Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Thursday, July 28, 2016

Melayat


Ketika makan pagi Kamis 21 Juli 2016 Rm. Bambang memberi informasi kalau Pak Dayat, bapaknya Bu Rini, wafat pada Rabu 20 Juli sekitar jam 10.00 malam. Bu Rini adalah salah satu relawati Domus Pacis.  Selama 25 hari ketika almarhum ayahnya opname di Rumah Sakit Betesda, Bu Rini praktis setiap malam tidur di rumah sakit menunggu sang ayah. Dan pada Kamis ini sang ayah akan diberangkatkan di tempat pemakaman pada jam 02.00 siang di dusunnya, Jodag yang termasuk wilayah Cebongan. Karena beberapa orang menginginkan melayat bersama, Rm. Bambang memesan pemakaian Granmax, mobil Domus Pacis. Dua karyawan, Pak Tukiran dan Bu Tari, menyatakan akan ikut melayat tetapi Pak Tukiran berangkat pakai motor. Pak Handoko dan Bu Sri, istrinya, bergabung dengan mobil Domus dan Pak Handoko akan pegang stir. Bu Riwi, yang juga relawati Domus seperti Pak Handoko dan Bu Sri, juga ikut mobil Domus. Sedang para rama Domus yang ikut melayat adalah Rm. Yadi, Rm. Tri Hartono dan Rm. Bambang.

Pada jam 12.30 rombongan Domus berangkat. Di tempat pelayatan sudah terdapat banyak sekali mobil dan sepeda motor yang parkir. Sebenarnya mobil Domus diminta parkir di tempat yang jauh dari rumah duka. Tetapi Pak Handoko meminta ijin untuk boleh sampai dekat rumah duka untuk menurunkan penumpang-penumpang yang akan kesulitan kalau berjalan jauh, yaitu ketiga rama. Dan ketika para penumpang turun, ketiga rama memang menarik banyak perhatian dari para pelayat. Rm. Bambang didorong dengan kursi rodanya, Rm. Yadi berjalan dengan krug dan Rm. Tri Hartono harus berjalan dengan langkah kaki yang tampak kesulitan. Bu Sri, Bu Tari dan Bu Riwi mendamping para rama sementara Pak Handoko memarkir mobil. Pak Tukiran dan Bu Mumun, relawati lain, menyusul dengan kendaraan sendiri. Bu Mumun disertai oleh Pak Frans, suaminya. Banyak pelayat Katolik yang tergopoh-gopoh menyongsong para rama untuk menyalami dan membantu sampai di deretan tempat duduk para pelayan lain yang jumlahnya memang amat banyak. "Ngangge misa mboten?" (Pakai misa tidak?) tanya salah satu ibu relawati yang ikut rombongan mobil Domus. "Pak Dayat ki Islam. Bu Rini satu-satunya sing Katolik. Adhi-adhine lan sanak sedulur seka ibune kabel Islam" (Pa Dayat itu beragama Islam. Bu Rini adalah satu-satunya yang beragama Katolik. Adik-adik dan sanak saudara dari ibunya kesemuanya beragama Islam). Pada malam hari Bu Rini menelpon Rm. Bambang "Saya senang sekali, terdukung oleh kehadiran para rama Domus dan teman-teman. Banyak umat Paroki Medari sampai dewan harian juga melayat. Rm. Deny dan perangkat yayasan juga datang". Bu Rini, selain ketua Ibu-ibu Paroki Medari, memang menjadi salah satu guru dari SMK Sanjaya Pakem yang berada di bawah Yayasan Bernardus.

0 comments:

Post a Comment