Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Saturday, December 14, 2013

TEMA-TEMA TAHUN 2014


Pada Jumat 13 Desember 2013 jam 17.15-19.00 Tim Pembuatan Topik Novena Ekaristi Seminar mengadakan rapat. Hadir dalam rapat ini: Bapak Mardi (Paroki Baciro), Bapak-Ibu Taryo (Paroki Babarsari), Bapak-Ibu Momo (Paroki Kotabaru), Bapak Loly (Paroki Pringwulung), Bapak Dicky (Paroki Pringwulung), Rama Harto dan Rama Bambang (Domus Pacis). Bapak Murhadi dari Paroki Babadan tidak hadir. Yang jelas pada saat itu hujan tercurah dengan lebat sekali.

Tim telah memilih empat tema novena tahun 2013 untuk diperdalam. Empat tema itu adalah "Galau di Masa Tua", "Perutusan di Masa Tua", "Istirahat di Masa Tua", "Kemerosotan Daya Fisik di Masa Tua", dan "Hubungan Kaum Tua dan Kaum Tua". Dari sini muncullah tema-tema yang akan dibicarakan dalam Novena Ekaristi Seminar 2014 di Domus Pacis.

Tentang pembicara dan tanggal pelaksanaan untuk masing-masing tema, Tim menyerahkan kepada Rama Bambang. Sementara itu Pak Dicky dan Pak Loly akan membantu menghubungi pembicara untuk dua tema. Pada hari ini, Sabtu 14 Desember 2013, Rama Bambang mendapatkan kesanggupan dari Bapak Gr. Sukadi untuk pembicaraan tanggal 2 Maret dan Rama Agoeng untuk 3 Agustus dan 2 November. Rama Bambang sendiri akan menjadi pembicara untuk 7 September. Sementara itu Ibu Suci dari RS Panti Rapih akan menghubungi salah satu dokter. Adapun tema-tema pembicaraan itu dapat dilihat dalam matrik di bawah ini.

Tema-tema Novena Ekaristi Seminar 2014 di Domus Pacis

TEMA
LATAR BELAKANG
Ngapa Kudu Urip?
(sangkan paraning dumadi)

·    Kegalauan kaum tua dapat terjadi karena tidak memahami apa, mengapa, dan kemana hidup ini harus terjadi (sangkan paraning dumadi).
·    Orang dapat hanya disibukkan dengan pikiran dan perasaan terhadap hal-hal yang terjadi sehari-hari. Tetapi bagaimana kesejatian hidup, hal ini kerap luput dari pemahaman dan penghayatan.
Wis Ora Kanggo?
(gunane wong tuwa)

·    Orang dapat merasa galau kalau dalam pengalaman hidupnya banyak memegang peran dalam kumpulan-kumpulan dan tentu juga dalam keluarganya. Tetapi ketika kondisinya makin mundur, termasuk ketika harus berhadapan ketentuan-ketentuan masa kini, orang harus lengser dan menjadi anggota biasa. Perasaan tidak terpakai rasa  dapat menghinggapi orang.
·    Apalagi kalau masih merasa mampu dan berdaya, orang dapat dijangkiti post power syindrome.
·    Di sini pemahaman akan makna hidup menjadi penting.
Golek Dalan Padhang?
(jatining urip langgeng)

·    Sekalipun sudah tahu bahwa hidup di dunia terbatas, tetapi orang dapat takut pada realitas kematian. Sekalipun sudah tahu pelajaran tentang hidup abadi, orang dapat terlena akan keyakinan itu dalam penghayatan hariannya termasuk kesibukannya.
·    Semua itu memudahkan orang mudah terjangkiti jiwa takut dan hidupnya tak mudah gembira. Maka pemahaman apa itu hidup sesudah kehidupan dunia ini dan bagaimana menghayatinya dalam keseharian, hal ini dirasa penting untuk menjadi insan gembira dan pemancar sukacita.
Yèn Akèh Ra Kepenak?
(rikala mata, kuping, irung, tutut, lan rasa suda dayané)

·    Keterbatasan daya indrawi dapat membuat orang merasa amat menderita. Kegiatan tubuh pun menjadi terganggu.
·    Barangkali rasa derita itu muncul karena kurangnya pengetahuan bagaimana mengoptimalkan daya(-daya) yang terbatas.
Saya Tuwa Saya Gampang Lungkrah?
(njaga awak seger)

·    Makin tua tubuh dapat tergaanggu oleh rasa tak segar dan pegal-pegal. 
·    Bagaimana dapat merasakan badan rileks, hal ini menjadi dambaan orang yang mengalami masa tua.
Tuwa Kon Nginternèt?
(urip tuwa ing jaman saiki)

·    Hubungan kaum tua dengan kaum muda kerap terhambat karena yang muda banyak diwarnai dengan alat-alat digital atau tekhnologi informasi.
·    Kaum tua dapat merasa disepelekan oleh yang muda karena mendapatkan julukan “jadul” (jaman dulu), sebutan kini untuk kaum kolot.
·    Yang jadi soal adalah bagaimana kaum jadul dapat hidup bersama kaum “jakin” (jaman kini).
Wong Tuwa Ora Kajèn?
(jatiné unggah-ungguh)

·    Orang tua kerap merasa terganggu oleh tindak tanduk kaum muda yang dirasa melupakan etika. Banyak kaum muda dianggap tidak berlaku sopan terhadap yang tua.
·    Sementara itu kaum muda juga kerap merasa selalu dinilai negatif karena dianggap tidak hormat pada yang tua. Segala upaya menghargai yang tua dapat tidak diperhitungkan.
·    Benarkah sopan-santun sudah hilang di jaman kini?
Gègèr Warisan?
(kawicaksanan ngedum)
·    Hingga saat ini hubungan antar keluarga dari satu keturunan dapat ribut karena soal pembagian warisan.
·    Kesadaran akan kepastian hukum yang berkembang juga dapat membuat tanah-tanah hibah tanpa sertifikat juga dapat menjadi sumber sengketa.
·    Yang jadi soal, apakah orang tua yang masih hidup harus sudah membagi warisan. Bagaimana nanti kalau tidak punya apa-apa lagi?
Wicaksana Iku Wani Mundur?
(tuladhaning Rama Kardinal Darmojuwono)
·    Kedudukan dan posisi tua dapat membuat orang selalu ingin menjadi pemuka dan penentu segalanya. Dari sini berbagai kegelisahan batin dan stres dapat muncul karena post powe syndrom dan mau tetap kuasa.
·    Almarhum Rama Kardinal Justinus Darmojuwana dapat menjadi inspirasi penghayatan iman ketuaan. Beliau berani mundur dan dilakukan sebelum masa pensiun sebagai Uskup.

0 comments:

Post a Comment