diambil dari http://www.waspadamedan.com Written by Siswoyo on Monday, 19 July 2010
Para
lanjut usia (lansia) yang hidup seorang diri akan lebih mudah mengalami
penurunan derajat kesehatan dan kesejahteraan mereka, dan penurunan
derajat kesehatan tersebut sering sekali berlangsung cukup cepat.
Adapun
proses dimulainya seseorang lansia hidup sendiri sering berawal dari
kematian pasangan hidupnya. Sejumlah penelitian terhadap kesedihan yang
terjadi pada lansia sehubungan dengan kematian dari pasangan hidupnya
menunjukkan bahwa didapati angka kematian yang segera meningkat baik
pada pria maupun wanita, walaupun angka kematian pada pria lebih kecil
dibandingkan dengan wanita. Dalam suatu penelitian di Finlandia
memperlihatkan bahwa dalam satu minggu pertama setelah lansia kematian
pasangan hidupnya didapati peningkatan angka kematian dua kali lipat
dibandingkan dengan yang tidak kematian pasangan hidupnya, yang terutama
terjadi sebagai akibat dari penyakit jantung iskemik, yaitu penyakit
jantung yang terjadi sebagai akibat kurangnya aliran darah pada pembuluh
darah arteri koronaria yang mendarahi otot-otot jantung. Penelitian
lainnya, seperti di Swedia menemukan bahwa didapati peningkatan angka
kematian sebesar 48 % di antara para duda yang berusia di atas 65 tahun
dan di antara para janda sebesar 22 % dalam waktu 3 bulan setelah
kematian pasangan hidupnya dibandingkan dengan mereka yang tidak
kematian pasangan hidupnya. Selain daripada itu, angka kematian akibat
penyakit infeksi, kecelakaan dan bunuh diri di antara laki-laki yang
menduda tetap lebih tinggi daripada yang diperkirakan sebelumnya untuk
jangka waktu sampai sepuluh tahun setelah kematian pasangan hidupnya.
Salah satu hal yang ditakuti akibat lansia hidup seorang diri adalah
timbulnya rasa kesepian. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi
terjadinya hal-hal yang disebut di atas pada lansia maka berbagai upaya
perlu dilakukan agar lansia walaupun hidup seorang diri tetapi tidak
merasa kesepian. Contohnya, dengan menempatkan lansia pada berbagai
kelompok masyarakat dapat memberikan dukungan yang diperlukan untuk
mengatasi kesedihan dan kesepian akibat kehilangan pasangan hidup.
GAMBARAN LANSIA HIDUP SEORANG DIRI.
Tujuh
puluh tujuh persen lansia yang hidup seorang diri adalah kaum wanita.
Sebahagian besar di antara mereka adalah janda yang sebahagian besar
telah berusia di atas 75 tahun, yang mempunyai kesehatan yang rapuh dan
lebih miskin daripada laki-laki lansia. Angka kemiskinan bagi mereka
sebesar 19 %, hampir lima kali lipat dari angka kemiskinan lansia yang
masih mempunyai pasangan hidup.
Pada
semua usia dan tingkat pendapatan, mereka yang hidup seorang diri lebih
sering berada di dalam panti perawatan, khususnya mereka yang menderita
penyakit yang serius. Hampir seperempat dari mereka yang hidup seorang
diri melaporkan bahwa tidak ada orang yang dapat mereka andalkan untuk
membantu mereka selama beberapa lama, dan 13 % menyatakan bahwa mereka
sama sekali tidak dapat memperoleh bantuan dari orang lain bahkan hanya
untuk beberapa hari sajapun tidak dapat memperoleh bantuan dari orang
lain. Tanpa dukungan dari masyarakat, kelompok lansia seperti ini lebih
sering menghadapi risiko untuk dirawat secara terus menerus di dalam
panti-panti jompo dan kehilangan cara hidup yang mandiri jika kesehatannya menurun.
Lansia
yang hidup seorang diri lebih cenderung untuk menghadapi berbagai
masalah kesehatan yang serius dan menahun dibandingkan lansia yang hidup
bersama dengan orang lain, dan 43 % menganggap kesehatannya kurang
begitu baik atau parah. Diantara lansia yang hidup seorang diri, 53 %
merupakan penderita tekanan darah tinggi (hipertensi), 42 % mengalami
gangguan penglihatan dan 63 % menderita penyakit sendi. Walaupun
penyakit yang dialami oleh lansia yang hidup seorang diri cenderung
lebih parah dan keadaannya lebih menahun, tetapi mereka pada umumnya
lebih jarang untuk memeriksakan diri ke dokter karena pendapatan mereka
yang umumnya lebih rendah dari golongan lansia lainnya. Kunjungan ke
dokter yang lebih jarang dilakukan tampaknya mempunyai hubungan dengan
asuransi kesehatan, yaitu apakah mereka menjadi peserta asuransi
kesehatan atau tidak. Demikian juga para lansia yang hidup seorang diri
yang tidak menjadi peserta asuransi kesehatan lebih jarang dirawat di
rumah sakit dibandingkan dengan mereka yang menjadi peserta asuransi
kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa para lansia yang hidup seorang diri
pada umumnya menghadapi masalah keuangan/biaya di dalam perawatan
kesehatannya.
Hidup
seorang diri bagi lansia merupakan suatu masalah yang serius pada 60 %
lansia yang berusia 75 tahun ke atas, karena depresi (tekanan jiwa)
merupakan keadaan yang sering terjadi. Lebih dari sepertiga diantara
lansia yang hidup seorang diri serta tergolong miskin mengakui memiliki
keadaan depresi. Sebaliknya, sering pula dialami oleh lansia bahwa
depresi tersebut mempunyai gejala-gejala yang tidak jelas maupun
terselubung, sehingga keadaan depresi tersebut harus benar-benar dicari
oleh dokter yang merawatnya.
Walaupun
para lansia yang hidup seorang diri umumnya menghadapi hidup yang sulit
tetapi hampir 90 % dari mereka mengemukakan keinginannya untuk
mempertahankan cara hidup yang mandiri. Di Amerika Serikat, banyak dari
mereka menghadapi rasa takut yang paling besar akan ketergantungan yang
terlalu banyak pada orang lain (ketidakmandirian) dan sekalipun mereka
mengalami kesepian, mereka tetap ingin melanjutkan hidup seorang diri.
PERLU DIPERHATIKAN :
Sering
dikatakan bahwa kesepian merupakan momok (hal yang sangat ditakutkan)
bagi para lansia. Tidak dapat dihindari pada waktu lansia kematian
pasangan hidupnya dan teman-teman sebaya lainnya, dan apalagi jika hal
ini juga disertai dengan bertambahnya kelemahan, dengan mobilitas
(pergerakan) yang terbatas dan berkurangnya kemampuan pancaindra
(terutama pendengaran), maka rasa kesepian akan lebih sering didapati
dibandingkan dengan keadaan sebelum meninggalnya pasangan hidup atau
teman-teman dekat.
Suatu hal yang cukup penting untuk tidak mengacaukan istilah kesepian (loneliness) dengan hidup seorang diri (being alone).
Banyak lansia yang hidup sendiri merasa bahagia dan tidak kesepian,
sedangkan para lansia lainnya dapat merasa kesepian meskipun tinggal di
suatu tempat yang ramai dengan keluarganya.
Oleh
karena kesepian merupakan masalah yang nyata diantara para lansia maka
pembentukan kelompok-kelompok lansia sangat diharapkan peranannya untuk
membuat para lansia masih dapat merasakan dirinya berguna bagi
lingkungannya sehingga hal ini merupakan rangsangan yang positip untuk
meningkatkan kegairan hidup sekaligus mengatasi kesepian yang dialami
lansia.
Selain
daripada itu, sebelum seseorang memasuki masa lansia (pralansia)
sebaiknya telah menyiapkan kegemaran/hobi yang dapat ditekuni sebagai
pengisi waktu dimasa lansia nantinya. Perlu dimengerti bahwa selain hobi
tadi dapat memberikan penghasilan tambahan bagi lansia tersebut
sehingga dapat meningkatkan produktivitasnya juga akan lebih mudah bagi
lansia untuk mendapat teman yang sama kegemarannya, yang dapat diajak
untuk bertukar pikiran dan saling mengunjungi sehingga rasa kesepian
yang dialaminya akan hilang. Biasanya diskusi di antara orang-orang yang
mempunyai kegemaran yang sama akan lebih mengasyikkan, sehingga
menggairahkan semangat lansia sebagai pengisi waktu yang menyenangkan.
Akan tetapi perlu diingat, kegiatan apapun pada lansia hendaknya jangan
terlalu dipaksakan, mengingat kondisi fisik dan mentalnya yang telah
mulai menurun akibat bertambahnya umur.
Sikap
optimis dan ceria dari para lansia perlu dipupuk terus khususnya di
dalam menghadapi peristiwa-peristiwa yang merisaukan, baik akibat
kehilangan pasangan hidup, kerabat dekat dan lain-lain. Para lansia
hendaknya optimis bahwa segala masalah yang dialaminya akan dapat
terselesaikan dengan baik dan hindarilah hal-hal yang dapat menjadikan
beban stres karena berpikir yang terlalu njelimet.
Anggapan yang menyatakan bahwa lansia hanya merupakan manusia yang
dicekam oleh kesepian, kebosanan hidup serta tinggal menunggu ajal
datang, haruslah kita tinggalkan jauh-jauh, tetapi haruslah selalu
mengisi sisa hidup lansia dengan kegiatan yang bermakna dan
menyenangkan, serta jangan lupa untuk tetap menjaga kesehatan tubuh
dengan makanan yang bergizi dan seimbang, olahraga yang teratur dan
sesuai kemampuan tubuh serta berupaya untuk hidup mandiri dan produktip
(dr.Pirma Siburian Sp PD, K Ger, spesialis penyakit dalam dan penyakit
lansia, dokter pada klinik lansia Klinik Spesialis Bunda dan RS Permata Bunda Medan).
|
0 comments:
Post a Comment