diambil dari http://www.mirifica.netBy
A. Gianto
on
Jendela Alkitab, Mingguan
Rekan-rekan yang budiman!
Pada hari Minggu Adven I tahun C
dibacakan Luk 21:25-28.34-36. Disebutkan bahwa pada akhir zaman nanti
akan ada pelbagai kekacauan. Tapi pada saat itu juga orang akan “akan
melihat Anak Manusia datang dalam awan dengan segala kekuasaan dan
kemuliaannya” (ayat 27). Lukas menerapkan Dan 7:13 pada Yesus, yang
dengan kebangkitannya telah menandai berakhirnya kekuasaan maut dan
kekacauan. Ulasan kali ini ada banyak hubungannya dengan pembicaraan
mengenai Injil hari Minggu Biasa XXXIII/B tgl. 19 November yang lalu,
yakni Mrk 13:24-32 karena sama-sama mengupas tema “akhir zaman”. Tetapi
ada beberapa hal yang dapat disebut sebagai kekhasan Lukas.
MEMANDANGI DUA WAJAH YERUSALEM
Lukas menerapkan gelagat kosmik
mengenai akhir zaman (Luk 21:25-26; yang diambil dari Mrk 13:24-27)
kepada peristiwa dihancurkannya kota Yerusalem pada tahun 70 oleh
tentara Titus yang datang menumpas pemberontakan orang Yahudi. Runtuhnya
Yerusalem diungkapkan dalam Luk 21:20-24. Orang yang mengalami bencana
itu dikatakan “akan melihat Anak manusia datang dalam awan dengan segala
kekuasaan dan kemuliaannya” (Luk 21:27). Maksudnya, orang akan teringat
akan Dan 7:13 yang intinya menunjukkan bahwa kekuatan jahat sudah
dipunahkan Tuhan dan kini Anak Manusia, yakni Yesus, menerima kuasa atas
seluruh alam semesta. Bagi Lukas, kota “Yerusalem” dari zaman
Perjanjian Lama sudah punah, seperti halnya kekuatan jahat yang dalam
Dan 7 digariskan punah karena terlalu dihuni oleh kekuatan-kekuatan
jahat yang menolak kehadiran Yesus. Kehancuran Yerusalem oleh
balatentara Romawi bagi Lukas menjadi penegasan dari kebenaran iman ini.
Tentu saja kota itu kemudian dibangun kembali pada zaman generasi kedua
orang kristiani. Tetapi bagi Lukas, Yerusalem ini sudah bukan lagi
realitas fisik melainkan realitas iman, yakni kota suci tempat Yesus
menyatakan siapa dirinya secara utuh ketika wafat dan bangkit. Menarik
bagi ilmu tafsir, dalam tulisannya, Lukas memakai dua bentuk Yunani nama
Yerusalem, yang pertama ialah “Ierousaleem” (=Yerusalem dalam
perspektif penolakan terhadap Yesus) dan “Hierosolyma” (=Yerusalem dalam
perspektif kota suci yang menerima Yesus). Nah yang akan lumat ialah
“Ierousaleem”, yakni kota yang telah menolak Yesus. Dalam rangka itulah
maka Lukas menuliskan nasihat “berjaga-jaga agar hati tidak dibebani
oleh pesta pora dan kemabukan serta kekhawatiran hidup sehari-hari…”
(Luk 21:34). Yang dimaksud di sini ialah ajakan agar orang tidak
bersikap ekstrem melulu senang-senang tak peduli toh akhir zaman akan
datang atau bersikap gelisah terus-terusan dengan alasan yang sama. Dua
sikap yang saling berlawanan itu bisa terjadi dalam menghadapi
perspektif “zaman edan”. Mengapa Lukas menasihati agar orang menjauh
dari sikap ini? Tak lain tak bukan karena dua sikap itu sama-sama
menutup diri bagi kehadiran Yang Ilahi dalam kehidupan ini. Kedua-duanya
tidak memberi ruang gerak pada Roh yang diutus Yesus untuk menghibur
dan menopang kehidupan sehingga orang dapat menghadapi akhir zaman
dengan kuat, supaya “tahan berdiri di hadapan Anak Allah” (Luk 21:36).
Roh Tuhan sendirilah yang akan menuntun orang lewat penghakiman terakhir
itu. Jadi bagi Lukas, yang paling penting dalam menghadapi prospek
akhir zaman itu ialah keterbukaan kepada Tuhan yang mau menyertai
manusia.
ANTARA KELAHIRAN YESUS DAN PAROUSIA
Manakah hubungan antara prospek Parousia (kedatangan Anak Manusia di akhir zaman) dengan permulaan Masa Adven menyongsong pesta kelahiran Sang Penyelamat? Dalam kisah-kisah kelahiran Yesus ditekankan kesederhanaannya, juga kesederhanaan orang-orang yang mengitarinya. Dia yang lahir di Betlehem itu sama dengan dia yang nanti akan datang kembali dengan segala kemuliaannya pada akhir zaman. Bagaimana tokoh yang sesederhana itu bisa sama dengan dia yang akan datang dengan mulia dan memperoleh kuasa atas jagat ini? Lukas dalam seluruh Injilnya mengajarkan bahwa itu semua terjadi lewat perjalanan Yesus dari Galilea ke Yerusalem. Dengan kedatangannya kota itu mengadili diri: bila menolak, maka kota itu menjadi kota “Ierousaleem”, yang prospek kehancurannya sudah jelas. Bila menerimanya, maka kota itu akan menjadi kota suci “Hierosolyma” yang abadi. Jadi kedatangan Penyelamat yang persiapannya dirayakan dalam Masa Adven ini akan menentukan nasib banyak orang.
Kita ingat kata-kata Simeon di Bait Allah tentang Yesus dalam Luk 2:34: “…Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan” Kemudian Simeon berkata kepada Maria: “Dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang.” Makna kata-kata ini tidak mudah dipahami. Pedang ialah barang tajam yang akan membelah. Begitulah kehadiran Yesus akan membelah pikiran hati orang. Ia akan memilah yang jahat dari yang baik dalam diri orang, seperti halnya kedatangannya memisahkan “Ierousaleem” (kota Yerusalem yang dirundung kekuatan jahat) dari “Hierosolyma” (kota Yerusalem sejauh menerimanya). Maria adalah orang pertama juga yang akan menjadi penghuni kota suci “Hierosolyma” dan meninggalkan kota “Ierousaleem” yang menghukum diri tadi. Sebetulnya Maria mewakili semua orang yang bakal menerimanya. Maria orang pertama yang menerima kehadiran Yesus dalam kehidupannya, yakni ketika mengucapkan “fiat”.
Bila pikiran Lukas diterapkan ke kehidupan kini maka dapat dikatakan bahwa kedatangan Penyelamat yang kita songsong dalam Masa Adven ini akan membuat kita seperti kota Yerusalem. Bagian dari diri kita dan jagat ini yang menolak digariskan akan hancur, tak tahan di hadapan dia yang nanti datang dengan kemuliaannya. Tapi bagian yang menerima akan ikut serta dalam keabadiannya. Memang yang akan datang itu kini ialah orok sederhana di Betlehem, tidak menakutkan dan tidak selayaknya menggetarkan. Kita dan dunia kita masih mempunyai kesempatan dari tahun ke tahun sembari memasuki Masa Adven untuk belajar menerimanya dan saling mengajarkan bagaimana cara menerimanya sehingga nanti kalau ia datang kembali dengan kebesarannya kita mendapati diri dalam pilihan sikap yang cocok.
TENTANG HARI KIAMAT
Sekali-sekali muncul berita mengenai adanya gerakan sekte tertentu yang menekankan prospek hari kiamat. Memang sebelum zaman Yesus sudah ada kelompok-kelompok orang yang mau tahu kapan datangnya kehancuran kosmik. Ada pandangan bahwa kehidupan manusia dan dunia ini pada hakikatnya jahat, buruk secara mendasar. Dan yang buruk begitu itu ditakdirkan hancur, hanya tinggal tunggu kapan. Tetapi ada segelintir orang yang merasa memperoleh pengetahuan khusus mengenai kapan berakhirnya jagat ini dan bagaimana melepaskan diri dari kungkungan takdir lahiriah. Dan mereka mengajarkan cara hidup alternatif, memisahkan diri dari khalayak umum. Ada pula ekses-eksesnya sampai misalnya meminumkan racun kepada anggota sekte dan bunuh diri dengan gagasan bahwa hidup ini kan tiada bernilai lagi dan agar tak diperburuk dengan hidup terus (=“berdosa” tok dalam pandangan itu). Sekte-sekte ini muncul di beberapa tempat di dunia, di Amerika Selatan, di Indonesia, di Jepang, sering dengan “warna” kristen.
Namun demikian, ajaran kristiani mengenai hari terakhir seperti terdapat dalam Kitab Suci bukan ajaran yang menekankan kapan hari itu datang melainkan dua hal ini: (1) Orang kristiani menantikan kedatangan Yesus Kristus kembali (Parousia) yang akan mengajak orang-orang yang berkehendak baik dan percaya ikut serta ke dalam kebesarannya (Mrk 13:24-32 dan paralelnya dalam Mat dan Luk). Hal ini adalah kepastian iman. (2) Mengenai penghakiman terakhir, yang ditekankan bukan perihal hukuman atau pahala, melainkan ajakan untuk mawas diri apakah orang menghormati kemanusiaan, dan punya andil dalam meringankan penderitaan sesama, dll. seperti dalam Mat 25:31-46. Kapan itu terjadi bukan urusan manusia, bukan urusan malaikat, bahkan Anak Manusia yang bakal datang dengan kebesarannya itu pun tidak tahu. Hanya Bapa, maksudnya Tuhan yang Maharahim, sajalah yang menentukan saatnya (Mrk 13:32). Namun yang dapat diketahui yakni bahwa dua peristiwa di atas itu benar-benar akan terjadi. Oleh karenanya orang diajak bersiap-siap. Caranya bukan dengan diam saja (kayak orang yang dapat satu talenta), atau mendahului Tuhan (kayak sekte-sekte hari kiamat), melainkan dengan ikut mengusahakan kemanusiaan yang makin cocok dengan martabat yang dimaui Pencipta, dengan bertanggung jawab kepada sesama, dengan membawakan wajah Tuhan yang Maharahim, bukan Tuhan yang penghukum.
Gagasan dalam Kitab Suci itu kemudian berkembang menjadi ajaran eskatologi dalam doktrin Gereja. Ajaran mengenai kejadian-kejadian pada akhir nanti (ta eskhata) sebenarnya bukan suatu penglihatan mengenai apa yang bakal terjadi atau suatu laporan ke depan tentang hari kiamat. Sebagai orang yang percaya akan kebangkitan Kristus, orang kristiani sudah ambil bagian dalam kenyataan akhir zaman secara batiniah. Akhir zaman itu sudah dialami Kristus dan akan dibagikan kepada kita sampai utuh. Yang penting kini yakni dapat mempertanggungjawabkan apa andil kita dalam membuat kemanusiaan makin ikut serta bangkit dan mendapat perkenan Tuhan. Masih ada waktu dan waktu menjadi jalan rahmat keselamatan bagi diri dan bagi sesama, juga dalam kerja sama dengan orang-orang yang percaya akan kehadiran Tuhan walaupun berbeda agama. Warta kristiani itu warta gembira bukan warta yang meniupkan rasa takut dan waswas akan hari kiamat. Orang yang menekankan kiamat sebagai kiamat tok sebetulnya tidak memberi ruang bagi kerahiman Tuhan dan menolak kemungkinan bahwa Ia dapat bertindak merdeka. Pandangan seperti ini sebenarnya main hakim sendiri, bukan dalam ukuran kecil-kecilan belaka, melainkan justru dalam ukuran kosmik! Agama manapun tidak mengizinkan pendapat seperti ini. Suara hati juga tak dapat menerimanya.
Salam hangat,
0 comments:
Post a Comment