diambil dari http://www.katolisitas.org
“Aku telah mempersiapkannya sepanjang hidupku….”
Namanya adalah Sr. Rosemary Smith, OSF. Ia adalah seorang pensiunan biarawati Fransiskan, yang tinggal tak jauh dari rumah tempat saya dan suami saya tinggal. Di usianya yang sudah 86 tahun itu, ia masih sangat aktif dalam kegiatan pelayanannya sebagai seorang biarawati. Ia mengajar katekisasi, memimpin koor anak-anak di gereja dan mengajar anak-anak ‘home-school‘ dan ia selalu bersemangat memberitakan Kristus. Sekitar sebulan yang lalu kami mendengar bahwa ia mengalami serangan aortic aneurysm, yaitu pembengkakan pembuluh aorta yang dapat beresiko pecah. Jika itu terjadi, maka ia dapat meninggal seketika. Hari itu, seharusnya kami berencana makan siang bersama, namun kami malah menerima telepon, bahwa Sr. Rosemary sedang dilarikan ke rumah sakit. Sore harinya kami besuk di rumah sakit, dan melihat Sr. Rosemary terbaring dengan slang infus menembus tangannya. Ia mengatakan bahwa ada kemungkinan ia akan dioperasi, walaupun kemungkinan berhasilnya sangat tipis, mengingat usianya yang sangat lanjut. Namun tanpa operasipun, keadaan juga sudah sangat parah, sebab cepat atau lambat pembuluh aortanya itu pasti pecah. Mendengar hal itu kami sangat sedih, membayangkan bahwa malam itu mungkin adalah pertemuan kami yang terakhir dengannya di dunia ini. Akhirnya kami bersama berdoa devosi Kerahiman Ilahi, sambil memohon belas kasihan Tuhan kepadanya. Di akhir kunjungan kami, ia berkata, dengan cerianya seperti biasa, “Don’t worry. I’ve been living my whole life preparing for death that I may see Jesus. Perhaps this is my time, and I am ready.” (“Jangan kuatir. Sepanjang hidupku aku telah mempersiapkan diri untuk mati, agar aku dapat melihat Yesus. Mungkin ini saatnya bagiku, dan aku sudah siap.)
Atas kemurahan dan mukjizat Tuhan, ternyata operasi yang dilakukan terhadap Sr. Rosemary berhasil. Ia masih diberi kesempatan hidup oleh Tuhan, atau diberi “extra- time” untuk melayani Tuhan, menurut Sr. Rosemary. Namun perkataannya menjelang operasi itu sungguh membekas di hati saya. Ya, seharusnya memang kita hidup seperti Sr. Rosemary; yaitu hidup memberikan diri kepada Tuhan dan sesama, dan dengan demikian, mempersiapkan diri untuk kematian kita, di mana kita akan bertemu dengan Tuhan Yesus yang mengasihi kita, dan yang kita kasihi.
Sudahkah kita berpikir tentang kematian?
Mungkin tak banyak dari antara kita yang senang berpikir tentang kematian. Perkataan kematian dapat membawa pikiran kita kepada liang kubur, atau tubuh kita akan membusuk dan berubah menjadi abu ataupun debu tanah. Melalui kematian, dipenuhilah firman Allah ini, “… sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu” (Kel 3:19). Hidup kita memang semata-mata adalah karunia Tuhan. Tuhanlah yang membentuk kita manusia dan memberikan nafas kehidupan kepada kita (lih. Kej.2:7). Dalam kehidupan ini kita bertumbuh, berjuang dalam suka dan duka. Namun semua ada waktunya, semua ada akhirnya. Nafas akan berhenti, umur kita tergenapi. Segalanya akan habis, barang apapun yang kita punyai di dunia ini tak ada sedikitpun yang dapat kita bawa. Semuanya berakhir, hanya jiwa kita saja yang masih hidup, dan menghadap kepada Tuhan, dengan membawa iman, pengharapan dan kasih. Jika kita merenungkan semua ini, tentu kita akan lebih bijaksana dalam menghadapi dan mengisi kehidupan. Sebab kita akan dapat melihat, mana yang penting bagi kehidupan kita selanjutnya di surga, dan mana yang tidak. Kita akan menjadi bijaksana menggunakan waktu yang ada, untuk semakin mengenal, mengasihi dan memuliakan Tuhan. Sebab Dia-lah yang akan kita jumpai setelah kehidupan ini. Dia-lah yang merupakan segala-galanya bagi kita, dan yang menjadi sumber dan puncak kebahagiaan kita yang sejati dan kekal selamanya!Dasar Kitab Suci
Kitab Suci mengisahkan kepada kita mengapa sampai kita mengalami kematian, dan bagaimana seharusnya kita menyikapinya sebagai orang beriman.1. Manusia mati karena dosa, dan tak seorangpun yang dapat berkuasa atas hari kematian.
Dari kisah Adam dan Hawa kita ketahui bahwa manusia mati karena dosa pertama yang dilakukan (lih. Kej 2:16). Menurut pengajaran Rasul Paulus, “Upah dosa ialah maut.” (Rom 6:23a). Semua orang yang berdosa, pada akhirnya akan mati (lih. Mzm 89: 48) dan tak ada seorangpun yang berkuasa atas hari kematian (Ams 11:19).
Maka kita melihat banyak contoh di dalam Kitab Suci bagaimana dosa, terutama dosa menghujat Tuhan, memimpin seseorang kepada maut, seperti pada banyak contoh dalam Perjanjian Lama. Atau mungkin yang paling jelas dalam Perjanjian Baru adalah kematian Yudas (lih. Kis 1:18) dan Herodes (Kis 12:19-23). Dosa yang inilah yang memisahkan kita dengan Allah.
2. Kematian Kristus membuka pintu perdamaian antara kita dengan Allah dan oleh kurban Kristus kita dapat memperoleh keselamatan dan hidup yang kekal.
Ketika kita masih berdosa dan menjadi seteru Allah, Kristus wafat bagi kita untuk mendamaikan kita dengan Allah; sehingga oleh darah-Nya kita dibenarkan (lih. Rom 5:9-10). Maka oleh Adam, kita manusia jatuh dalam dosa, sedangkan oleh Kristus kita memperoleh hidup yang kekal (lih. Rom 5:12-18). Oleh ketidaktaatan Adam kita semua jatuh dalam dosa, namun oleh ketaatan Yesus kita semua dibenarkan (lih. Rom 5:19). Kita menerima rahmat kehidupan kekal pada saat kita dibaptis di dalam kematian Kristus, untuk dibangkitkan bersama-sama dengan Dia dan memiliki kehidupan yang baru bersama Dia (lih. Rom 6:1-4).
3. Kematian ini dikalahkan oleh kebangkitan Kristus.
Kebangkitan Kristus dari kematian menjadi bukti bahwa kematian tidak berkuasa atas diri-Nya (lih. Rom 6:9). Ketika tubuh kita yang fana ini mengenakan Kristus, maka maut telah ditelan dalam kemenangan (lih. 1 Kor 15:53-57). Dengan kebangkitan Kristus dari kematian, Ia mengalahkan belenggu dosa dan maut, sehingga bahkan kematian sekalipun tidak dapat memisahkan kita dari kasih-Nya (lih. Rom 8:38-39). Oleh jasa Kristus ini, maka ketika kita tubuh kita mati, artinya kemah tempat kediaman kita di bumi dibongkar, Allah telah menyediakan tempat kediaman di sorga yang kekal (lih. 2 Kor 5:1).
4. Atas jasa Kristus itu, maka bagi orang percaya, kematian adalah seperti jatuh tertidur (fallen asleep), sebab kita mempunyai pengharapan akan kebangkitan dan hidup yang kekal.
Dengan Roh Kudus yang sudah diberikan kepada kita, maka Roh Kudus itu yang telah membangkitkan Yesus dari kematian, akan juga membangkitkan kita (lih. Rom 8: 11). Maka dengan demikian, kita yang “mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia” (2 Tim 2:11). Pada akhirnya, kita yang telah meninggal dalam Kristus akan dibangkitkan oleh Kristus, seperti Kristus bangkit setelah kematian-Nya. Kebangkitan badan ini akan terjadi di akhir jaman, saat Kristus turun dari sorga diiringi sangkakala (lih. 1 Tes 4:13-18).
5. Namun demikian, sebelum kita memperoleh kehidupan kekal, segera setelah kematian kita akan diadili.
Seperti yang kita ketahui dari kisah Lazarus dan orang kaya setelah kematian mereka (lih. Luk 16:19-31), kita mengetahui, bahwa manusia “ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi.” (Ibr 9: 27). Pada saat inilah kita diminta untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatan kita (lih. Luk 16:2) dan akan diadili sesuai dengan perbuatan kita (lih. 1 Pet 1:17, Rom 2:6). Lalu jiwa kita menerima akibat dari keputusan pengadilan ini. Inilah yang disebut Pengadilan Khusus.
Sedangkan pada akhir dunia nanti, kita akan kembali diadili di hadapan semua mahluk, dan segala perbuatan baik dan jahat akan dinyatakan, “Sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak diketahui dan diumumkan.”(Luk 8: 17). Pada saat itu, seluruh bangsa akan dikumpulkan di hadapan tahta Kristus, dan Dia akan mengadili semua orang: yang baik akan dipisahkan dengan yang jahat seperti memisahkan domba dan kambing (lih. Mat 25: 32-33). Pengadilan ini merupakan semacam ‘pengumuman’ hasil Pengadilan Khusus setiap orang di hadapan segala mahluk. Inilah yang disebut Pengadilan Umum/ Terakhir. Hasil ini Pengadilan Umum ini akan memberikan penghargaan ataupun penghukuman terhadap jiwa dan badan. Selanjutnya tentang Pengadilan Khusus dan Umum, silakan klik di sini.
6. Kematian juga dapat berarti mati secara rohani karena dosa, dan kita membutuhkan pengampunan dari Tuhan untuk menghidupkan kita kembali secara rohani.
Rasul Paulus mengatakan bahwa kita telah mati secara rohani karena pelanggaran kita, namun kemudian dihidupkan kembali sesudah Allah mengampuni kita (lih. Kol 2 :13, Ef 2:1-5). Kita adalah orang- orang yang dahulu mati karena dosa, tetapi sekarang hidup oleh Allah, sehingga perlu menyerahkan anggota-anggota tubuh kita kepada Allah (Lih. Rom 6:12-13). Kita tidak selayaknya hidup menuruti keinginan daging, bermewah- mewah dan berlebihan, karena jika demikian artinya kita sudah mati selagi masih hidup (lih. 1 Tim 5:6). Dari keadaan seperti inilah kita semua harus bangkit, untuk mengikuti terang Kristus (lih. Ef 5:14).
7. Kematian terhadap diri sendiri adalah jalan menuju kekudusan.
Rasul Paulus mengajarkan kepada kita agar kita mematikan segala sesuatu yang duniawi di dalam diri kita, agar kita dapat hidup sebagai manusia baru (Kol 3:5). Dengan hidup sebagai manusia baru, kita mempunyai Kristus yang menjadi pusat hidup kita. Sehingga, kita tidak lagi hidup untuk diri kita sendiri tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk kita (lih. 2 Kor 5:14-15). Dan hidup bagi Kristus dan di dalam Kristus ini adalah kekudusan, di mana kita dimampukan untuk mengasihi Tuhan dan sesama.
8. Jika kita hidup di dalam Kristus, maka kematian adalah suatu keuntungan.
Karena jika kita hidup menurut segala perintah-Nya, maka kita akan hidup untuk Kristus. Bagi umat beriman, kita tidak hidup untuk diri kita sendiri, dan juga tidak mati untuk diri kita sendiri. Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan (Rom 14:8). Maka dengan selalu tinggal di dalam Dia, tidak menjadi soal apakah kita hidup atau mati. Rasul Paulus mengatakan, “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan,” (Flp 1:21) karena melalui kematian kita pergi untuk bertemu dengan Kristus dan diam bersama- sama dengan Dia (lih. Flp 1:23). Pada saat itulah, kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya (1 Yoh 3:2). Maka dalam arti kehidupan kekal ini, maka dapat dikatakan, “hari kematian lebih baik dari hari kelahiran” (Pkh 7:1).
9. Kematian orang dikasihi Tuhan berharga di mata Tuhan.
“Berharga di mata Tuhan kematian semua orang yang dikasihi-Nya” (Mzm 116:15). Jiwa orang benar ada dalam tangan Allah, dan tidak ada siksaan yang menimpa mereka. Walau kematian mereka nampak sebagai malapetaka menurut pandangan orang bodoh, namun mereka sesungguhnya berada dalam ketentraman…. Sebab kasih setia Tuhan dan belas kasihan-Nya menjadi bagian orang-orang pilihan-Nya (lih. Keb 3:1-9).
10. Yesus berpesan agar kita tidak takut menghadapi kematian.
Yesus berkata, “Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku. Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada” (Yoh 14:1-3).
Menurut Bapa Gereja
1. St. Klemens dari Roma (96): “Ketika kita masih di dunia, mari kita bertobat dengan sepenuh hati… sehingga kita dapat diselamatkan oleh Tuhan…. Sebab, setelah kita meninggalkan dunia ini, kita tidak dapat mengaku dosa atau bertobat lagi.”[1]2. St. Ignatius dari Antiokhia (98- 117 ): “Lebih baiklah bagiku untuk mati karena Kristus, daripada hidup sebagai raja atas segala ujung bumi. Aku mencari Dia, yang wafat untuk kita; aku menghendaki Dia, yang bangkit demi kita. …”[2]
3. Tertullian (abad ke 2): Kematian mengacu kepada sesuatu yang kehilangan prinsip vital yang membuatnya hidup. Maka tubuh yang kehilangan hidup ini menjadi mati…. Karena tubuh kita telah mati di dalam Adam, maka tubuh kita akan dibuat hidup di dalam Kristus.[3]
4. Aphraates (270-345): Ketika manusia meninggal dunia…. Hakim itu [Kristus] akan duduk, dan buku-buku kehidupan akan dibuka; dan perbuatan- perbuatan baik dan buruk akan dibacakan, maka mereka yang berbuat baik akan menerima penghargaan, dan mereka yang melakukan perbuatan- perbuatan jahat akan menerima hukuman dari Hakim yang adil.[4].
5. St. Agustinus (354-430): Setelah meninggalkan tubuh, jiwa diadili, sebelum ia dihadapkan pada penghakiman terakhir, saat tubuh dibangkitkan untuk bersatu dengan jiwa itu. Ini seperti pada kisah Lazarus yang miskin yang dibawa ke pangkuan Abraham, sedangkan orang kaya itu ke neraka; segera setelah kedua orang itu meninggal dunia (Luk 16:22-).[5] Semua jiwa yang meninggalkan dunia ini mempunyai penerimaan yang berbeda-beda, yang baik menerima suka cita, yang jahat menerima neraka. Setelah kebangkitan badan terjadi, baik suka cita mereka yang baik akan menjadi lebih penuh, dan siksa mereka yang jahat juga semakin besar, sebab mereka juga tersiksa dengan badan mereka….[6]
6. St. Teresa Avilla: “Aku ingin melihat Tuhan, dan untuk melihat-Nya, aku harus mati.”[7]
7. St. Therese dari Lisieux: “Aku tidak mati, aku memasuki kehidupan.”[8]
Pengajaran Gereja Katolik tentang Kematian
KGK 1006 ….. “Dan untuk mereka yang mati dalam rahmat Kristus, kematian adalah “keikutsertaan” dalam kematian Kristus, supaya dapat juga mengambil bagian dalam kebangkitan-Nya (Lih. Rm 6:3-9, Flp 3:10-11).KGK 1007, 1013 Kematian adalah akhir dari kehidupan di dunia; Kematian adalah akhir dari perziarahan manusia di dunia.
KGK 1008 Kematian adalah konsekuensi dari dosa:… kematian telah masuk ke dalam dunia, karena manusia telah berdosa (Bdk DS 1511).
KGK 1009 Kematian diubah oleh Kristus: Ketaatan Yesus telah mengubah kutukan kematian menjadi berkat (Lih. Rom 5:19-21).
KGK 1010 Oleh Kristus kematian Kristen mempunyai arti positif. “Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan” (Flp 1:21) “Benarlah perkataan ini: jika kita mati dengan Dia, kita pun akan hidup dengan Dia”(2 Tim 2:11)….
KGK 1011 Dalam kematian, Allah memanggil manusia kepada diri-Nya. Karena itu, seperti Paulus, warga Kristen dapat merindukan kematian: “Aku ingin pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus” (Flp 1:23) Dan ia dapat mengubah kematiannya menjadi perbuatan ketaatan dan cinta kepada Bapa, sesuai dengan contoh Kristus (lih Mat 23:46)
KGK 1014 Gereja mengajak kita, supaya kita mempersiapkan diri menghadapi saat kematian (“Luputkanlah kami dari kematian yang mendadak ya Tuhan” – Litani semua orang kudus), supaya mohon kepada Bunda Allah agar ia mendoakan kita “pada waktu kita mati” (doa “Salam Maria”) dan mempercayakan diri kepada santo Yosef, pelindung orang-orang yang menghadapi kematian:
“Dalam segala perbuatanmu, dalam segala pikiranmu, hendaklah kamu bertindak seakan-akan hari ini kamu akan mati. Jika kamu mempunyai hati nurani yang bersih, kamu tidak akan terlalu takut mati. Lebih baik menjauhkan diri dari dosa, daripada menghindari kematian. Jika hari ini kamu tidak siap, apakah besok kamu akan siap?” (Mengikuti Jejak Kristus 1,23, 1)….
Sudahkah kita siap?
Akhirnya, mari bersama-sama kita merenungkan, sudahkah kita siap menghadapi kematian kita? Ini merupakan pertanyaan yang mudah dijawab dengan mulut namun sebenarnya tidak semudah itu, jika itu melibatkan segala konsekuensinya. Sebab walaupun kita telah memperoleh janji keselamatan dan kehidupan kekal, namun kita harus memperjuangkannya selama kita masih hidup di dunia ini, agar kita dapat menerimanya (lih. Flp 2:12). Apakah kita telah sungguh mengenal Allah dan mengimani Kristus? Apakah kita telah mengasihi Tuhan dengan segenap hati kita? Dan mengasihi sesama demi kasih kita kepada Tuhan? Apakah kita telah merindukan persatuan dengan Tuhan dan kehidupan surgawi yang Tuhan janjikan? Apakah kita mau hidup dalam pertobatan terus menerus sampai pada akhir hidup kita?Ada baiknya pertanyaan- pertanyaan terus kita renungkan dalam hati kita, agar kita mengingat bahwa hidup kita di dunia ini adalah sementara. Namun, Tuhan telah mempersiapkan kehidupan yang kekal bagi kita orang-orang percaya. Mari kita senantiasa berdoa agar kita setia dalam iman, pengharapan dan kasih, sehingga pada saatnya nanti, kita melihat penggenapan firman ini:
“Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia” (1 Kor 2:9).
CATATAN KAKI:
- St. Clement of Rome, Second Letter to the Corinthians, 8:2 []
- St. Ignatius of Antioch, Rom 6:1-2 []
- Lihat Tertullian, Against Marcion, Bk.5, Chap.9 []
- Aphraates, Demonstrations, 8:20 []
- St. Augustine, On the Soul and its Origin, Bk. 2, Chap. 4 []
- St. Augustine, On the Gospel of John, 49:10 []
- St. Teresa of Avilla, Life, Ch.1 []
- St. Therese of Lisieux, The Last Conversations
0 comments:
Post a Comment