Abad yang Rumit Menuju Masa Depan Harapan.
3. Dalam membicarakan para lanjut
usia, saya tahu saya sedang berbicara kepada dan tentang orang-orang, yang
telah menempuh perjalanan yang jauh (bdk. Keb 4:13). Saya berbicara
kepada rekan-rekan semasa saya, demikianlah saya dapat segera memaparkan
analogi dari pengalaman pribadi saya sendiri. Hidup kita, saudara-saudari
terkasih, telah disituasikan oleh Penyelenggaraan Ilahi dalam abad yang kedua
ini, yang datang beserta warisan yang kompleks dari masa yang silam, dan telah
menyaksikan banyak peristiwa yang luarbiasa.
Seperti sekian banyak masa lainnya
dalam sejarah, masa kita telah mendaftarkan titik-titik terang dan
bayangan-bayangan. Tidak semuanya bercorak luntur. Banyak aspek positif telah
mengimbangi yang negatif, atau telah muncul dari yang negatif sebagai reaksi
yang menguntungkan pada pihak kesadaran yang kolektif. Meskipun begitu benar
juga – dan kiranya tidak adil maupun berbahaya melupakannya! – bahwa
berbagai penderitaan, yang sebelum itu tidak pernah terjadi , telah menimpa
hidup jutaan dan jutaan rakyat. Yang sungguh perlu dipikirkan ialah
konflik-konflik yang meletus di beberapa benua sebagai akibat
perdebatan-perdebatan teritorial antara Negara-negara atau kebencian antar etnik.
Lagi pula janganlah kita pertimbangkan kurang serius kondisi-kondisi kemiskinan
yang ekstrim, dan menerpa sektor-sektor luas masyarakat di Belahan Bumi Selatan,
atau kendala memalukan diskriminasi rasial serta kekerasan sistematik hak-hak
manusiawi yang berlangsung di banyak bangsa. Lalu kiranya perlu dikatakan juga
tentang konflik-konflik global yang dahsyat?
Selama bagian pertama abad ada dua
di antaranya, disertai kendala-kendala malang dan penghancuran yang belum
pernah diketahui sebelumnya. Perang Dunia Pertama membunuh jutaan tentara dan
orang-orang sipil, memenggal sekian banyak hidup manusia dalam keremajaan atau
bahkan masa kanak-kanak. Lalu bagaimana menyangkut Perang Dunia Kedua? Meletus
sesudah beberapa dekade damai yang relatif di dunia, khususnya di Eropa, itu
bahkan lebih tragis lagi dari pada yang pertama, diiringi konsekuensi-konsekuensi
yang dahsyat bagi hidup bangsa-bangsa dan benua-benua. Itu seluruhnya perang,
mobilisasi kebencian yang tak pernah terdengar, yang menampilkan pukulan-pukulan
yang brutal bahkan melawan penduduk-penduduk sipil yang tak mampu membela diri,
lagi pula menghancurkan generasi-generasi yang utuh. Bea yang dibayar di
pelbagai garis depan hingga mencapai kegilaan perang tak mungkin
diperhitungkan. Yang sama-sama menakutkan ialah pembantaian yang berlangsung di
berbagai kamp kematian, yang sesungguhnya tetap masih merupakan beberapa Golgota
sampai sekarang ini.
Pertengahan kedua abad ini sampai
tahun-tahun yang lama dibebani oleh impian buruk perang dingin, konflik antara
dua blok ideologi besar yang saling bertentangan, yakni Timur dan Barat. Itu
semua disertai oleh perlombaan senjata yang sungguh gila, lagi pula
ancaman terus menerus perang nuklir, yang mampu menterpurukkan umat manusia ke
arah kepunahan[6].
Syukur kepada Allah, halaman gelap-gulita sejarah ditutup dengan gugurnya di
Eropa rezim-rezim totaliter yang serba penindas, sebagai akibat perjuangan demi
damai, yang mengandalkan senjata kebenaran dan keadilan[7].
Pada gilirannya itu memulai proses yang sukar tetapi subur berupa dialog
dan rekonsiliasi yang bercita-cita menetapkan koeksistensi yang jernih
penuh persaudaraan antar bangsa-bangsa.
Akan tetapi jelas terlalu banyak
bangsa masih jauh sekali dari menikmati keuntungan-keuntungan damai serta
kebebasan. Pada beberapa bulan akhir ini keprihatinan besar disebabkan karena
meledaknya konflik kekerasan di kawasan Balkan, yang semula telah merupakan
pentas perang yang dahsyat disertai nada-nada bawah etnik. Lebih banyak darah
dikucurkan, lebih banyak kehancuran dijalankan, lebih banyak kebencian
diobok-obok. Sekarang ini sesudah akhirnya berhentilah pertikaian senjata,
tumbuhlah gagasan untuk pembangunan ulang menjelang datangnya milenium baru.
Tetapi sementara itu di benua-benua lain juga sekian banyak gelanggang panas
peperangan masih terus berkobar, acap kali disertai pembantaian dan berbagai
tindakan kekerasan, padahal terlalu segeralah itu dilupakan oleh dunia.
4. Sementara kenangan-kenangan dan
kejadian-kejadian itu menyedihkan kami, tak dapatlah kami lupakan, bahwa abad
kita telah menyaksikan juga penampilan sekian banyak tanda positif, yang menunjukkan
sekian banyak sumber harapan bagi Milennium Ketiga. Telah meningkatlah
kesadaran – kendati di tengah sekian banyak inkonsistensi, khususnya menyangkut
sikap menghormati hidup tiap manusia, – akan hak-hak manusiawi universal, yang
diproklamasikan dalam pernyataan-pernyataan internasional yang resmi dan
mengikat.
Lagi pula telah berlangsung
perkembangan terus menerus cita-rasa hak bangsa-bangsa atas kemandirian
pemerintahan dalam konteks relasi-relasi nasional dan internasional, diilhami
oleh sikap menghargai jatidiri budaya disertai sikap menghormati minoritas-minoritas.
Gugurnya sistem-sistem totaliter, seperti terjadi di Eropa Timur, telah menghantar
kepada perkembangan dalam pengertian universal tentang nilai demokrasi dan
pasar bebas, kendati tetap masih berlangsung tantangan besar menyatukan
kebebasan dan keadilan sosial.
Perlu kami pandang juga anugerah
besar Allah, bahwa agama-agama dunia sedang berusaha melalui keputusan yang
makin mantap untuk melaksanakan dialog, yang kiranya akan menjadikan mereka faktor
yang mendasar bagi damai dan kesatuan di dunia.
Kemudian pula sedang meningkatlah
pengakuan akan martabat kaum wanita. Tidak dapat disanggah, masih terlalu
jauhlah jarak yang perlu ditempuh, tetapi haluan telah dicanangkan. Suatu
alasan selanjutnya untuk harapan ialah pesatnya perluasan komunikasi, yang
berkat teknologi sekarang ini telah memungkinkan untuk menjangkau melampaui
batas-batas yang ditetapkan, seraya menjadikan kita merasa diri warga-warga
dunia.
Suatu gelanggang pertumbuhan yang
lain ialah kesadaran ekologi baru, yang selayaknya didorong. Suatu sumber
harapan lainnya yakni: kemajuan besar di bidang perobatan dan sumbangan ilmu
pengetahuan akan kesejahteraan manusiawi.
Kemudian banyaklah alasan untuk
bersyukur kepada Allah. Memandang segala sesuatu, tahun-tahun terakhir abad kita
ini menyajikan potensial luarbiasa untuk damai dan kemajuan. Dari keadaan-keadaan
malang sendiri, yang dialami oleh generasi kita datanglah cahaya yang
menerangi tahun-tahun lanjut usia kita. Di situlah kita saksikan pengukuhan
pusat yang utama bagi iman Kristiani: “Gangguan-gangguan tidak hanya
menghancurkan harapan; tetapi itu landasannya”[8]
Maka sungguh menarik perhatian:
sementara abad ini dan milenium ini mendekati semburat-semburat terang, dan
fajar musim baru bagi umat manusia sudah mulai nampak di cakrawala, hendaklah
kita berhenti merenungkan, betapa pesatlah waktu berlalu, tidak untuk memasrahkan
diri kepada nasib yang mustahil dielakkan, tetapi justru untuk sepenuhnya
memanfaatkan tahun-tahun yang masih kita hadapi.
0 comments:
Post a Comment