dari https://perempuannya.wordpress.com/2009/12/17
Memahami psikologis lanjut usia; lansia tak semudah kita mengerti akan psikologis anak-anak, walapun banyak yang berpendapat bahwa ketika seseorang sudah memasuki usia lanjut maka, kejiwaan nya akan berubah kembali seperti anak-anak. Dalam beberapa bulan observasi sederhana, saya mendapat hipotesa, bahwa lansia membutukan perhatian ekstra seperti anak-anak dibawah umur 8 tahun. Oh ya, obyek lansia dalam postingan ini adalah lansia berangka lebih dari 80 tahun dengan kondisi badan baik, dalam artian tidak berpenyakit bawaan berat atau penyakit dengan resiko kematian tinggi. Meskipun sering merasa lemah dan memiliki keluhan badan dan tidak mampu lagi melakukan aktifitas berat atau dengan intensitas lebih.
Lanjut, salah satu variabel yang dapat digunakan sebagai gambaran kejiwaan adalah melalui tingkah laku. Sejauh yang saya ketahui, tindakan atau sikap adalah merupakan refleksi kejiwaan, ini berlaku bagi anak-anak, remaja orang dewasa juga lansia. Anak-anak itu spontan-polos, kondisi psikologisnya dapat dideteksi dengan mudah. Apakah ia suka atau benci, sedang gembira atau bad mood dan seterusnya. Jika pada remaja dan orang dewasa, apa yang terlihat tak selalu benar, mereka sudah memiliki kemampuan menutupi kondisi kejiwaannya, kata lainnya bisa mengkreasi keseolah-olahan (walaupun tak sempurna atau utuh dapat menipu).
Sedangkan pada lansia, ia tidak selalu sepontan, berkurang kemampuan menyembunyikan apa yang dirasa, namun sekaligus ingin memberitahukan kepada setiap orang apa yang sesungguhnya dirasa. Lansia itu labil, dapat dengan mudah dan cepat sekali dari senang ke sedih, suka ke tidak suka atau sebaliknya. Tanpa ada kesadaran telah berubah dan sedikit keinginan sadar; sengaja untuk merubah. Semua tampak diluar kendali dirinya dalam artian lebih banyak dikendalikan oleh situasi. Situasi yang juga sering tak terpahami adalah situasi yang terstimulasi oleh “teman” imajiner nya atau barangkali “tokoh-tokoh” yang tersimpan dalam alam bawah sadarnya, hingga bisa manafikkan segala yang nyata dihadapannya. Lansia membingungkan?
Karena inilah saya butuh bantuan untuk memahami ini. Bagaimanapun saya memerlukan pertolongan teori yang terlogika-kan, khusus soal psikologi lansia. Tak menemukan, kecuali psikologi pendidikan, psikologi remaja, psikologi komunikasi, psikologi perkembangan dan sejenisnya. Padahal sudah coba mencari di beberapa toko buku yang ada di #Yogyakarta, diantaranya komplek Taman Pintar; Shoping Center, Toko Buku Sosial di JL.Godean, hingga ke Gramedia di Jl.Sudirman, tak ada juga.
Barangkali lansia yang ada di hadapan juga sama bingungnya dengan saya atau barangkali lebih bingung atas diri beliau sendiri dan situasi di luar beliau. Sekarang semuanya (kemampuan beliau) terbatas, termasuk segi finansial dan fisik. Disebut terbatas karena beliau sudah tidak mampu lagi melakukan rutinitas yang selama puluhan tahun lalu dilakoninya sebagai pengusaha batik dan pedagang berlian dengan mobillitas Yogyakarta-Jakarta, Jakarta-Yogyakarta, selalu sholat berjamaah di masjid, juga sebagai istri abdi dalem keraton. Beliau berkata “Kalau badan saya sehat, saya sudah kemana-mana”. Beliau juga tampak khidmat dan sedih ketika diperdengarkan ayat suci al Qur’an “Saya sebenarnya ingin membaca, tapi mata saya sudah tidak mampu.” kata beliau.
Dari sini terlihat bahwa ada hubungan saling mempengaruhi atara kemampuan fisik dengan kondisi psikologis. Ketika ada yang dirasa terbatas pada ke-bisa-an tubuh, maka secara otomatis akan melemahkan kondisi psikologisnya, dengan prosentase kecil, besar atau yang mulanya seperti tidak ada, berubah kecil, lalu karena ada stimulus lain, hal itu bisa berubah menjadi efek yang besar. Apa dan sekecil apapun persoalan dapat mempengaruhi kondisi psikologisnya. Misalnya sesuatu yang terlintas dalam pikirannya/lamunannya namun dalam kenyataannya tidak didapatkan, keinginan sepontan yang tak segera terpenuhi. Kembalinya ingatan akan perlakuan buruk orang lain terhadapnya dan lalin sebagainya.
Kemudian, rasa yang dimiliki itu juga akan kontan terefleksikan pada tindakan atau laku. Saat inilah seseorang yang ada dihadapannya akan menjadi tempat luapan rasa dan lakunya. Walaupun orang yang ada di hadapannya tidak memiliki investasi secara langsung atau terlibat dalam penyebab emosinya tersebut. Nah, pada saat inilah kesabaran dan pemahaman lawan bicara; perawat; pengasuh dituntut. Di sinilah saya temukan perbedaan kesulitan antara mengasuh anak-anak dengan lansia. Jika anak-anak bisa mengesalkan namun juga tetap lucu; membuat tertawa. Jika lansia mengesalkan namun berpotensi meyakiti hati. Ya, perlu belajar untuk tidak me- mampir-kan ketersinggungan di hati.
Sebenarnya bagi lansia akan jauh lebih baik jika, merasa lemah, merasa terbatas ini hanya terkandang (tidak setiap detik) dirasa. Karena, kondisi fisik yang lemah akin berpotensi melemahkan psikologis. Psikologis yang lemah pun terus akan menyerang fisik, terus bergantian saling menyerang dan meninju. Jika ini terjadi maka lansia akan semakin lemah baik kondisi fisik dan psikologisnya. Lansia akan semakin sangat sensitive.
Ada beberapa hal yang bisa menunda atau meminimalisir hal tersebut di atas:
Pertama, Sebelum bad mood datang, perhatikan apa kesenangan dan kebutuhannya, bisa juga menanyakan apa yang sangat diinginkan. Namun juga siap-siap berbesar hati jika telah berusaha atau sudah memenuhi kesenangan dan kebutuhannya, lansia seolah-olah tidak begitu butuh atau bahkan memenolak menerima sesuatu yang diminta tadi telah dihadirkan.
Kedua, cermat dalam mencerna apa yang sedang dibicarakannya, seringkali keinginan itu tak tersampaikan secara jelas, berputar-putar. Jadi ambil kata kucinya. Misalnya dalam ungkapan “Saya diundang ke keraton, sekarang di keraton ada pesta, semua abdi dalem diundang, akin banyak yang hadir dan ada buah anggur di sana”, berarti ini menandakan anggur adalah yang diinginkan. Tunggu dan lihat perubahannya ketika anggur itu sudah dihadirkan.
Ketiga, baik menciptakan kebersamaa dalam satu kesempatan, untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sendiri atau rasa terpinggirkan. Misalnya makan bersama, menemaninya pada saat akan tidur, membacakan ayat suci al-quran (bagi yang muslim) dan sebagainya. Ini untuk membangun rasa bahwa diri lansia (yang umumnya seperti merasa tak bisa lagi berarti) masih dianggap dan diperhatikan.
Keempat, fasilitasi lansia dalam sebuah komunitas atau tempat berkumpul dimana lansia dapat turut bergabung. Yang saya dapati adalah lansia terlihat tak seperti biasa, atau tiba-tiba seperti punya energi ketika dirinya mengetahui akan ada kegiatan dirumahnya atau mendapatkan undangan kumpulan;pengajian rutin yang diadakan tiap bulannya.
Kelima, hadirkan sesuatu yang bisa membuat lansia bercerita tentang pengalaman hidupnya. Ini bisa menjadi obat rindu dan cukup membahagiakannya. Ada cerita diperoleh tanpa sengaja. Waktu itu beliau mendekati lap top, karena terdengar oleh beliau lantunan ayat suci al-quran dari computer jinjing. Saat mendekat, Microsoft Work Word Processor baru saja diminimize, jadi terlihatlah oleh beliau wallpaper bergambar Ka’bah dan jamaah yang berjibun di sekitarnya. Beliau berkata “Tahun 2000 saya ke sana” dan seterusnya. Cerita beliau berlanjut dan cukup panjang. Soal pengumpulan ongkos, suami tercinta beliau, kejadian apa saja yang di alami di tanah suci, hingga muncul kisah yang mengesankan.
Taukah kau kawan, beliau hanya butuh didengar dan sedikit direspon untuk pengalamannya. Beliau pun tersenyum 12 jari dan tampak bahagia juga ketika melihat photo beliau di 2004 (yang tak dimiliki beliau) ada dalam picture document “Itu ketika saya masih muda, heeee…” kata beliau dengan senyum luasnya. Selain melalui photo, hal lain yang bisa menjadi alternatif adalah jalan-jalan ke tempat dimana dulu lansia berutinitas atau sekedar transit. Misalnya; pasar, stasiun. Lalu, bila memungkinkan bersama menaiki alat transportasi yang juga sering ia gunakan dulu; kereta api, becak, andong dan sebagainya.
Sepertinya, hal-hal seperti inilah yang baik untuk sering di munculkan bagi para lansia. Membuka memori soal pengalaman-pengalaman yang menyenangkan dalam hidupnya. Sebaliknya, jauhkan beliau dari sesuatu yang bisa menghidupkan ingatan buruknya. Misalnya perlakuan buruk atau betapa tak bertanggungjawabnya orang lain terhadap dirinya.
Syahdan, hal-hal tersebut seperti memberikan kepuasan, energi baru dan membebaskan tekanan rasa yang dimiliki beliau. Sedangkan peristiwa yang sangat buruk terjadi berlulang-ulang di masa lalunya dapat seketika menganggu psikologisnya, tentu juga berimbs kepada laku.
Kawan, tampak olehku bahwa kebutuhan bereksistensi juga masih ada dalam diri lansia, meskipun hanya melalui kisah nyata masa lalu yang diperdengarkan pada kita.
Salam,
Handayaningrum
——————————————-
Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. Q.S Ar rum 30;54
Allah menciptakan kamu, kemudian mewafatkan kamu; dan di antara kamu ada yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah (pikun), supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. Q.S An Nahl 16;70
Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes air mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami (nya). Q.S Al mukmin 40;67
0 comments:
Post a Comment