Catatan: Homili ini memang untuk 07 Maret 2010. Tetapi karena bacaan cocok dengan 28Februari 2016, maka dapat dimanfaatkan untuk persiapan Minggu Prapaskah III/C Th. 2016.
H O M I L I
Mgr F.X Hadisumarta O.Carm
Mgr F.X Hadisumarta O.Carm
MINGGU PRAPASKAH III/C/10
07 Maret 2010
07 Maret 2010
Kel 3:1-8a, 13-15 1Kor 10:1-6, 10-12 Luk 13:1-9
PENGANTAR
Segala sesuatu yang
kita lakukan harus selalu diarahkan untuk mencapai suatu tujuan
tertentu. Menjelang perayaan kebangkitan Yesus yaitu Paskah, hidup kita
sebagai orang Kristen diarahkan kepada pertobatan sejati. Untuk itu kita diajak mengadakan masa puasa dan pantang. Dalam Injil hari ini Yesus berkata:“Jikalau kamu semua tidak bertobat, kamu pun akan binasa”.
HOMILI
Pada suatu hari Yesus
mendengar berita, bahwa di Galilea sejumlah orang beribadat dengan
mengadakan korban. Rupanya terjadilah kekacauan, sehingga otoritas
Romawi mengadakan tindakan keras dan membunuh sejumlah orang. Darah
mereka dicampurkan dengan darah binatang-binatang korban. Orang
mengira, orang-orang itu dibunuh, karena dosa-dosa mereka lebih besar
dari pada orang-orang Galilea lainnya. Yesus menegaskan: Tidak! Bukan
demikian! Banyak orang berpendirian, bahwa keadaan hidup yang buruk,
termasuk bencana alamiah, disebabkan oleh dosa-dosa manusia (buku
Ayub). Tetapi Yesus menegaskan bahwa semua orang adalah pendosa. Karena
itu dibutuhkan pertobatan! Demikian pula isi berita tentang bencana
lain di Yerusalem, di mana 18 orang mati karena ditimpa menara dekat
Siloam yang jatuh roboh. Tidak ada hubungan langsung di antara
peristiwa di Galilea dan di Yerusalem tersebut. Namun ada kesamaan
ajaran dan pesan yang ingin disampaikan oleh Yesus, yakni tentang pertobatan. Penderitaan
dan bencana, bahkan kematian yang dialami orang, bukanlah bukti bahwa
mereka itu pendosa dan dosanya lebih besar dari lainnya!
Memang
ada pendosa-pendosa yang dihukum Tuhan di dunia ini. Tetapi adanya
hukuman itu bukanlah bukti, bahwa dosa orang yang dihukum di dunia itu
lebih besar atau berat dosanya! Yesus mau mengingatkan kita, bahwa
hukuman yang sebenarnya ialah hukuman kekal sesudah kematian! Ukuran
yang dipakai ialah sejauh mana setiap orang sungguh hidup dengan
semangat bertobat.
Yesus menggunakan
perumpamaan tentang pohon ara. Setiap orang diseluruh dunia adalah
pohon ara yang dimasudkan oleh Yesus. Semua orang adalah pendosa.
Tetapi sekaligus Yesus menekankan, bahwa kerahiman atau belaskasihan
Allah untuk mengampuni adalah tak terbatas! Meskipun demikian, manusia
harus mempersiapkan diri untuk menerima kerahiman Allah. Waktu untuk
persiapan itu, yakni waktu untuk hidup manusia sangat terbatas dan tidak
sama. Tetapi kerahiman Allah adalah lebih besar dari pada besarnya
dosa manusia!
Tuhan tidak akan
mengampuni dosa apapun, betapapun besar atau kecilnya, apabila tidak
ada pertobatan. Yesus Kristus adalah pengantara Allah dan manusia.
Tetapi Ia tidak akan menolong siapapun, apabila tidak ada pertobatan.
Dengan kata lain, orang tidak akan diselamatkan, apabila ia tidak mau
diselamatkan!
Dalam perumpamaan
tentang pohon ara dalam Injil hari ini pohon-pohon ara itu adalah
orang-orang Yahudi, tetapi juga kita semua! Yang menanam adalah Tuhan
Allah. Dimaksudkan dan diharapkan agar pohon-pohon itu tumbuh,
berkembang dan berbuah. Bila tidak berbuah, akan ditebang. Si pengurus
kebun dalam perumpaan itu adalah Yesus. Yesus yang mau menyelamatkan
pohon-pohon ara itu, yakni kita sekalian. Ia minta kepada Tuhan, agar
diberi waktu secukupnya kepada kita untuk bertumbuh dan berkembang
dengan baik. Kita diberi kesempatan yang cukup dalam hidup kita untuk
berganti sikap, untuk sungguh serius terhadap nasib kekal kita kelak di
kemudian hari. Apabila tidak berhasil, hal itu bukan disebabkan oleh
ketidakadilan Allah, melainkan karena kesalahan kita sendiri. Maka
pohon-pohon tak berbuah itu akan ditebang.
Tuhan memberi waktu
dan kesempatan kepada kita untuk berganti secara mendasar untuk sungguh
mau hidup sebagai orang Kristen sejati. Kita diundang untuk
sungguh-sungguh menyadari makna hidup kita sebagai orang kristiani yang
sudah dibaptis. Dan dalam segala kelemahan kita, kita selalu
diingatkan akan belaskasihan Allah yang tiada batasnya. Hidup beragama
sejati, atau hidup rohani yang otentik bukanlah hidup semu atau hidup
palsu. Hidup rohani sejati bukan sekadar melakukan ibadat atau
ritualisme melulu!
Jakarta, 7 Maret 2010
0 comments:
Post a Comment