Selasa, 15 September 2015
Peringatan Wajib SP Maria
Berdukacita
warna liturgi Putih
Bacaan
1Kor. 12:31-13:13; atau
Ibr. 5: 7-9; Mzm 31:2-3a,3b-4,5-6,15-16, 20; Yoh. 19:25-27 atau Luk. 2:33-35. BcO
Est. 3:1-11
Yohanes
19:25-27:
25 Dan dekat salib Yesus
berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena. 26
Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah
Ia kepada ibu-Nya: "Ibu, inilah, anakmu!" 27 Kemudian kata-Nya kepada
murid-murid-Nya: "Inilah ibumu!" Dan sejak saat itu murid itu
menerima dia di dalam rumahnya.
Renungan:
Pada umumnya seorang ibu
tidak rela anaknya disakiti. Tidak sedikit yang protes kala anaknya mendapat
hukuman dari guru. Banyak yang marah kala anaknya dipergunjingkan atau
dilecehkan.
Maria menghadapi situasi
yang jauh lebih dahsyat. Puteranya bukan hanya dihina dan disiksa. Ia malah
disalibkan. Betapa tersayat hatinya. Betapa pedih rasanya. Betapa tajam pedang
penderitaan itu menusuk hatinya.
Dalam kepedihan hati
Maria tidak ingin membiarkan anaknya sendirian. Ia menemani sampai kematianNya
di salib. Ia pun menurunkan dan memangku jenasah anaknya. Tak ada kekuatan
untuk berontak. Di kepedihan hati ia percaya pada janji Tuhan. Ia tetap hidup
bahkan mengumpulkan mereka yang tercerai berai dalam persekutuan doa penantian
kehadiranNya. Maria yang pedih tidak kehilangan harapan. Bahkan dalam
dukacitanya dia menguatkan harapan diri dan sesamanya. Terima kasih teladanmu
bunda Maria.
Kontemplasi:
Pejamkan matamu dan
bayangkan kisah dalam Injil Yoh. 19:25-27. Jadilah Maria.
Refleksi:
Bagaimana menghidupkan
harapan walau anda berada dalam kepedihan?
Doa:
Bunda Maria, engkau
teladan harapan umat manusia. Cintamu yang begitu besar pada Yesus puteramu menguatkanmu
menemaniNya sampai akhir. Semoga aku mempunyai kekuatan harapan seperti yang
kaumiliki. Amin.
Perutusan:
Aku tetap percaya akan
kasih Allah walau dukacita sedang melingkupiku. -nasp-
0 comments:
Post a Comment