Sabtu, 27 Februari
2016
Hari Biasa Pekan
II Prapaskah
warna liturgi
Ungu
Bacaan
Mi.
7:14-15,18-20; Mzm. 103:1-2,3-4,9-10,11-12; Luk. 15:1-3,11-32. BcO Kel. 20:1-17
Lukas
15:1-3,11-32:
1 Para pemungut
cukai dan orang-orang berdosa biasanya datang kepada Yesus untuk mendengarkan
Dia. 2 Maka bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat,
katanya: "Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka."
3 Lalu Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka: 11 Yesus berkata lagi:
"Ada seorang mempunyai dua anak laki-laki. 12 Kata yang bungsu kepada
ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku. Lalu
ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka. 13 Beberapa hari
kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri
yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya.
14 Setelah dihabiskannya semuanya, timbullah bencana kelaparan di dalam negeri
itu dan iapun mulai melarat. 15 Lalu ia pergi dan bekerja pada seorang majikan
di negeri itu. Orang itu menyuruhnya ke ladang untuk menjaga babinya. 16 Lalu
ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi itu, tetapi
tidak seorangpun yang memberikannya kepadanya. 17 Lalu ia menyadari keadaannya,
katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya,
tetapi aku di sini mati kelaparan. 18 Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku
dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap
bapa, 19 aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai
salah seorang upahan bapa. 20 Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya.
Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh
belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium
dia. 21 Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan
terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa. 22 Tetapi ayah itu
berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik,
pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada
kakinya. 23 Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah
kita makan dan bersukacita. 24 Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup
kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukaria. 25
Tetapi anaknya yang sulung berada di ladang dan ketika ia pulang dan dekat ke
rumah, ia mendengar bunyi seruling dan nyanyian tari-tarian. 26 Lalu ia
memanggil salah seorang hamba dan bertanya kepadanya apa arti semuanya itu. 27 Jawab
hamba itu: Adikmu telah kembali dan ayahmu telah menyembelih anak lembu tambun,
karena ia mendapatnya kembali dengan sehat. 28 Maka marahlah anak sulung itu
dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia. 29 Tetapi
ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum
pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa
memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku. 30 Tetapi
baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa
bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun
itu untuk dia. 31 Kata ayahnya kepadanya: Anakku, engkau selalu bersama-sama
dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu. 32 Kita patut
bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali,
ia telah hilang dan didapat kembali."
Renungan:
Bacaan ini
sungguh menggambarkan kerahiman Allah atas umat manusia. Digambarkan bagaimana
seorang bapa yang tetap menerima anak yang telah memboroskan hartanya. Ia
bahkan menyambut kembalinya si anak dengan pesta yang meriah. "Sebab
anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat
kembali. Maka mulailah mereka bersukaria" (Luk 15:24).
Kisah-kisah
semacam itu tampaknya masih sering kita jumpai dalam pengalaman harian kita.
Tidak sedikit anak yang ingin mencari dan mengejar kebebasannya sendiri. Mereka
meninggalkan orang tuanya dan mengikuti jalan kesenangannya. Di banyak
kesempatan sering terlihat segerombolan remaja di perempatan traffic light.
Cara penampilan dan sikap tampak sesuka hati mereka. Kita tidak tahu mengapa
mereka begitu.
Ada masa-masa di
mana kita membutuhkan pengajaran orang tua, sampai kita siap berjalan sendiri.
Si bungsu belum siap berusaha sendiri dengan warisan yang diterima. Ia pun
jatuh bangkrut dan miskin. Kita pun bisa tergoda dan merasa siap dengan hidup
kita. Namun ternyata banyak hal yang tak terduga sering mengagetkan. Maka
marilah kita tekun belajar dari orang tua dan sesama kita sampai kita sungguh
siap untuk hidup mandiri.
Kontemplasi:
Pejamkan matamu.
Hadirkan orang tuamu. Rasakan kerahiman mereka terhadap dirimu.
Refleksi:
Bagaimana
menghadirkan kerahiman Allah dalam kehidupan kita sekarang?
Doa:
Tuhan, semoga aku
tidak menjadi pribadi yang sombong, namun tetap rendah hati untuk selalu
belajar. Amin.
Perutusan:
Aku akan menjaga
kerahiman Allah dalam diriku. -nasp-
0 comments:
Post a Comment