Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Tuesday, June 21, 2016

Air Itu Benda Padat?


Saat makan adalah saat harian para rama menghayati kebersamaan sehari-hari. Kebersamaan harian memang juga terjadi dalam misa harian Senin-Sabtu pada jam 18.00. Tetapi kebersamaan makan menjadi arena berjumpa yang sungguh komunikatif dan biasa menyegarkan. Satu sama lain dapat omong-omong secara spontan bahkan dari hati ke hati. Pembicaraan yang menelorkan keputusan bertindak sesuatu pun juga dapat terjadi kamar makan. Yang paling menyegarkan adalah suasana ejek-mengejek. Satu rama dapat mengejek rama lain, sementara yang diejek pun akan ikut tertawa kegirangan. Kata-kata yang buruk, jorok bahkan porno bisa muncul tetapi  didaur bagaikan sampah, kotoran hewan bahkan tinja yang berubah menjadi pupuk alami tumbuh dan berkembangnya iklim persaudaraan.

Dalam hal makan bersama ada hal yang biasanya sering membuat Rm. Yadi tampak agak tidak suka. Ketika semua sudah menghabiskan menu dalam piring dan omong-omong dirasa cukup, Rm. Yadi biasa mengkomando doa penutup dengan tanda salib. Tetapi beberapa kali Rm. Bambang memotong "Mangke riyin, Rama Harto dereng rampung" (Nanti dulu, Rama Harto belum selesai). Rm. Yadi menyahut "Lho, mau wis rampung, ta?" (Tadi sudah selesai, ta?). "Ning enten tutuge je" (Ada kelanjutannya) kata Rm. Bambang yang membuat semua tertawa. Ternyata sesudah santapan dari piring selesai Rm. Harto diam-diam mengunyah snak atau makanan lain. Rm. Yadi kerap tidak tahu karena duduknya berdampingan, sementara Rm. Bambang berseberangan sehingga tahu. Suatu saat Rm. Bambang berkata kepada Rm. Yadi "Sakniki le penutup nunggu aba-aba kula 'Mulai!'. Nek tesih enten suwara tegese tesih dhahar" (Sekarang doa penutup menunggu aba-aba kata saya 'Mulai!'. Kalau masih ada suara mengunyah, itu artinya masih makan). Kebetulan kalau sedang mengunyah makanan dari dalam mulut Rm. Harto ada suara berderit-derit karena banyak gigi sudah tanggal sehingga kunyahan pakai gusi. Tetapi beberapa kali terjadi, Rm. Bambang "Mulai!" dan Rm. Yadi menyahut "Kunjuk ing Asma Dalem ..." (Demi nama ...), tiba-tiba deritan terdengar. Batallah doa penutup makan dan terisi dengan tertawa terbahak-bahak termasuk dari Rm. Harto.

Berbicara tentang model makan Rm. Harto, memang ada saja yang istimewa. Rm. Bambang yang duduk berseberangan melihat dengan jelas. "Abas, siapke salak nggo Rama Harto" (Abas, sediakan buah salak untuk Rama Harto) kata Rm. Bambang kepada Mas Abas, salah satu karyawan, pada makan pagi Minggu 19 Juni 2016. Rm. Harto memang amat menyukai buah salak. Maka pagi itu beliau tampak ceria karena   sesudah menyelesaikan menu dalam piring sudah tersedia salak dalam piring yang lain. Ketika salak sudah habis disantap Rm. Yadi memimpin doa penutup makan. Tetapi Rm. Harto terus menutup bibir dengan pipi agak menggelembung sehingga tidak ikut mengucapkan kata-kata "tanda salib", "Amin" dan "Doakanlah kami" (sesudah Rm. Yadi mengucapkan "Santo Barnabas" yang jadi pelindung Komunitas Rama-rama Domus). "Rama Harto meneng wae" (Rama Harto diam saja) kata Rm. Bambang yang disahut Mas Abas "Nembe ngemut toya" (Ada air dalam mulut). "Oooo, ada benda padat yang sulit ditelan" Rm. Bambang berkomentar. Mas Abas mengkoreksi "Benda cair". Rm. Bambang pun menjelaskan "Untuk Rm. Harto air itu benda padat. Tetapi krupuk, roti dan bahkan salak adalah benda cair. Bukankah salak bagi Rm. Harto amat mudah ditelan? Kalau air malah sulit." Semua tertawa karena tahu bahwa sebenarnya Rm. Harto selalu kesulitan untuk menelan air putih. Beliau tak suka air putih. Hanya demi kesehatan saja air putih terpaksa jadi menu.

0 comments:

Post a Comment