Kamis, 02 Juni 2016
Marselinus dan
Petrus
warna liturgi
Hijau
Bacaan
2Tim. 2:8-15;
Mzm. 25:4bc-5ab,8-9,10,14; Mrk. 12:28b-34. BcO Gal. 4:8-5:1a.
Markus
12:28b-34:
28 Lalu seorang
ahli Taurat, yang mendengar Yesus dan orang-orang Saduki bersoal jawab dan
tahu, bahwa Yesus memberi jawab yang tepat kepada orang-orang itu, datang
kepada-Nya dan bertanya: "Hukum manakah yang paling utama?" 29 Jawab
Yesus: "Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan
Allah kita, Tuhan itu esa. 30 Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu
dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap
kekuatanmu. 31 Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti
dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum
ini." 32 Lalu kata ahli Taurat itu kepada Yesus: "Tepat sekali, Guru,
benar kata-Mu itu, bahwa Dia esa, dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia. 33
Memang mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan
dengan segenap kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri
adalah jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban
sembelihan." 34 Yesus melihat, bagaimana bijaksananya jawab orang itu, dan
Ia berkata kepadanya: "Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!" Dan
seorangpun tidak berani lagi menanyakan sesuatu kepada Yesus.
Renungan:
Beberapa kali
bacaan ini kita dengarkan. Namun saat membaca kembali bacaan ini, aku terpaku
pada petikan kata-kata ini, "Kasihilah Tuhan, Allahmu, .... dengan segenap
kekuatanmu" (Mrk 12:30).
Petikan kalimat
tersebut menghantarku pada pengalaman-pengalaman kala lagi lelah. Kadang-kadang
terasa tidak mempunyai kekuatan lagi untuk melanjutkan perjuangan hidup,
apalagi mesti mengasihi Tuhan dengan segenap kekuatan. Maka bagaimana mengasihi
Tuhan dengan segenap kekuatan kala situasi lelah menerpa?
Suatu kali
seorang ibu mulai mengimani Yesus Kristus. Ia merasa tenteram kala mengikuti
ekaristi. Ia ingin sekali mencecap sakramen tersebut setiap hari. Maka ia
mengambil pilihan meninggalkan rumahnya lalu mengontrak satu kamar di dekat
gereja. Dengan begitu ia bisa menerima sakramen mahakudus setiap hari.
Rasaku kisah ibu
tersebut menjadi salah satu gambaran mengasihi Allah dengan segenap
kekuatannya. Ketika sungguh mengasihiNya maka tak ada yang bisa membuatnya
lelah untuk selalu bertemu denganNya. Maka kalau kita lelah mungkin karena kita
belum mengasihiNya dengan segenap kekuatan.
Kontemplasi:
Duduklah dengan
tenang. Timbalah kasih dengan segenap kekuatan kepada Allah.
Refleksi:
Bagaimana wujud
mengasihi Allah dengan segenap kekuatan?
Doa:
Bapa, aku ingin
mengasihiMu dengan segenap kekuatanku. Aku percaya Engkau selalu menambah
kekuatanku kala aku mengasihiMu. Amin.
Perutusan:
Aku akan
mengasihi Allah dengan segenap kekuatanku. -nasp-
0 comments:
Post a Comment