Selasa, 09 Februari
2016
Hari Biasa
warna liturgi
Hijau
Bacaan
1Raj.
8:22-23,27-30; Mzm. 84:3,4,5,10,11; Mrk. 7:1-13. BcO 1Kor. 1:18-31
Markus
7:1-13:
1 Pada suatu kali
serombongan orang Farisi dan beberapa ahli Taurat dari Yerusalem datang menemui
Yesus. 2 Mereka melihat, bahwa beberapa orang murid-Nya makan dengan tangan
najis, yaitu dengan tangan yang tidak dibasuh. 3 Sebab orang-orang Farisi
seperti orang-orang Yahudi lainnya tidak makan kalau tidak melakukan pembasuhan
tangan lebih dulu, karena mereka berpegang pada adat istiadat nenek moyang mereka;
4 dan kalau pulang dari pasar mereka juga tidak makan kalau tidak lebih dahulu
membersihkan dirinya. Banyak warisan lain lagi yang mereka pegang, umpamanya
hal mencuci cawan, kendi dan perkakas-perkakas tembaga. 5 Karena itu
orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat itu bertanya kepada-Nya: "Mengapa
murid-murid-Mu tidak hidup menurut adat istiadat nenek moyang kita, tetapi
makan dengan tangan najis?" 6 Jawab-Nya kepada mereka: "Benarlah
nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab ada tertulis: Bangsa
ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. 7 Percuma
mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah
manusia. 8 Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat
manusia." 9 Yesus berkata pula kepada mereka: "Sungguh pandai kamu
mengesampingkan perintah Allah, supaya kamu dapat memelihara adat istiadatmu
sendiri. 10 Karena Musa telah berkata: Hormatilah ayahmu dan ibumu! dan: Siapa
yang mengutuki ayahnya atau ibunya harus mati. 11 Tetapi kamu berkata: Kalau
seorang berkata kepada bapanya atau ibunya: Apa yang ada padaku, yang dapat
digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk korban yaitu persembahan
kepada Allah, 12 maka kamu tidak membiarkannya lagi berbuat sesuatupun untuk
bapanya atau ibunya. 13 Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak
berlaku demi adat istiadat yang kamu ikuti itu. Dan banyak hal lain seperti itu
yang kamu lakukan."
Renungan:
Pada waktu kecil
orang tua selalu melarang kita duduk di atas bantal. Alasannya hanya ora
"ilok" (tidak pantas). Kita juga dilarang duduk di pintu rumah kala
hujan. Ada banyak larangan tanpa penjelasan yang berarti. Turun temurun
larangan tersebut kita wariskan pada keturunan kita.
Orang Yahudi juga
mempunyai tradisi. "tidak makan kalau tidak melakukan pembasuhan tangan
lebih dulu, karena mereka berpegang pada adat istiadat nenek moyang mereka; dan
kalau pulang dari pasar mereka juga tidak makan kalau tidak lebih dahulu
membersihkan dirinya" (Mrk 7:3-4). Mungkin salah satu alasannya adalah
kebersihan demi kesehatan. Setelah bepergian atau ke pasar mereka kotor, maka
perlu dibersihkan dulu. Namun kala melihat para murid makan tanpa bersih-bersih
dulu mereka mempertanyakan tindakan tersebut tanpa melihat alasannya. Tindakan
itu dipandang melanggar adat.
Untuk saat ini
rasanya tidak mudah melarang seorang anak tanpa alasan yang jelas. Kalau mereka
nurut bukan karena patuh tapi lebih untuk menghindari suara. Sebaliknya kalau
alasannya jelas, seorang anak tanpa diperintah sekalipun akan melakukan yang
kita ingini. Rasanya layak kalau kita tidak sekedar melarang. Kita perlu selalu
mencari alasan yang tepat dan berdaya.
Kontemplasi:
Bayangkan dirimu
ketika memberikan larangan kepada anak-anakmu.
Refleksi:
Bagaimana
menemukan cara bicara yang tepat dan berdaya?
Doa:
Tuhan semoga aku
mampu berkomunikasi dengan baik dengan sesamaku. Semoga bukan hanya larangan
yang kusampaikan tapi keutuhan alasan yang bisa diterima. Amin.
Perutusan:
Aku akan mencari
kata-kata yang tepat dan berdaya. -nasp-
APP 2016 Bahasa
Indonesia – KAS
http://www.kas.or.id/index.php/2016/02/07/app-2016-bahasa-indonesia/
0 comments:
Post a Comment