Sebagai murid-murid Kristus orang setiap kali berada di
ujung Misa selalu mendapatkan seruan Ite
Missa Est (Marilah kita pergi, kita diutus). Perutusan ini bukanlah bentuk
acara seperti ibadat dan seminar serta ceramah. Perutusan ini harus terjadi
justru dalam kehidupan sehari-hari. Adapun isi perutusan adalah amanat terakhir
Tuhan Yesus ketika akan ke sorga “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil
kepada segala makhluk.” (Mrk 16:15). Setiap murid Kristus HARUS menghayati
hidup sebagai berita Injil atau sukacita iman. Dari sini layaklah kalau Santo
Paulus berkata “Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang
dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu. …” (1 Tes 5:18).
Hidup
Ekaristis
Dalam Gereja Katolik kita tidak asing dengan kata-kata
“Ekaristi adalah puncak dan sumber kehidupan”. Terhadap kata-kata ini kalau
tidak hati-hati kita dapat jatuh pada pemahaman sempit, yaitu ekaristi sebagai
Tata Perayaan Ekaristi (TPE). Dalam penghayatan hidup sebagai murid-murid
Kristus yang dimaksudkan dengan ekaristi adalah relung hati yang penuh syukur
karena dalam keadaan apapun Allah selalu menyertai. Penghayatan batin penuh
syukur ini menjadi landasan ungkapan dan wujud hidup beriman dalam liturgi,
dalam pewartaan, dalam kumpulan dan organisasi Gereja serta dalam hidup duniawi
sehari-hari. Tanpa penghayatan batin seperti ini Perayaan Ekaristi juga dapat
tidak menjadi tanda dan sarana kesadaran hubungan mesra dengan Allah dan
keterbukaan pada siapapun. Dengan demikian jiwa ekaristis yang amat mudah
bersyukur menjadi as atau poros dari segala segi roda kehidupan para murid
Kristus. Maka layaklah kalau hidup seperti ini harus selalu dirayakan dan
menjadi salah kewajiban Gerejani untuk menjalani paling tidak pada hari Minggu
dan yang disamakan dengan hari Minggu.
Belajar Dari
Doa Syukur Agung
Dalam Doa Syukur Agung (DSA) kita menghayati karya Allah
yang ternyata dalam diri Tuhan Yesus Kristus dan dalam karya Roh Kudus sehingga
kita mengalami persekutuan dengan Tri Tunggal Mahakudus dalam persaudaraan
dengan seluruh umat Allah baik yang masih berziarah di dunia maupun yang sudah
dipanggil di keabadian. Di dalam DSA kita diajak untuk memaklumkan MISTERI
IMAN: wafat Kristus, kebangkitan-Nya dan kedatangan-Nya kembali.
Wafat
Kristus
Wafat Kristus adalah peristiwa puncak dari perutusan
Tuhan Yesus sebagai pembawa sukacita ilahi bagi yang papa dan menderita (Luk
4:18-19) yang menjadi datangnya pembaruan hidup. Sejak pertama tampil dalam
perutusan Tuhan Yesus sudah berhadapan dengan tantangan dan penolakan.
Kehadiran-Nya adalah wujud kerahiman ilahi sehingga menjadi tanda pengampunan
dosa yang
sungguh menjadi batu sandungan bagi kaum agamawan. Secara
singkat Tuhan Yesus terbuka pada kenyataan hidupnya yang akan berhadapan dengan
penderitaan hingga pembunuhan. Pola hidup Yesus membuat siapapun yang mengikuti
sikap dasar “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya,
memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.” (Luk 9:23) Barangkali hidup
riil memang bukan terisi oleh rasa enak belaka. Hal ini nyata dari beberapa
ungkapan umum seperti struggle for life
dan jer basuki mawa béya.
Kebangkitan
Satu hal yang muncul pada warta penderitaan yang
diucapkan oleh Tuhan Yesus selalu diakhiri dengan warta tentang kebangkitan.
Tuhan Yesus berkata “Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan
ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan
dibangkitkan pada hari ketiga.” (Luk 9:22) Kebangkitan bagi para murid Kristus
menjadi landasan pokok dari tugas kesaksian dan pewartaan hidup berlandaskan
iman. Santo Paulus berkata “jika Kristus
tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu” (1 Kor 15:17). Kebangkitan
bagi para murid Kristus bukan hanya soal sesudah kematian. Di dalam Kristus
orang mati memang akan dibangkitkan. Tetapi kebangkitan juga menjadi keyakinan
dasar yang menjadi daya hidup di dunia dalam menghayati berbagai tantangan dan
penderitaan. Kebangkitan menjadi keyakinan bahwa dalam setiap derita yang
dijalani di situ selalu ada keyakinan akan munculnya hidup baru yang berbuah
limpah sebagaimana dikatakan oleh Tuhan Yesus “Sesungguhnya jikalau biji gandum
tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia
mati, ia akan menghasilkan banyak buah.” (Yoh 12:24)
Kedatangan-Nya
Kembali
Kedatangan Kristus yang kedua biasa dihubungkan dengan
pengadilan terakhir pada akhir zaman ketika orang hidup dan mati dikumpulkan.
Sebagai yang duduk di kanan Bapa, Kristus mendapatkan kekuasaan sehingga “Bapa
tidak menghakimi siapapun, melainkan telah menyerahkan penghakiman itu
seluruhnya kepada Anak” (Yoh 5:22). Sebagai hakim akhir dunia Katekismus Gereja
Katolik berkata “Akan tetapi, Putera tidak datang untuk mengadili, tetapi untuk
menyelamatkan dan untuk memberikan kehidupan yang ada pada-Nya. Barang siapa
menolak rahmat dalam kehidupan ini, telah mengadili dirinya sendiri: Setiap
orang menerima ganjaran atau menderita kerugian sesuai dengan pekerjaannya; ia malahan dapat mengadili dirinya sendiri untuk keabadian,
kalau ia tidak mau tahu tentang cinta.” (679) Kedatangan Kristus yang kedua
secara praktis adalah semacam “peresmian” apakah orang hidup dalam Kristus
dengan menghidupi perintah kasih atau tidak. Di dalam Kristus kasih memang butuh susah payah perjuangan karena “Tidak ada
kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk
sahabat-sahabatnya.” (Yoh 15:13). Tetapi bagaimanapun juga inilah yang membuat
sukacita murid Kristus menjadi penuh sebagaimana kata Tuhan “Semuanya itu
Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi
penuh.” (Yoh 15:11).
Kesimpulan
Sebagai kesimpulan barangkali ayat berikut dapat menjadi permenungan: “Jika
kami menderita, hal itu menjadi penghiburan dan keselamatan kamu; jika kami
dihibur, maka hal itu adalah untuk penghiburan kamu, sehingga kamu beroleh
kekuatan untuk dengan sabar menderita kesengsaraan yang sama seperti yang kami
derita juga.” (2 Kor 1:6)
Puren, 3 Juni 2016
D Bambang Sutrisno, Pr.
0 comments:
Post a Comment