Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Monday, June 6, 2016

Gembira Dalam Derita



Sebagai murid-murid Kristus orang setiap kali berada di ujung Misa selalu mendapatkan seruan Ite Missa Est (Marilah kita pergi, kita diutus). Perutusan ini bukanlah bentuk acara seperti ibadat dan seminar serta ceramah. Perutusan ini harus terjadi justru dalam kehidupan sehari-hari. Adapun isi perutusan adalah amanat terakhir Tuhan Yesus ketika akan ke sorga “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.” (Mrk 16:15). Setiap murid Kristus HARUS menghayati hidup sebagai berita Injil atau sukacita iman. Dari sini layaklah kalau Santo Paulus berkata “Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu. …” (1 Tes 5:18).



Hidup Ekaristis


Dalam Gereja Katolik kita tidak asing dengan kata-kata “Ekaristi adalah puncak dan sumber kehidupan”. Terhadap kata-kata ini kalau tidak hati-hati kita dapat jatuh pada pemahaman sempit, yaitu ekaristi sebagai Tata Perayaan Ekaristi (TPE). Dalam penghayatan hidup sebagai murid-murid Kristus yang dimaksudkan dengan ekaristi adalah relung hati yang penuh syukur karena dalam keadaan apapun Allah selalu menyertai. Penghayatan batin penuh syukur ini menjadi landasan ungkapan dan wujud hidup beriman dalam liturgi, dalam pewartaan, dalam kumpulan dan organisasi Gereja serta dalam hidup duniawi sehari-hari. Tanpa penghayatan batin seperti ini Perayaan Ekaristi juga dapat tidak menjadi tanda dan sarana kesadaran hubungan mesra dengan Allah dan keterbukaan pada siapapun. Dengan demikian jiwa ekaristis yang amat mudah bersyukur menjadi as atau poros dari segala segi roda kehidupan para murid Kristus. Maka layaklah kalau hidup seperti ini harus selalu dirayakan dan menjadi salah kewajiban Gerejani untuk menjalani paling tidak pada hari Minggu dan yang disamakan dengan hari Minggu.



Belajar Dari Doa Syukur Agung


Dalam Doa Syukur Agung (DSA) kita menghayati karya Allah yang ternyata dalam diri Tuhan Yesus Kristus dan dalam karya Roh Kudus sehingga kita mengalami persekutuan dengan Tri Tunggal Mahakudus dalam persaudaraan dengan seluruh umat Allah baik yang masih berziarah di dunia maupun yang sudah dipanggil di keabadian. Di dalam DSA kita diajak untuk memaklumkan MISTERI IMAN: wafat Kristus, kebangkitan-Nya dan kedatangan-Nya kembali.


Wafat Kristus

Wafat Kristus adalah peristiwa puncak dari perutusan Tuhan Yesus sebagai pembawa sukacita ilahi bagi yang papa dan menderita (Luk 4:18-19) yang menjadi datangnya pembaruan hidup. Sejak pertama tampil dalam perutusan Tuhan Yesus sudah berhadapan dengan tantangan dan penolakan. Kehadiran-Nya adalah wujud kerahiman ilahi sehingga menjadi tanda pengampunan dosa yang sungguh menjadi batu sandungan bagi kaum agamawan. Secara singkat Tuhan Yesus terbuka pada kenyataan hidupnya yang akan berhadapan dengan penderitaan hingga pembunuhan. Pola hidup Yesus membuat siapapun yang mengikuti sikap dasar “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.” (Luk 9:23) Barangkali hidup riil memang bukan terisi oleh rasa enak belaka. Hal ini nyata dari beberapa ungkapan umum seperti struggle for life dan jer basuki mawa béya.


Kebangkitan

Satu hal yang muncul pada warta penderitaan yang diucapkan oleh Tuhan Yesus selalu diakhiri dengan warta tentang kebangkitan. Tuhan Yesus berkata “Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga.” (Luk 9:22) Kebangkitan bagi para murid Kristus menjadi landasan pokok dari tugas kesaksian dan pewartaan hidup berlandaskan iman.  Santo Paulus berkata “jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu” (1 Kor 15:17). Kebangkitan bagi para murid Kristus bukan hanya soal sesudah kematian. Di dalam Kristus orang mati memang akan dibangkitkan. Tetapi kebangkitan juga menjadi keyakinan dasar yang menjadi daya hidup di dunia dalam menghayati berbagai tantangan dan penderitaan. Kebangkitan menjadi keyakinan bahwa dalam setiap derita yang dijalani di situ selalu ada keyakinan akan munculnya hidup baru yang berbuah limpah sebagaimana dikatakan oleh Tuhan Yesus “Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah.” (Yoh 12:24)


Kedatangan-Nya Kembali

Kedatangan Kristus yang kedua biasa dihubungkan dengan pengadilan terakhir pada akhir zaman ketika orang hidup dan mati dikumpulkan. Sebagai yang duduk di kanan Bapa, Kristus mendapatkan kekuasaan sehingga “Bapa tidak menghakimi siapapun, melainkan telah menyerahkan penghakiman itu seluruhnya kepada Anak” (Yoh 5:22). Sebagai hakim akhir dunia Katekismus Gereja Katolik berkata “Akan tetapi, Putera tidak datang untuk mengadili, tetapi untuk menyelamatkan dan untuk memberikan kehidupan yang ada pada-Nya. Barang siapa menolak rahmat dalam kehidupan ini, telah mengadili dirinya sendiri: Setiap orang menerima ganjaran atau menderita kerugian sesuai dengan pekerjaannya; ia malahan dapat mengadili dirinya sendiri untuk keabadian, kalau ia tidak mau tahu tentang cinta.” (679) Kedatangan Kristus yang kedua secara praktis adalah semacam “peresmian” apakah orang hidup dalam Kristus dengan menghidupi perintah kasih atau tidak. Di dalam Kristus kasih memang butuh susah payah perjuangan karena “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” (Yoh 15:13). Tetapi bagaimanapun juga inilah yang membuat sukacita murid Kristus menjadi penuh sebagaimana kata Tuhan “Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh.” (Yoh 15:11).


Kesimpulan


Sebagai kesimpulan barangkali ayat berikut dapat menjadi permenungan: “Jika kami menderita, hal itu menjadi penghiburan dan keselamatan kamu; jika kami dihibur, maka hal itu adalah untuk penghiburan kamu, sehingga kamu beroleh kekuatan untuk dengan sabar menderita kesengsaraan yang sama seperti yang kami derita juga.” (2 Kor 1:6)

Puren, 3 Juni 2016
D Bambang Sutrisno, Pr.

0 comments:

Post a Comment