Rama Bambang yang menjadi pendamping berada di Granmax, mobil Domus Pacis, yang disopiri oleh Mas Handoko yang mengajak istri dan satu anaknya. Ini adalah program napak tilas karya misi Keuskupan Agung Semarang yang sebenarnya menjadi program Lingkungan Sleman Timur, Paroki Medari. Pada mulanya rombongan Lingkungan ini hanya akan memakai bus kecil. Tetapi jumlah peserta memaksa koordinator harus mencari bus besar sehingga para warga Katolik dari Lingkungan-lingkungan lain dapat ikut. Perjalanan menuju Semarang cukup lancar.
Di dalam program napak tilas ini para peserta diajak mengunjungi tiga tempat: Gedung Gereja Gedangan, Gedung Gereja Katedral, dan Wisma Uskup Keuskupan Agung Semarang. Suasana keagamaan amat ditekankan di dalam pendampingan. Dalam pendampingan selalu ada suasana dialogal sehingga para peserta dapat mengajukan pertanyaan.
- Di gedung Gereja Gedangan: Ini terjadi pada sekitar jam 10.45-11.45. Sebuah lagu dinyanyikan bersama diteruskan dengan doa Aku Percaya, Kemuliaan, Terpujilah, Bapa Kami, Tri Salam Maria, Kemuliaan, Terpujilah, Bapa Kami, 10 kali Salam Maria, Kemuliaan, dan Terpujilah. Sesudah itu kisah peran Gedangan di dalam karya misi Keuskupan Agung Semarang (KAS) dikisahkan. Pada tanggal 27 Desember 1808 Rama L. Prinsen SY dari Batavia (kini Jakarta) datang di Semarang ditugasi oleh Gubernur Belanda, Daendeles, untuk mendampingi orang-orang Eropa yang beragama Katolik. Pada waktu itu perayaan misa berada di gedung Gereja Blenduk milik umat Protestan. Ini adalah karya misi pertama di wilayah yang kini disebut Keuskupan Agung Semarang. Pada tahun 1809 Rama Prinsen membentuk Kerkeraad atau Dewan Gereja (kini menjadi Pengurus Gereja dan Papa Miskin). Penggembalaan Gereja Gedangan secara praktis menjadi Paroki Semarang yang pada tahun 1816 meliputi seluruh Jawa Tengah (termasuk Kerajaan Yogyakarta karena pada waktu itu belum ada Daerah Istimewa Yogyakarta) ditambah Madiun, Cianjur dan Indramayu. Pada tahun 1859 dua orang Yesuit datang ikut membantu karya misi. Kedatangan para rama diharapkan dapat ikut mengembangkan pewartaan iman di kalangan orang Jawa. Akan tetapi kenyataan berbicara bahwa orang-orang Jawa sulit menerima agama Katolik. Data menunjukkan bahwa hingga tahun 1900 umat Katolik bukan Eropa hanya berjumlah 328 orang yang tersebar di 6 paroki: 164 orang di Semarang, 30 orang di Ambarawa, 37 orang di Yogyakarta, 45 orang di Magelang, 32 orang di Mendut, dan 20 orang di Muntilan. Dibandingkan dengan jumlah 8.180 orang Katolik Eropa, jumlah orang Katolik setempat hanya sebesar 3,86%. Dengan kenyataan ini orang dapat memaklumi kalau di mata para misionaris Eropa Jawa disebut sebagai Tanah Tanpa Harapan. Hal inilah yang membuat karya misi di Hindia Belanda diarahkan ke Nusa Tenggara Timur (NTT). Meskipun demikian Gedangan tetap memiliki peranan penting, karena para misionaris yang datang untuk berkarya di NTT selalu melakukan persiapan-persiapan di Gedangan. Hal ini membuat Rama J. Lijnen Pr. pada tahun 1870 mendatangkan suster-suster Ordo Santo Fransiscus (OSF) yang gedung pusatnya di seberang kompleks gereja Paroki Gedangan.
- Di gedung Gereja Katedral: Jam 12.20-13.30. Paroki Katedral juga kerap disebut Paroki Randusari. Nama Paroki biasa menunjuk daerah dimana Paroki berada. Sebagaimana Paroki Gedangan ada di daerah Gedangan, demikian pula Paroki Randusari berada di daerah Randusari. Bahwa disebut Katedral, hal ini disebabkan di gedung Gerejanya terdapat catedra yang berarti tahta uskup. Randusari yang awalnya berada dalam reksa pastoral Paroki Gedangan, karena jumah umat berkembang banyak, pada 27 Oktober 1927 menjadi paroki sendiri terpisah dari Paroki Gedangan dan gedung Gerejanya diberkati pada 31 Juli 1937. Pada tanggal 4 Agustus 1940 wilayah-wilayah Semarang, Ambarawa, Magelang, Yogyakarta dan Surakarta dimaklumkan menjadi Vikariat tersendiri terpisah dari Vikariat Batavia. Dengan ditahbiskannya Rama Albertus Soegijapranata S.J. sebagai Uskup Vikariat Semarang, Paroki Randusari dipilih menjadi Paroki Katedral dengan menempatkan catedra di dalam gedung Gerejanya. Dengan menengok pengalaman kisah di Gedangan, perkembangan menjadi Keuskupan sungguh amat membuat tercengang. Ternyata hal ini amat berkaitan dengan salah satu misionaris khusus bagi orang Jawa, yaitu Rama F. van Lith S.J. Di dalam karyanya beliau amat melandaskan diri pada pola budaya Jawa. Peristiwa tumbuh dan berkembangnya umat Katolik Jawa sehingga muncul Komunitas Katolik Jawa ditandai dengan pembaptisan 173 orang di Sendang Sono pada 14 Desember 1904. Semua ini adalah adalah hasil derap partisipasi kaum awam dengan tokoh terkenal Barnabas Sarikromo. Rintisan karya misi Rama van Lith memang membuat banyak awam terlibat dalam pewartaan iman. Mereka berasal dari kaum tani seperti di Kalibawang, para guru yang kebanyakan lulusan sekolah van Lith, dan yang berasal dari golongan Kejawen. Partisipasi kaum awam membawa dampak tumbuh berkembangnya umat. Dari segi jumlah umat Katolik dapat dicatat: tahun 1928 dari 21.787 orang, 8.810 (40,42%) adalah orang setempat; tahun 1933 dari 30.305 orang, 17.442 (57,55%) adalah orang setempat; tahun 1938 dari 37.124 orang, 21.922 (59.05%) adalah orang setempat; tahun 1940 dari 41.102 orang, 25.278 (61,50%) adalah orang setempat. Pada tahun 1940 di seluruh Pulau Jawa jumlah orang Jawa Katolik ada sekitar 40.000 orang. Dengan demikian sekitar 62,50% berada di yang sekarang disebut Keuskupan Agung Semaran. Sementara itu dari 31 paroki yang berada dalam reksa pastoral Vikariat Jawa Tengah pada tahun 1940, 21 paroki ada di Jawa Tengah (termasuk Yogyakarta) sesudah dikurangi wilayah Vikariat Surabaya dan Vikariat Purwokerto. Maka bisa dipahami kalau kemudian ada keputusan pendirian Vikariat Semarang dengan Uskup pribumi sejak awal. Acara di gedung Gereja Katedral dibuka dan ditutup dengan persepuluhan doa Salam Maria. Kemudian ada istirahat 30an menit untuk santap siang.
- Di Wisma Uskup Keuskupan Agung Semarang: Jam 14.15-15.15. Para peserta menuju Wisma Uskup lewat pintu khusus tembusan dengan Pastoran Katedral yang kuncinya hanya dimiliki oleh Pastoral Kepala yang menjadi salah satu anggota Kuria KAS. Di Kapel Wisma Uskup Rama Bambang memimpin misa sebagai puncak permenungan sekilas sejarah karya misi di Gedangan dan Katedral. Di dalam misa ini inti bacaan dimanfaatkan untuk mendorong semangat ambil bagian untuk memancarkan iman akan Tuhan Yesus Kristus.
0 comments:
Post a Comment