Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Wednesday, January 25, 2017

Sekilas Sejarah Rumah-Komunitas Rama-rama Purnakarya

Tulisan ini merupakan bab pertama dari naskah "Masa Purnakarya yang Tenang Namun Tetap Berbuah". Naskah ini berisi pemikiran-pemikiran untuk pembangunan rumah rama-rama sepuh yang dibuat oleh Tim Perencana Rumah Rama-rama Sepuh. 
Rm. Bambang mendapatkannya dari Rm. Dionisius Bismoko Mahamboro, Pr.


Sudah sejak zaman Bapak Kardinal Darmojuwono, muncul pemikiran mengenai masa depan para rama diosesan KAS yang sudah purnakarya. Pemikiran tersebut baru terealisir pada tahun 1991, dengan selesainya pembangunan kompleks peristirahatan bagi rama-rama purnakarya di kompleks Seminari Tinggi St. Paulus, yang diberi nama “Wisma Petrus” (selanjutnya disingkat WP). Pembangunannya sudah dimulai ketika Rm. J. Sunarka SJ (kini uskup emeritus Purwokerto) menjadi rektor seminari. Wisma ini diresmikan pada era pengganti Rm. Sunarka, yakni alm. Rm. Chr. Purwawidyana Pr., pada tanggal 2 Juli 1991, tepat pada pesta perak imamat Rm. Purwa. Letak WP persis di sebelah barat unit frater-frater (lih. gambar di bawah; lingkaran merah). Rancangan kompleks tempat tinggal ini berbentuk unit-unit. Masing-masing unit mempunyai dua atau tiga kamar tidur/kerja dan satu ruang makan/duduk (living room). Dari lima unit yang direncanakan, baru dua bangunan yang sudah terealisasi. WP di sebelah utara memiliki dua kamar rama (dengan kamar mandi di dalam), satu ruang bersama (dengan pantry) dan satu kamar pramurukti (perawat-pembantu). Sementara WP di sebelah selatan memiliki tiga kamar rama (dengan kamar mandi di dalam), satu ruang bersama (dengan pantry), dan satu kamar pramurukti. Dalam perjalanan waktu, para rama sepuh di WP dilayani oleh dua pramurukti pria. Para frater waktu itu dilibatkan melayani para rama sepuh, yakni dengan mengantar komuni dan makan (diambil dari dapur seminari). 

Setelah kurang lebih 10 tahun tahun Wisma Petrus dihuni beberapa rama purnakarya (antara lain alm. Rm. Kiswana, Rm. Sandiwan Brata, Rm. Mardisuwignya, Rm. Puspasuganda), muncul pemikiran lain, yakni rumah purnakarya yang berada di luar kompleks seminari. Maka, digunakanlah sebidang tanah yang terletak di sebelah utara Gereja Paroki Pringwulung, di pinggir Kali Gajahwong. Tanah ini merupakan tanah Unio yang sudah dibeli sejak tahun 1973an (demikian penuturan Rm. Windyawiryana). Di situ kemudian dibangun rumah peristirahatan yang kemudian diberi nama Domus Pacis (“Rumah Perdamaian”, selanjutnya disingkat DP). Rancangan bangunan DP ini berbentuk letter-O, dengan 10 kamar tidur/kerja.
Dibandingkan dengan WP, rancangan DP ini lebih banyak memperhatikan kebutuhan dan situasi para rama sepuh. Misalnya, ada pegangan di selasar, atau pintu kamar mandi yang lebar, juga bel di kamar mandi. Setelah selesai dibangun, para rama yang menghuni WP dipindahkan ke DP. Dalam perkembangannya, penghuni DP tidak hanya para imam purnakarya saja, melainkan beberapa imam yang tidak bisa lagi berkarya secara penuh karena alasan kesehatan. Ada pula beberapa rama yang beristirahat sejenak di DP untuk pemulihan kesehatan setelah opname di rumah sakit, sebelum kembali lagi ke tempat karya. Sementara itu, WP di kompleks seminari tinggi berubah-ubah fungsi. Setelah para rama sepuh “hijrah“ ke DP, awalnya WP dibiarkan kosong. Seringkali WP digunakan untuk tempat menginap tamu-tamu seminari. Akhirnya, WP menjadi tempat tinggal para rama yang studi, baik di Fak. Teologi, ataupun di perguruan tinggi yang lain.

Sejak tahun 2008 Rm. Noegroho Agoeng ditempatkan di DP dan menjadi tim pengurus Wisma Unio DP, sambil mengurus Komsos yang saat itu masih berkantor di Bintaran. Dalam perjalanan waktu, kantor Komsos dipindahkan ke lahan DP. Sebuah bangunan dipakai untuk Komsos dibangun di lahan DP bagian utara. Pada tahun 2010, Rm. Bambang Sutrisno menjadi penghuni DP karena alasan kesehatan (mobilitas terbatas). Namun demikian, beliau masih aktif menemukan dan mengembangkan bentuk kerasulan baru, yakni pastoral ketuaan (lansia). Sarasehan-sarasehan atau pertemuan lansia menjadi semakin sering diadakan di DP. Ketika Rm. Wiyono menempati DP untuk beberapa saat dalam pemulihan kesehatan, beliau juga “menciptakan“ kesibukan dengan melatih karawitan. Ternyata dalam perjalanan waktu, DP juga menjadi tempat bagi aktivitas-aktivitas yang semula tidak terpikirkan; aktivitas yang menjadi bentuk aktualisasi para rama sepuh yang masih ingin berbuat sesuatu/melayani umat. Hingga pertengahan Januari 2017, DP dihuni oleh 7 rama: Rm. Suyadi (79 th), Rm. Suharto Widodo (62 th), Rm. Bambang Sutrisna (66 th), Rm. Tri Wahyono (59 th), Rm. Joko Sistiyanto (57 th), Rm. Tri Hartono (66 th) dan Rm. Noegroho Agoeng (46 th). Mulai dengan 17 Januari 2017, Rm. Michael Soegita (85 th) bergabung sebagai warga baru DP. Selain Rm. Agoeng, para rama menempati DP karena alasan kesehatan atau situasi fisik yang tidak lagi memungkinkan mereka terlibat dalam karya pastoral di paroki.

Pada tahun 2007, alm. Mgr. Kartosiswoyo mengalami stroke sehingga mobilitasnya menjadi sangat terbatas. Baliau menghendaki tinggal di Wisma Petrus yang pada waktu itu ditempati oleh rama-rama studen (Rm. Warsito dan Rm. Bismoko) dan seorang rama yang berkarya di bidang kategorial (Rm. Eko Santosa, berkarya di Campus Ministry UAJY). Rm. Warsito dan Rm. Bismoko menempati unit WP utara, sedangkan Mgr. Karto dan Rm. Eko menempati dua kamar besar di unit WP selatan. Satu kamar tidur yang berukuran lebih kecil di samping kamar Mgr. Karto kemudian “disulap“ menjadi kapel supaya Mgr. Karto dapat merayakan misa dan berdoa brevir, mengingat mobilitasnya yang amat terbatas. Sejak mulai menempati WP hingga saat meninggalnya, Mgr. Karto dilayani oleh seorang pramurukti.

Pada tahun-tahun berikutnya, beberapa rama yang memasuki masa pensiun ternyata juga menghendaki tinggal di WP, kendati di DP masih ada tempat. Ada beberapa alasan. Beberapa di antaranya: karena DP sepi, tempatnya sempit, lahannya tidak datar. Sementara, ada lahan luas di Kentungan. Di samping itu, di WP para rama sepuh masih bisa berkontak dengan para frater. Memang ketika lahan di Puren itu dibeli, tanah tersebut tidak dipikirkan untuk tempat para rama purnakarya.

Awalnya, ada rama-rama studen (lisensiat) yang tinggal di WP sehingga WP secara tidak sengaja menjadi “komunitas campur“ antara beberapa rama studen dan rama sepuh. Dalam perjalanan waktu, Rm. Rektor Seminari memutuskan, bahwa para rama studen bertempat tinggal di domus patrum (tempat para rama staff) supaya mereka lebih terbantu oleh suasana studi yang kondusif (walaupun berada di kompleks seminari, konstruksi WP terasa “terpisah“ dari kehidupan seminari; tidak terlalu ideal untuk para rama-studen). Dengan demikian, WP kembali lagi menjadi komunitas bagi para rama sepuh. Anggota WP sekarang adalah Rm. Windyawiryana (82 th), Rm. Djonowasono (73 th), dan Rm. Jayasewaya (83 th), ditambah anggota “sementara“ yang mendapat tugas pastoral kemasyarakatan, yakni Rm. Suyatno (57 th). Dengan demikian, para rama purnakarya (baik karena sudah mencapai usia pensiun atau karena penyakit) yang tinggal di rumah purnakarya (DP dan WP) berjumlah 10.

Menurut perhitungan demografis, 10 tahun ke depan (tahun 2027) akan ada 62 rama diosesan KAS yang berusia 65 tahun ke atas (dengan catatan: jika tidak ada yang meninggal dari para rama di kelompok usia ini). Pada umumnya, para rama belum akan langsung pindah ke rumah purnakarya setelah mencapai usia pensiun. Bahkan ada yang masih aktif dan menghendaki tinggal di pastoran atau rumah karya hingga umur 80. Tentu saja dengan catatan: sesuai dengan keadaan fisik masing-masing dan tidak menghambat para rama lain yang masih aktif. Pada saat ini (per Januari 2017), terdapat 26 imam yang berusia 65 tahun ke atas. Namun baru 7 di antaranya yang kersa (bersedia) tinggal di rumah sepuh, baik WP maupun DP. Maka diperkirakan (dengan perhitungan kasar), dibutuhkan tempat bagi sekitar 40-an imam purnakarya pada tahun 2027. Karena itu dimulailah menggagas pembangunan rumah baru. Saat ini, di DP sudah tersedia 10 kamar. Perhitungan mengenai besar jumlah para rama purnakarya patut menjadi pertimbangan untuk memikirkan bentuk kehidupan bersama (komunitas) para rama purnakarya. Pemikiran ini dapat bertitik tolak dari pengalaman perjalanan komunitas DP di Puren yang akan dipaparkan di bawah.

Untuk sementara ini, rumah baru ini direncanakan menempati lahan yang berada di sebelah utara WP atau sebelah barat ruang washray seminari. Kompleks seminari sendiri –bersama dengan kompleks kampus fakultas teologi– dibangun untuk melayani keperluan formatio atau pembinaan calon imam. Pembinaan itu sendiri memuat berbagai macam aspek (dengan keberadaan fakultas teologi, memang aspek pembinaan intelektual/studi terasa menonjol). Sementara itu, pembangunan WP di kompleks seminari merupakan penambahan. Rupanya penambahan ini tidak didasari pemikiran konseptual yang matang, sehingga bangunan WP kurang terintegrasi secara baik dengan bangunan dan dinamika seminari secara keseluruhan. Di samping itu, struktur bangunan WP pun saat ini dirasa belum mampu memenuhi kebutuhan para rama purnakarya yang saat ini menempati bangunan tersebut (misalnya saja, kebutuhan ruang tamu/aula kecil untuk menerima rombongan umat yang seringkali datang untuk mengunjungi “eks-gembala” mereka, atau ruang doa/kapel yang memadahi). 

Berangkat dari pengalaman ini, diperlukan pemikiran dan landasan konseptual yang komprehensif supaya nantinya rumah para rama sepuh menjadi tempat yang mendukung kehidupan para rama purnakarya secara maksimal, di mana kesehatan tubuh, jiwa, dan raga mendapat perhatian serius dan seimbang. Dengan demikian, diharapkan para rama purnakarya dapat menikmati masa tua mereka dengan tenang, bahagia, dan bermakna. Hal yang tak kalah penting adalah, bahwa komunitas para rama sepuh juga dapat terintegrasi dengan keseluruhan kompleks seminari dengan baik.

0 comments:

Post a Comment